webnovel

Abian Damian Aditama

Lea berjalan seorang diri menyusuri jalanan yang panjang, entah jalanan yang panjang atau langkah nya yang terlalu kecil dalam melangkah, ia juga tidak tahu akan hal itu.

Ia menatap jalanan kurus, harinsudah mulai gelap dan banyak lampu jalan yang kini sudah hidup.

Ia menatap ke arah kiri dan kanan dan kemudian tersenyum, apa yang akan ia harapkan dari seorang Kelvin? Mana mungkin laki-laki itu akan mengikuti nya seperti di film-film.

Semuanya itu hanya ada pada kehaluan nya saja.

Pada kursi panjang yang ada tak jauh di tempat nya berada, ia melangkah cepat untuk mengistirahatkan diri nya disana.

Saat ini, ia seolah tak ingin pulang dalam keadaan yang seperti ini. Tapi besok ia ada ulangan di sekolah, bagaimana dong?

Lea menggembungkan pipinya, air matanya tak lagi menetes di pipi. Seharusnya ia tak boleh menangis karena semuanya ini sudah sangat terbiasa ia dapat, tapi meskipun sudah terbiasa entah kenapa tetap saja rasanya ingin menangis.

Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia duduki, ingin rasanya teriak sekencangnya untuk meluapkan sesak di dalam dada, tapi entah kenapa ia tak bisa untuk melakukan itu.

Sebuah deringan ponsel yang masuk membuat Lea langsung menoleh ke arah ponsel yang ada dalam genggaman nya tersebut.

Ia menaikkan alisnya ketika melihat sebuah nomor yang ada di sana, tapi ia cukup tahu siapa pemilik dari nomor tersebut.

Coba ia ingat-ingat kembali, kapan terakhir nomor tersebut menelepon dirinya untuk memberikan kabar?

Tiga tahun yang lalu, atau empat tahun yang lalu? Ah, entahlah! Pokoknya sudah sangat lama sekali. Dan sekarang entah kenapa malah menelpon nya lagi.

Seperti tak memiliki minat, ia memasukkan ponsel nya itu ke dalam tas kecil nya dan kemudian menengadah ke atas sambil tersenyum.

Ia benar-benar sangat lelah sekali dengan semuanya ini.

"Kenapa tidak diangkat?"

Pertanyaan itu sukses membuat ia langsung membuka matanya, pasalnya ia benar-benar tak percaya bahwa suara yang masuk ke dalam gendang telinga adalah orang yang tadi menelpon dirinya.

Sebuah senyum terbit di wajah laki-laki itu ketika mereka menjadi saling pandang satu sama lainnya.

"Ngapain lo disini?" Tanya Lea sedikit sinis.

"Apakah gue harus izin dulu untuk berada di mana saja yang gue mau?" Tanya laki-laki itu, ia berjalan ke arah Lea dan kemudian duduk disana.

"Cih! Ngapain pakai duduk segala sih disini?"

"Apa gue juga harus minta izin lebih dulu sama Lo untuk duduk Dimana yang gue mau?"

"Shit!"

Mendengar ucapan yang baru saja diucapkan oleh Lea, langsung membuat laki-laki itu mengecup singkat pipi putih mulus milik Lea.

Cup

Lea menegang seketika, pipinya terasa memanas dan kemudian ia menoleh ke arah laki-laki yang ada disampingnya dengan penuh geram.

"Abian Damian Aditama!!" Teriak Lea dengan sangat keras sekali yang langsung membuat Laki-laki itu terkekeh sendiri.

"Kurang?" Tanya nya setelah beberapa saat bisa meredakan tawanya.

"Minta di hajar Lo ya?" Sinis Lea yang lagi-lagi membuat Abian tertawa.

Ia menarik tubuh mungil Lea untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Kangen nggak sih sama gue?" Tanya Abian.

"Nggak!" Jawab Lea.

"Masa sih nggak? Padahal gue kangen banget loh sama Lo."

"Itu urusan Lo dan juga perasaan Lo, bukan gue."

