webnovel

Berpijak Pada Kenyataan

"Ahhh" teriak Kubo saat menurunkan koper koper besar dari mobilnya. Untungnya tak ada penerbangan yang dibatalkan karena cuaca yang buruk. Sudah sejak pagi tadi Kubo sibuk menyiapkan barang barangnya dibantu oleh Naomi, padahal naomi sendiri kerepotan membereskan barang barangnya sendiri. Dan Naomi sudah mengingatkan Kubo beberapa hari lalu untuk membereskan barang barangnya. Namun, karena mereka berdua sibuk menyelesaikan urusan kantor membuat mereka lupa membereskan barang mereka masing masing. 

Kubo menyeret kopernya yang bertumpuk dua, ada tas selempang juga yang ia pakai. Pakaiannya hari ini terlalu santai untuk seorang CEO yang sehari hari tak bisa lepas dari kemeja dan jas nya. Namun hari ini, ia terlihat berbeda. Lebih muda karena kaos polos hitam, serta sepatu nya. Tak lupa, iapun memakai topi untuk menutupi wajahnya dari orang orang. 

Tak berbeda dari Naomi, ia mengenakan celana jeans dengan kaos yang kebesaran. Serta topi yang sama dengan milik Kubo agar menutupi wajahnya. Tangannya menyeret koper berwarna biru, dengan tas kecil selempang yang hanya diisi ponsel serta paspor dan dompet kecil, berjaga jaga agar tak hilang. Sesekali Naomi menguap karena masih mengantuk. Namun matanya masih awas, melihat kesekitar. Khawatir akan ada wartawan yang menyadari bahwa mereka ada disana. Meski gosip tentang mereka sudah berlalu sejak lama, namun tak bisa dipungkiri bahwa wartawan dapat membuka kembali gosip tersebut. 

Sepanjang jalan menuju terminal, Kubo tak melepaskan genggaman tangannya pada Naomi. Meski sesekali nafasnya terasa berat, ia tetap tersenyum saat melihat Naomi hari ini. Naomi, dimatanya tak akan pernah berubah, perempuan itu bersinar dan berbeda. Meski ia akan dikerumunan, ia pasti akan bisa mengenali Naomi. Perasaan itu, takkan pernah pudar dan memiliki ruang sendiri didalam hatinya.

"Hati hati yaa" Ucap Kubo sembari melepaskan genggaman tangannya. 

Ia mengelus lembut kepala Naomi, lalu mencubit pipinya. Matanya mulai berkaca kaca. Hatinya terasa berat.

"Laki laki nggak boleh nangis" Ledek Naomi. 

Kubo tersenyum lalu mengangguk, kali ini ia meraba pipi Naomi dengan perlahan. Lalu ia menariknya dalam pelukan. Terasa hangat ditubuhnya, dan bahu Naomi mulai bergetar. Perempuan itu menangis. Menangis sejadi jadinya dipelukan Kubo. Nafasnya berat, namun ia menghentikan tangisnya hanya dengan satu helaan nafas yang dalam. Setelah melepaskan pelukan itu, Naomi menatap Kubo dan tersenyum. Menyeka air matanya, dan memeluk Kubo sekali lagi. Ia ingin, perpisahan ini tanpa penyesalan dan kesedihan. 

"Kalau kapan kapan kamu ke Indonesia, kamu bisa hubungi aku. Aku bisa temenin kamu" Ucap Naomi.

Kubo mengangguk, setelah itu Naomi membalikkan tubuhnya dan melambaikan tangan. Sebuah tanda perpisahan dari Naomi. Bisa dilihat dari balik tubuhnya bahwa ia beberapa kali menyeka wajahnya untuk menghapus air mata. Sedangkan Kubo, ia menengadahkan kepalanya agar air matanya tak jatuh. Ia menarik kopernya kearah yang berlawanan dan berjalan tanpa menoleh. 

"Jangan menoleh" Ucapnya dalam hati. Ia tak boleh menoleh, karena sekali ia menoleh mungkin saja ia akan berlari kearah Naomi dan menahannya agar tak pergi. Ia tak ingin hal itu terjadi. Ia sudah menyerah pada perasaannya, melihat Naomi terbelenggu dalam lingkaran hidupnya sudah membuatnya begitu sakit, dan ia tak ingin lagi membiarkan Naomi masuk kedalam lingkaran hidupnya. 

