"Oh ya? Lalu apa yang akan aku dapatkan dari menjadikan dia dayang mu?" Tanya Avel
Sila tersentak. "A-Apa?! Pria ini!" -batin Sila.
"Jika kau tidak melakukannya maka..."
"Apa?
"Aku akan meremas milikmu lagi!" Kesal Sila.
"Oh ya? Apa kau pikir aku akan membiarkan itu terjadi lagi?" Tanya Avel.
"Ukhh! Dasar sial!" -batin Sila.
Dengan geram Sila langsung mengarahkan tangannya ke arah kejantanan milik Avel. Namun Avel dengan cepat menangkap pergelangan tangan Sila sebelum Sila menyentuh miliknya lebih dulu.
Avel mengeluarkan smirknya menatap Sila. Sedetik kemudian ia menarik kuat lengan Sila hingga Sila tertarik ke arahnya dan berakhir di pangkuan Avel.
Avel mulai mendekatkan wajahnya ke telinga Sila dan meniupnya pelan. Hal itu berhasil membuat bulu kuduk Sila berdiri dengan wajah yang mulai memerah.
"Sebaiknya kau menjaga tangan mu, jangan lupa., Noel masih di sini. Atau kau ingin membuat Noel kedua hmm?" Bisik Avel.
DEG.
"Aku lupa!" -batin Sila.
Bruk.
Langsung saja Sila mendorong tubuh Avel kuat lalu menjauh dari Avel
"Tidak tahu malu!" Ujar Sila.
"Siapa peduli?"
"Cih! Noel kedua katanya? Jangan harap!" -batin Sila.
Kini Sila dan Noel tengah berada di dalam sebuah toko baju di mana Sila akan membeli baju-baju untuknya dan Noel. Memikirkannya saja sudah membuat Sila merasa bahagia, bahkan sangat bahagia.
"Noel? Apa ada sesuatu yang Noel suka?" Tanya Sila.
"Noel sungguh boleh memilih?" Tanya Noel.
"Tentu saja, pilih apa pun yang Noel inginkan." Ujar Sila.
"Karna kita akan menghabiskan uang si brengsek itu hihihi..." -batin Sila puas.
"Mueheheh., Hehehe., Hihihi.."
Ririn yang melihat itu kembali di buat menggeleng tak habis pikir.
"Duchess? Tolong kendalikan raut wajah anda." Ujar Ririn.
Sila tersentak. "Ah! Aku lupa." -batin Sila.
"Kalau begitu Noel ingin ini!" Ujar Noel sambil menunjuk sebuah sepatu wanita.
"T-Tunggu, apa ada yang salah dengan Anakku? Jangan bilang Anakku mempunyai hobi aneh seperti yang ku pikirkan?" -batin Sila.
"N-Noel? Mengapa Noel memilih sepatu wanita?" Tanya Sila.
"Noel suka ini! Noel ingin melihat Ibu memakainya." Ujar Noel dengan wajah berbinar.
Sila tersentak.
"Oh ya ampun! Mengapa Anakku sangat baik?! Astaga dia seperti malaikat! Ukhh anakku!!!" -batin Sila.
Bruk!
Langsung saja Sila menghamburkan dirinya memeluk Noel erat dan penuh kasih sayang.
"Astaga aku sayang sekali dengan Anakku! Huhuhuuu." Ujar Sila.
"Hehe., Noel juga sayang Ibu!" Ujar Noel.
"Uhhh Ibu lebih sayang Noel!" Ujar Sila.
Cup cup cup.
Sila tak henti-hentinya menciumi pipi Noel hingga membuat Noel geli di tempat. Hal itu tak luput dari penglihatan Ririn dan Satu kesatria yang di tugaskan Avel untuk menjaga Sila dan Noel.
Mereka menatap Sila tak habis pikir dengan raut wajah yang begitu lucu. Ayolah baru kali ini mereka melihat kasih sayang ibu dan anak yang berlebihan seperti ini. Pasalnya para bangsawan tidak akan pernah menunjukkan kasih sayangnya secara berlebihan pada anaknya khawatir anaknya akan menjadi target kelemahan bangsawan itu sendiri.
"Ibu hentikan, Noel merasa geli." Ujar Noel.
"Oh tidak! Aku sudah berlebihan." Batin Sila. "Habis kau lucu sekali, benar-benar tampan."
"Maafkan Ibu sayang, sebagai gantinya Ibu akan mengajak Noel berjalan-jalan, bagaimana?" Tanya Sila.
"Sungguh?!" Tanya Noel berbinar.
"Ohoo, tentu saja! Kita habiskan tabukan kita di Ayahmu." Ujar Sila bangga.
"Maaf? Aku beli dari ujung sana sampai ujung sana, tolong antar ke kediaman Nixton." Ujar Sila pada penjaga toko. "Minta tagihannya dengan Duke Nixton, aku adalah Duchess Sila Shu Nixton."
"Ah! Baiklah Duchess! Terima kasih atas kunjungan anda!"
"Baiklah, kami pergi dulu."
Sila pun berbalik dan keluar dari toko dengan Noel di sampingnya. Sila cukup bahagia, bahkan sangat. Melihat wajah tampan Noel yang memancarkan kebahagiaan membuat hati Sila menghangat.
"Tunggu., Mengapa aku merasa sedikit pusing dan mual ya?" -batin Sila.
Bruk!
"Duchess?!" Teriak Ririn dan Pengawal.