Mendengar itu membuat Abian benar-benar tertawa pecah. Sosok Lea benar-benar masih saja sama seperti dulu.

"Oh iya Le, Lo nggak mau gitu tanya sama gue kapan gue balik?"

Lea menoleh ke arah Abian dengan alias yang ia angkat satu ke atas, "memangnya penting banget ya?"

"Ya kali aja Lo penasaran kapan gue balik,"

"Cih! Nggak sama sekali! jangan berharap banyak deh, entar Lo kecewa sendiri dan gue nggak tanggung jawab loh."

"Kalau gue kecewa sama Lo nggak apa-apa dong."

"Cih! Nggak usah mulai deh Bian."

Abian tertawa, dan kemudian ia ikut menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia duduki.

"Kenapa jam segini masih berkelia?"

"Kenapa emangnya? Gue nggak nyusahin siapa-siapa kok kalau gue nggak pulang."

"Lo emang nggak nyusahin siapa-siapa tapi setidaknya Lo mikirin juga dong yang akan khawatir kalau Lo telat pulang."

Terdengar helaan napas kasar dari Lea, ia memejam kan matanya untuk sekedar menenangkan dirinya itu.

Ini lah yang disukai oleh Abian, Lea memiliki ciri khas tersendiri dalam menenangkan dirinya.

Setelah beberapa saat ia memejamkan mata akhirnya ia pun membuka mata nya dan menatap ke arah Abian yang masih saja setia menunggu dirinya tersebut.

"Ngapain Lo masih disini?" Tanya Lea, ia pikir kalau Abian sudah pergi.

"Nungguin lo."

"Untuk apaan? Gue nggak minta Bian,"

"Emang Lo nggak minta, tapi gue pengen aja gitu. Kenapa? Nggak boleh ya?"

Lea menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak tahu lagi harus mengatakan apa saat ini.

"Terserah deh Bian, terserah. Udah ya, gue mau pulang. Capek ladenin Lo." Ucap Lea dan kemudian ia bangkit dari posisi duduknya untuk segera meninggalkan Bian.

Entah dari mana Bian bisa mengetahui Tentang dirinya berada disini. Baru saja ia ingin mengalami nasib putus cintanya bersama Kelvin. Kenapa Tuhan malah menghadirkan Bian dalam hidupnya seperti ini? Sungguh sangat mengganggu sekali.

Melihat Lea yang saat ini sudah berada beberapa meter dari nya itu membuat Abian tersenyum.

Setidaknya, saat ini ia tak membiarkan adiknya itu yang hanya beda lima menit darinya merasa sendiri dalam keadaan yang sedang tidak baik-baik saja.

Sebenarnya tadi ia mendengar pertengkaran antara Lea dan juga Kelvin, pacarannya itu. Hanya saja ia enggan untuk menampakkan diri.

Menikmati dan juga mengawasi semuanya dari kejauhan benar-benar cara terbaik yang bisa ia lakukan saat ini untuk menjaga adiknya itu.

"Le, gue tahu Lo nggak akan menyukai kehadiran gue ini tapi Lo harus tahu bahwa kehadiran gue emang sengaja tuhan kirim untuk menjadi sandaran Lo. Entah hubungan kita yang tak pernah membaik selama ini dan membuat kita renggang, gue sama sekali nggak perduli akan hal itu. Bagi gue, Lo akan tetap jadi adik gue dan juga saudara kembar gue selamanya." Gumma Abian dalam hatinya itu.

"Le, tungguin gue." Teriak Abian ketika menyadari bahwa sang adik sudah berada jauh di depan sana.

Lea menoleh ke belakang sebentar, namun detik kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya. Ia sama sekali tak memperdulikan sosok Abian itu.

"Nggak dengerin titah sang kakak, gue doain Lo masuk neraka ya." Teriak Abian agar suara nya itu bisa terdengar oleh Lea.

"Bodoh amat, gue nggak peduli selagi Lo bukan bunda!" Sinis Lea.