Baginya, Naomi bukan hanya sekedar bagian dari masa lalunya. Ia bersyukur bahwa Naomi bisa jadi bagian dari hidupnya saat ini. Dan melepaskannya adalah pilihan yang berat namun membanggakan. Naomi takkan pernah hilang dari hatinya, hanya mungkin dirinya yang menyerah pada perasaannya. Melihat Naomi menangis membuatnya tak bisa tidur semalaman, atau melihatnya marah bisa membuat perasaannya tak baik seharian. Begitu hebatnya Naomi sampai merubah dirinya. Meski ia ingin kembali pada dirinya yang dulu, ia tak bisa. Naomi telah banyak mengubahnya, dan ia selalu bersyukur bahwa Naomi pernah hadir dalam hidupnya. Entah untuk menyelamatkannya saat itu, atau untuk membuatnya begitu putus asa sampai saat ini. 

"Halo" Ucap Kubo saat menjawab panggilan telpon di ponselnya.

"Ya tentu, aku akan kesana. Kirimkan alamatmu, aku akan menginap untuk waktu yang lama" Lanjut Kubo. 

Laki laki itu tersenyum saat telponnya terputus, ia menarik kopernya dengan cepat dan berlari kearah pintu masuk saat melihat papan informasi soal penerbangannya. Ia menapakkan kakinya dengan yakin. Tatapannya kembali hidup, kali ini ia sudah menyadari bahwa ia telah kembali berpijak pada kenyataan. Kenyataan yang tak seindah mimpi dan harapannya. 

"Mafa saya bertanya, Apa ini pertama kalinya ada ke Paris?" Tanya seseorang yang duduk disampingnya.

"Ya, saya akan ikut penerbangan ke Paris" Jawab kubo ramah.

"Anda terlihat sangat bersemangat, ini juga pertama kalinya aku pergi ke Paris untuk berlibur sendirian. Apa anda bersedia aku hubungi saat aku di Paris. Aku tak tau banyak hal " Ucap laki laki itu. 

"kita bisa jalan jalan sore bersama nanti disana. Ini kartu namaku" Tawar Kubo.

***** 

Naomi dengan mantap melangkahkan kakinya meninggalkan Kubo, meski air matanya tak berhenti berderai. Ia menahan tangisnya dengan sekuat tenaga. Meski tangannya mulai lemah untuk menuntun koper, namun ia tetap berusaha. Saat duduk di pesawat, ia mulai bisa bernafas lega. Sepanjang jalan ia hanya meandangi langit yang cerah. Sesekali tangannya disimpan di jendela pesawat, untuk mengucapkan selamat tinggal pada tempat itu. Tempat yang ia bangga banggakan sejak dulu. Tempat yang menjadi tujuannya sejak kecil, tempat ia ingin terus berada. Tempat dimana ia ingin meraih mimpinya disana. 

Naomi tetap akan menyukai tempat itu meski tempat itu telah menghantamnnya, dan menghancurkan hatinya berkeping keping. Tempat dimana harapannya diinjak injak dan tempat ia memulai kembali harapan harapan yang baru dari kepingan harapan yang telah hancur. Naomi suka tempat itu, dimana ia bisa berjalan kaki dengan aman dimalam hari. Tempat dimana ia bisa bersenandung sepanjang jalan untuk menikmati rasa lelahnya. Dimana ia bisa berseluncur diatas salju, dan menikmati jatuhnya bunga sakura disore hari yang indah. Ia telah jatuh cinta, pada mimpinya dan kini ia sadar bahwa ia harus kembali pada kenyataan. Sebuah kenyataan yang menyadarkannya untuk terus berdiri diatas kakinya sendiri, bukan pada mimpi ataupun angan angannya. 

Dalam hatinya penuh rasa syukur, bahwa ia pernah bertemu Kubo, Naya, dan semua orang yang telah baik padanya. Orang orang yang sudah menghiasi hidupnya beberapa tahun terakhir. Bahwa ia pernah sangat beruntung untuk berada disana. Menjalani hari hari yang takkan pernah ia lupakan selamanya. Selamanya.

"Bapak" Teriak Naomi saat ia keluar dari bandara. 

Ia berlari kearah ayahnya yang sejak satu jam yang lalu sudah menunggunya keluar.