webnovel

Jodoh Pilihan Mama

Hana Safitri, memilih bekerja sebagai seorang ART di kota besar untuk membantu perekonomian keluarganya. Dia mendapatkan tawaran tak terduga yang datang dari sang majikan. "Apakah Hana pantas menjadi menantu nyonya dan istri bagi mas Aditya?" Aditya Putra Sanjaya, pengusaha muda yang di eluh-eluhkan para wanita. Memilih untuk menutup pintu hatinya karena trauma masa lalunya yang membuatnya gagal move on. Membuat sang Mama gusar akan kelangsungan hidup sang putra. "Pokognya Aditya nggak mau sama Hana. Mama kira Aditya ini apa? Kenapa harus menikahi Hana yang seorang pekerja di rumah kita?"

Elshaka · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
4 Chs

Pendekatan Calon Mertua

"Mama kenapa? Nggak biasanya Mama bersikap manis pada pembantu baru?" tanya Aditya. Kemudian dia mulai menikmati kopi paginya tersebut.

"Karena dia calon mantu, Mama!!"

Uhuk..uhukk..uhuk..

Mama Rani segera meraih gelas yang di depannya lalu segera menuangkan air di sana. Kemudian memberikannya pada Aditya yang belum terhenti batuknya.

"Makanya pelan-pelan donk kalau minum kopinya, Dit. Kesedak kan jadinya?!" ucap sang Mama seraya menepuk punggung Aditya dengan perlahan.

Aditya menatap mamanya tajam, bisa-bisanya menyalahkannya karena dia tak berhati-hati minum kopi. Sedangkan dia terbatuk seperti ini juga karena ulah sang Mama yang dengan pedenya mengatakan jika pembantu baru itu calon mantunya. Dan itu berarti calon istrinya, dan Aditya tak bisa menerima itu. Apapun caranya, dia akan menolak perjodohan konyol itu.

"Iya, Adit salah. Adit salah karena mendengar ucapan Mama yang unfaedah itu. Yang mau menjodohkan Adit dengan Hana," sindir Adit pada sang Mama.

Mama Rani tersenyum lebar, dan entah kenapa dia ingin sekali melihat Hana dan Aditya bersanding di pelaminan. Dan untuk latar belakang Hana, Mama Rani sama sekali tak mempermasalahkannya. Karena yakin jika Hana itu gadis baik. Dan sial kekayaan, itu tak penting baginya. Karena kelak, semua sama di mana Tuhan. Yang membedakan hanya amal jariyah nya selama hidup dunia.

Aditya menatap sang Mam yang sedang melamunt, namun bibirnya tersenyum cantik. Yang tersirat kebahagiaan di sana.

"Nah, kan. Melamun lagi? Jangan bengong, nanti di patok ayam baru tau rasa." Kelakar Aditya. Yang sukses membuat sang mama tertawa di buatnya.

Aditya memang pandai membuat sang Mama tertawa kembali, meskipun guyonan receh namun mampu membuat sang Mama ceria kembali.

"Udah, Ah. Aditya ke kantor dulu. Karena harus menghadiri pertemuan dengan beberapa klien dari luar negeri. Aditya juga akan pulang malam, jadi lebih baik mama tak menunggu Aditya agar kesehatan Mama selalu terjaga.

Mama Rani hanya mengangguk seraya mengecup kening sang Anak. Karena kasih sayang orang tua tiada batasnya meskipun sang anak sudah dewasa dan akan segera menikah.

"Mama hati-hati di rumah. Jika butuh sesuatu jangan sungkan telepon Aditya. Mama mengerti?" Pesan Aditya. Meskipun dia tak selalu di samping sang Mama, namun di usahakan nya untuk selalu mengontrol sang Mama dari jarak jauh. Agar keselamatan dan kenyamanan sang Mama tetap terjaga.

***

"Tumben telat, Dit?" Tanya Alden, sahabat sekaligus sekertaris pribadinya. Alden sedang menyiapkan beberapa berkas untuk meeting dengan beberapa klien dari negeri seberang.

Dengan seksama Alden menyiapkan segalanya. Karena dia tak ingin ada sesuatu yang terlewatkan yang bisa menganggu kesejahteraannya sebagai sekertaris pribadi Aditya selama ini.

"Sudah kamu siapkan semua, Al?"

"Sudah, Dit. Kamu hanya perlu mempelajarinya sebentar sebelum merekomendasikan perusahaan kita akan menarik para investor asing itu."

Aditya mengangguk mengeri. Matanya dengan jeli membaca dan memeriksa semua berkas itu. Karena dia tak ingin ada kesalahan sebelum dia mempresentasikan di depan para investor itu.

"Nanti jam berapa meetingnya, Al?"

"Jam makan siang, Dit. Di restoran yang sudah di tentukan oleh mereka."