"Ibu?!"
Tiba-tiba saja rasa sakit menyerang kepala Sila secara bertubi-tubi, begitu sakit hingga membuat Sila sama sekali tidak bisa berdiri tegap dan akhirnya terjatuh.
"Ukhh.., sakit." -batin Sila.
*****
"Noel?! Tidak! Jangan Noel!" Teriak seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut perak serta mata indah bak permata.
Tatapan yang begitu sedih bercampur penyesalan dan rasa takut. Begitu jelas dengan banyaknya air mata yang keluar dari sudut matanya.
"Lompat lah Noel, ayo lompat! Tidak ada yang menginginkan mu di sini." Ujar wanita berambut merah dengan seringai jahat di wajahnya.
"Tidak Noel! Jangan hiks! Tidak!"
Noel tidak mendengar teriakan itu, ia terus berjalan maju hingga tanpa sadar dirinya sampai di tiang pembatas balkon kamar.
"Melompat lah Noel, aku janji hidupmu akan lebih indah setelah ini." Ujar wanita berambut merah lagi.
Noel menurut, ia pun segera melompat dari atas balkon.
"TIDAK!!!"
Saat itu pula wanita berambut perak itu berlari menyusul Noel dan ikut melompat bersama Noel. Ia menarik tubuh Noel ke pelukannya sambil menangis dengan begitu sedih seakan inilah akhir dari hidup mereka.
•
•
•
•
"NOEL?!" Teriak Sila yang tiba-tiba bangun dari tidurnya.
"A-Apa itu tadi? Apa itu mimpi? A-Aku yakin anak itu adalah Noel., Mengapa aku memimpikan hal itu?" -batin Sila.
"Hiks.. hiks.."
Suara isakkan membuyarkan lamunan Sila, ia pun segera mengalihkan tatapannya ke arah suara itu. Saat itu pula ia tersadar.
Ternyata dirinya sudah berada di dalam kamar dengan gaun tidurnya. Terlebih lagi saat ini ada banyak sekali orang di kamarnya, termasuk Avel dan seseorang tak di kenal.
"Ibu?" Panggil Noel masih terisak.
"N-Noel?"
"Dia pasti sangat khawatir.." -batin Sila.
Bruk!
Noel langsung menghamburkan dirinya ke pelukan Sila, sementara Sila menyambut pelukan itu dengan tulus dan penuh kasih sayang. Bayang-bayang tentang mimpinya masih teringat jelas dalam benaknya.
"Hiks., Ibu tidak apa-apa? Noel sangat takut.." ujar Noel dengan tubuh yang bergetar.
Sila mengelus pucuk kepala Noel lembut. "Tidak apa, Ibu baik-baik saja. Jangan takut sayang." Ujar Sila Lembut.
"Kau selalu memaksakan diri bermain dengan Noel, kau kelelahan." Ujar Avel.
"Ah aku lupa orang ini ada di sini." -batin Sila.
Sila menatap sengit ke Avel, hal itu membuat Avel mengernyitkan dahinya heran menatap Sila. "Apa-apaan tatapannya itu?" -batin Avel.
"Sudah berapa lama aku tidur?" Tanya Sila.
"Tiga hari." Jawab Avel.
Sila tersentak.
"A-Apa? Selama itu?!"
Avel tak menjawab, ia lebih memilih membuang tatapannya ke arah lain dengan malas. Bukankah dia sudah memberitahu bahwa pingsannya Sila selama tiga hari? Lalu untuk apa Sila bertanya lagi? Pikirnya.
"Duchess? Anda hanya kelelahan. Apa anda merasakan sesuatu?" Tanya orang yang tidak di kenal.
"Kau siapa?" Tanya Sila.
"Saya Dokter."
"Oh." -batin Sila.
"Apa anda merasakan sesuatu?" Tanya dokter lagi.
"Sekarang aku hanya lemas." Ujar Sila.
"Bagaimana saat sebelum anda kehilangan kesadaran?"
"Entahlah, aku merasa pusing dan mual." Ujar Sila.
Dokter tersentak. "Apa mungkin anda hamil?!" Tanya dokter.
Mendengar itu Sila dan Avel di buat terkejut dengan ekspresi lucu yang terpasang di wajah mereka. Beberapa saat kemudian tatapan Avel berubah dingin menatap Sila.
"Oh tidak., Apa dia pikir aku berzina?" Batin Sila. "Dasar dokter sialan! Kau lebih seperti perusak hubungan orang dari pada seorang dokter! Kau tahu?!"
"Ibu? Hamil itu apa?" Tanya Noel.
"Astaga Anakku yang suci, tidak akan ku biarkan pikiran mu ternodai!" -batin Sila.
"Ah? Haha. Noel? Hamil itu..," ujar Sila menggantungkan ucapannya.
"Ayo pikirkan alasan yang tepat Sila! Gunakan otak mu!" -batin Sila.
Bagaikan mendapat sebuah berkah dari tuhan, Tiba-tiba saja sebuah Ide muncul di benak Sila. Saat itu pula Sila menatap percaya diri ke arah Noel.
"Hamil itu, ketika ada orang jahat yang menaruh sesuatu dalam tubuhmu!" Ujar Sila pada Noel.
Avel tersentak.
"Wanita ini., Apa dia baru saja mengatakan aku orang jahat? Itu berarti semua pria di dunia ini juga jahat kau tahu?!" -batin Avel.
Bersambung......