webnovel

Jika Itu Kamu

Gelombang biru yang besar telah menarik Mila ke dalam dunia novel yang dibuat oleh ibunya sendiri! Awalnya, Mila menyukai dirinya berada di dunia novel, tapi itu tidak bertahan lama. Adengan demi adegan sudah dilalui Mila. Ternyata Ibunya suka membuat tokoh utama menangis. Tujuan Mila sekarang adalah untuk keluar dari dunia novel! Dia tidak mau menjadi tokoh utama. Sampai akhirnya, ada seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak berada di dunia nyata. Orang itu membantu Mila agar sama-sama bisa keluar dari dunia yang fiksi ini. Apakah Mila bisa keluar dari dunia novel? atau takdir berkata lain?

Syafira_Putt · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
12 Chs

*Terbongkar*

Hanya tersisa 10 langkah lagi Naura dan Lita sampai ke kantor,

Brakk

Buku yang tadi digenggam, kini berceceran di lantai. Naura tidak sengaja menabrak murid itu. Ia membungkuk untuk membantu anak itu merapihkan bukunya kembali. Setelah selesai, anak perempuan itu tertunduk seraya mengatakan maaf.

"Enggakpapa. Kamu temennya Mila?" tanya Naura.

"Bu-bukan," sahut siswi itu. Dia bergegas meninggalkan Lita dan Naura yang masih ingin bertanya.

Nama siswi itu adalah Hana. Hana sebenarnya sekelas dengan Mila. Ia sering kali melihat Mila dibully oleh teman-teman sekelasnya. Dia memilih untuk bungkam dan tidak ikut campur. Karena jika iya, maka hidupnya dijamin tidak akan tenang.

"Loh," Naura terheran-heran.

"Ibunya Mila?" wanita paruhbaya berseragam biru serta memakai higheels mendekati mereka berdua.

Naura menyilihkan pandangan. "Benar,"

****

Naura dan Lita kini sedang berada di kantor. Sebagian murid yang mengintip lewat jendela, akan tetapi Pak Galang langsung menggiring mereka dengan satu kali bentakan menggelegar.

"Ada perlu apa ibu ke sini?" tanya Bu Sandra, selaku wali kelas Mila.

"Jadi gini, Mila semalem enggak balik ke rumah. Saya kesini buat ngecek apakah Mila berangkat sekolah atau tidak," jelas Naura.

"Barusan saya ke kelasnya Mila, tapi anak itu enggak ada. Saya tanya semua murid dan jawabannya pada enggak tau,"

Kekhawatiran Naura dan Lita semakin menjadi. Jangan-jangan anaknya diculik oleh orang jahat.

"Sebaiknya ibu nelfon polisi." saran Sandra. Dia beranjak dari duduk untuk mengambil ponselnya yang berada di tas, lalu menelfon polisi. Kini Mila dinyatakan sebagai orang hilang. Naura menuju ke tempat ibadah yang berada di dekat sekolah. Dia dan ibunya berdoa di sana agar secepatnya bisa menemukan Mila.

Setelah ke tempat ibadah, Naura dan Lita dibuat bertanya-tanya melihat seorang anak perempuan dengan kacamata bertengger di hidungnya berdiri di depan pintu ibadah.

Lita dan Naura saling memandang heran. Tak ingin larut dalam kelimpungan, Naura bertanya, "Kamu temennya Mila?"

Anak itu menganggut-anggut.

"Sebelum Mila menghilang, dia ngomong sesuatu ke kamu?"

"Kamu berteman baik sama Mila kan?"

"Apa ada murid di sini yang jahat sama anak saya?"

"Terakhir kamu lihat Mila itu seperti apa?"

"Apa Mila sering curhat ke kamu?"

Mendengar anaknya melontarkan bertubi-tubi pertanyaan, Lita segera memegang

bahu Naura.

Sedangkan anak berkacamata itu tak bergeming. Tangannya terus memainkan ujung seragamnya. Ia bergemetar seperti takut akan sesuatu.

"Maafin ibunya Mila, yah." Lita menuntun Naura keluar dari tempat ibadah. Ia tidak menunggu jawaban dari anak berkacamata. Yang terpenting adalah keadaan anaknya jangan sampai terlalu down.

"A-aku ingin memberi tahu sesuatu tentang Mila," ucap anak berkacamata itu tiba-tiba.

Langkah Naura dan Lita terhenti. Mereka menengok.

Dengan sergap, Naura memegang tangan anak itu. Berharap ia mendapatkan petunjuk tentang keberadaan anaknya.

***

"Aku awalnya ragu akan mengatakan hal ini, namun aku merasa tidak tenang sebelum menceritakan hal ini pada kalian,"

Di tempat duduk yang berada di halaman belakang sekolah, Gadis berkacamata itu akan menceritakan semuanya. Dan hal ini pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar para murid tidak melihat ataupun mendengar pembicaraan antara mereka. Halaman belakang sekolah adalah tempat yang paling tepat. Suasananya senyap dan juga tidak ada seseorang pun yang melintas.