Aditya mengangguk mengerti. Di sela konsentrasinya, entah kenapa tiba-tiba bayangan Hana muncul di otaknya. Bayangan wajah Hana yang polos dan sangat menggemaskan saat ketakutan. Apalagi saat dia mengingat wajah Hana yang cengengesan seperti gadis remaja pada umumnya.

Membuatnya tanpa sadar tersenyum sendiri menatap berkas di tangannya.

Alden yang melihatnya pun diam, tak ingin menganggu moment Aditya tersenyum seperti itu. Karena selama ini Aditya jarang sekali tersenyum untuk khalayak umum. Hanya orang terdekat lah yang beruntung melihat senyuman Aditya yang mampu meluluh lantakkan hati setiap wanita yang melihatnya.

***

"Han, ayo pilih baju yang kamu mau." titah sang majikan. Namun Hana masih berdiam di tempatnya, memandang sekitar yang baru di lihatnya. Dia menyusuri setiap jejeran baju yang tergantung rapi. Memilih salah satu dan melihat bandrol harga baju tersebut.

Matanya melebar sempurna kala melihat harga yang tertera di sana. "Satu juta!!" Gumamnya dengan tatapan tak percaya. Sweater rajut warna hitam saja sudah di banderol harga selangit untuk satu biji, gimana mau beli banyak jika begini? Pasti akan membutuhkan berapa juta untuk membeli dua baju saja? tanya Hana dalam hati.

Ada keraguan yang menyusup di hatinya kini. Dia juga merasa tak pantas memakai barang mahal seperti itu. Karena dia hanya bekerja sebagai pembantu, jadi sangat jarang memakai pakaian bagus seperti yang ada di sekelilingnya ini.

"Han, sudah?"

Hana menoleh, dan ternyata mama Rani sudah berada di belakangnya dengan menenteng beberapa baju yang akan di belinya.

Hana menggeleng. "Nggak usah nyonya. Bahkan Hana tak membutuhkan baju mahal untuk menghasilkan uang. Biarlah begini apa adanya yang penting pekerjaan Hana lancar." Hana tersenyum, agar sang majikan tak tersinggung karena penolakannya hari ini.

Karena itulah yang dia rasakan saat ini. Hatinya sungguh berat jika harus menerima pemberian nyonya besar kepadanya. Dia malu dsn merasa tak pantas mendapatkan fasilitas semua ini. Karena teman yang lain juga belum tentu memiliki kesempatan yang sama.

Mama Rani tersenyum menatap Hana. "Baiklah jika kamu enggak mau. Besok kalau kamu sudah menerima gaji, kamu boleh kog keluar dengan bik Asri membeli baju di mana pun kamu mau." ucap Mama Rano.

Beliau sadar, mungkin Hana merasa malu atau sungkan jika menerima pemberian darinya. Mungkin Hana juga berpikir seribu kali sebelum menerima barang-barang darinya dan membuat orang kisruh karena salah paham.

Hana membantu membawakan belanjaan nyonya Rani. Dia dengan setia mengikuti kemana langkah sang majikan membawanya. Dia pun tak malu jika banyak mata yang memandangnya dengan pandangan tak terbaca. Karena dia sempat mendapatkan tatapan merendahkan ketika dia menaiki eskalator mall tersebut. Namun Hana mengabaikan itu, toh dia juga tak merugikan siapapun.

Nyonya Rani menoleh ke belakang, "Han, makan, yuk. Saya laper." ajak nyonya Rani pada Hana.

Hana hanya bisa mengangguk, karena dia juga merasakan hal yang dengan sang majikan. Karena tadi pagi hanya sarapan sedikit karena drama pagi oleh Aditya.

Mereka memasuki restoran di Mall tersebut. Namu langkah nyonya Rani tertahan karena melihat seseorang yang tak asing baginya.

"Aditya." lirih nyonya Rani. Hana pun mengikuti arah pandangan majikannya.

Dia melihat Aditya yang fokus pada kerjaannya. Aditya nampak tampan saat sedang bekerja. Pesonanya berkali lipat ketika dengan gaya dewasanya menerangkan kepada para investor tentang perusahaannya.

Nyonya Rani menatap Hana dengan tersenyum karena Hana melihat Aditya tanpa berkedip. Meskipun Aditya galak, namun pesonanya tak bisa di abaikan begitu saja.

"Mau makan apa, Han?" tanya Nyonya Rani seraya membuka buku menu.

"Terserah nyonya saja. Hana ikut apa kata nyonya." Ucap Hana pelan.

***

"Loh, Mama?" Kata Aditya ketika melihat sang Mama yang sedang makan bersama Hana.

Aditya melihat belanjaan sang Mama. Dan Aditya mengerti jika sang Mommy sedang shopping di temani Hana dan itu hampir tak pernah terjadi.

Aditya segera duduk di samping sang mama. Sang Mama yang melihatnya pun gegas menyendok kan makannya ke dalam mulut Aditya. Tanpa Malu Nyonya Rani menyuapi anaknya tersebut, meskipun Alden dan Naya menatapnya aneh.