"Kenapa harus berbicara di sini?" pandangan Naura mengeliling. Dia bergidik ngeri. Di depan sekolah, pemandangannya sangat indah. Namun jika di belakang, justru berbanding terbalik.

"Karena jika mereka melihatnya, mereka tidak akan mengampuniku." balas Gadis berkacamata itu.

"Mereka siapa?"

"Mereka yang mengejek, menghina dan melecehkan Mila."

"A-apa maksudmu?" kedua mata Naura membulat. Menatap heran Gadis yang ternyata bernama 'Talita' itu. Naura mengetahui nama Gadis itu setelah melihat papan nama terpasang di seragam.

"Kita biarkan dia bicara dulu, Ra." Lita menahan Naura yang sudah kelihatan akan melontarkan beribu-ribu pertanyaan.

"Jadi seperti ini, Mila sudah dibully sejak dia masuk sekolah karena Mila melaporkan Lion ke kantor polisi."

"Siapa Lion? dan juga apa penyebab Mila melaporkan murid itu ke polisi?" Perasaan Naura sudah tidak enak.

"Lion merupakan murid brandal di sekolah. Dia bersama teman-temannya sering balap liar, tawuran dan minum-minum." Talita menghela nafas kemudian berkata, "Aku dan Mila saat itu akan ke rumah teman kami untuk persiapan perpisahan SMP nanti, namun di tengah perjalanan, kami melihat segerombolan orang yang masing-masingnya membawa senjata tajam. Orang-orang itu akan tawuran. Mila berniat menolong korban yang sudah berdarah. Tapi aku mencegahnya. Sampai akhirnya polisi datang, semua orang yang ada di tempat itu berhamburan menghindari polisi. Aku dan Mila bersembunyi karena takut polisi mengira kami adalah pelaku tawuran." Talita menghirup nafas, lalu menghembuskannya secara perlahan.

"Tiba-tiba Lion ada di samping Mila untuk bersembunyi. Aku sangat ketakutan waktu itu. Terlebih lagi ketika melihat sebuah pisau yang berlumuran darah di tangan Lion. Mila malah menegur Lion dan mendorong laki-laki itu sehingga keluar dari tempat persembunyian. Polisi menangkapnya. Se-"

"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa kamu benar-benar teman anakku?" Naura memotong kalimat Talita dengan pertanyaan.

"Aku teman Mila. Aku murid pindahan, maka dari itu aku sama sekali tidak pernah muncul di depan Tante. Lagi pula, tidak pernah ada tawaran dari Mila agar aku bermain ke rumahnya." jelas Talita. Naura dibuat diam.

"Aku lanjutkan. Lion melukai seorang murid sekolah lain. Setahuku, dia dipenjara dan diberi bimbingan. Malapetaka datang ketika Lion sudah dibebaskan. Lion mulai mengganggu Mila. Semua murid hendak membela anak Tante, namun satu persatu murid diancam. Bahkan ada murid yang dikeluarkan dari sekolah karena membela anak Tante."

Mata Naura mulai berkaca-kaca.

"Ketika akan pulang, aku melewati perpustakaan. Aku mendengar suara Mila dari dalam perpustakaan. Saat aku mengintip, aku... aku..." Talita tidak bisa melanjutkan perkataanya lagi. Kepalanya tertunduk. Tangannya meremas kuat roknya.

Naura semakin memandang serius Talita. "Kamu melihat apa di perpustakaan itu?" feeling buruk di dalam hati Naura semakin menjadi.

"A-aku... aku... aku melihat Mila sedang dilecehkan. Mila dinodai oleh Lion dan juga teman-temannya," Talita memejamkan mata kuat-kuat. Entah apa reaksi ibunya Mila yang diberikan pada dirinya.

Deg

Bagaikan tertusuk puluhan belati tajam, hati Naura menyelir perih. Sangat perih. Dia sampai tak bisa menopang tubuhnya lagi. Tubuhnya seketika lemas. Naura tersungkur. Ia merasa gagal menjaga anak semata wayangnya.

"Kenapa waktu itu kamu tidak menolongnya?" Lita angkat bicara.

"Aku tidak berani karena jika aku menolongnya, maka Lion akan membuatku jadi korbannya juga. Aku ingin hidup tenang. Aku minta maaf karena tidak bisa menolong Mila saat itu," jawab Talita. Di dalam lubuk hatinya, ia merasa sangat bersalah.

"Kapan peristiwa itu terjadi?" dengan pandangan yang kosong, Naura bertanya.

Hening.

Kelopak mata yang memerah sekaligus berair, Naura arahkan ke Talita. "Jawab!" gertaknya.

"Sekitar dua bulan lalu,"

Naura tercengang. 2 minggu yang lalu, ia melihat Mila mual-mual setiap pagi. Apa itu berarti anaknya hamil?!