webnovel

Pria Misterius

"Kau sudah memberitahu Ayahmu mengenai hubungan kita?" Pemuda itu memegang bahu gadisnya dan menatap penuh harap.

"..." Sang gadis hanya terdiam. Wajahnya murung.

"Kenapa diam, Sayang?" Pemuda itu mulai resah menanti jawaban gadisnya.

Sang gadis menggeleng lemah. "Maaf, tapi aku ..."

"Tapi kau sudah berjanji! Kalau terus seperti ini, tidak akan ada kemajuan dalam hubungan kita." Pemuda itu menatapnya gusar.

Sang gadis terus terdiam.

"Valenzka! Apa kau lupa dialogmu lagi?!" Suara Jordan, sang stage director, terdengar menggelegar di ruang teater.

"Maaf, Sir." Wajah Zka terlihat serba salah.

"Waktu kita tidak banyak lagi, Valenzka! Tidak bisakah kau lebih serius? Sudah tiga hari kita tidak mengalami kemajuan, dan hampir semuanya disebabkan oleh ulahmu! Kau dan dialogmu yang kacau, atau kau dengan lamunanmu! Apa perlu kuminta kau mengundurkan diri dan biarkan Alice yang menggantikanmu? Kurasa ia jauh lebih siap dibandingkan denganmu."

"Aku masih menginginkan peran ini, Sir." Zka sudah menunggu cukup lama untuk bisa mendapatkan peran utama dalam pentas rutin yang diadakan oleh fakultasnya. Apalagi kini ia mendapat kesempatan untuk beradu peran dengan Brooklyn, pemuda yang sudah sejak lama mencuri perhatiannya. Zka tidak rela melepaskan kesempatan begitu saja.

"Aku beri kesempatan sampai akhir minggu ini. Kalau minggu depan kau masih belum bisa berkonsentrasi dengan baik, aku minta dengan hormat kau sadar diri untuk mundur dari peranmu." Jordan berkata tajam dan keras. Ia tidak pernah peduli dengan apa yang tengah dialami oleh para pemainnya, ia hanya peduli dengan kesuksesan pentasnya nanti. "Sekarang pergilah, percuma kau tetap di sini. Istirahatlah sebentar. Kau terlihat seperti ingin mati." Kini Jordan berkata dengan lebih pelan meski kata-katanya tetap pedas.

Zka berjalan gontai, meninggalkan gedung teater tempatnya berlatih. Ia memang sedang lelah dan sulit berkonsentrasi. Pikirannya bercabang ke mana-mana tanpa dapat ia kendalikan. Ia pusing memikirkan biaya perpanjangan sewa toko. Ia dan ibunya tidak memiliki banyak waktu lagi, sementara Tuan Smith juga tidak dapat menunggu lama. Pria tua itu benar-benar sedang membutuhkan uang, entah untuk apa. Sebenarnya selama ini Tuan Smith memang berbaik hati menyewakan tempatnya dengan harga murah. Tapi sekarang keadaannya berbeda, pria itu membutuhkan uang dan terpaksa meminta harga sewa dengan tarif normal.

"Sebenarnya ada apa dengamu?"

Zka merasakan sebuah tangan membelai lembut kepalanya. Tanpa perlu mengangkat wajahnya yang tengah ia benamkan di atas lutut, Zka tahu siapa yang mengajaknya bicara. Zka selalu bisa mengenali suara Brooklyn yang lembut dan menenangkan.

"Aku hanya sedang lelah." Ia tidak mungkin mengatakan pada Brooklyn kalau dirinya bekerja di J Club dan menyebabkan dirinya selalu mengantuk seperti sekarang.

"Aku perhatikan kau memang terlihat tidak sehat akhir-akhir ini. Apa kau sakit?" Brooklyn duduk di persis di hadapannya di atas rumput.

"Tidak juga."

"Atau ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

"Entahlah." Zka benar-benar tidak bisa mengatakan pada Brooklyn tentang masalah yang sedang memberatkan dirinya.

"Semangatlah! Aku berharap kau yang akan tetap menjadi pasanganku di hari pementasan nanti." Brooklyn merangkum wajah Zka dan memberikan senyumnya yang begitu lembut.

"Aku harap juga begitu." Zka mencoba tersenyum walau hasilnya terlihat menyedihkan.

"Kalau begitu aku kembali dulu. Jordan bisa kembali mengamuk jika mendapati aku terlambat sampai di sana. Jangan terlalu pikirkan ucapannya, dia hanya sedang tegang saja." Brooklyn kembali membelai kepala Zka sebelum berdiri dan kembali ke gedung teater.

***

Zka berjalan tanpa arah, ia tidak tahu ingin pergi ke mana. Seharusnya ia masih ada kelas, namun Zka rasanya tidak akan sanggup duduk selama dua jam mendengarkan dosennya membahas tentang masalah tata cahaya dengan segala kerumitannya. Kepalanya pusing dan suasana hatinya sedang sangat buruk.

Pulang ke tokonya juga bukan pilihan yang baik, karena ibunya pasti akan terus membahas tentang pekerjaan Zka di J Club. Akhir-akhir ini Zka memang berusaha menghindari waktu berduaan dengan Yvone. Ia tidak ingin sampai terlepas bicara bahwa dirinya kerap mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari para pria di sana.

"Ternyata kau masih kuliah."

Zka terkejut ketika seorang pria menyejajari langkahnya tanpa permisi. Ia menoleh untuk melihat pria yang mengajaknya berbicara. Ternyata itu adalah Pria Misterius yang pernah menolongnya beberapa waktu yang lalu.

"Kau sendiri, sedang apa di sini? Kau tidak terlihat seperti seorang mahasiswa," balas Zka setelah mengamati sekilas penampilan pria itu. Pria itu lebih terlihat seperti seorang pekerja kantoran ketimbang seorang mahasiswa. "Atau jangan-jangan kau dosen?"

"Tidak. Bukan keduanya. Hanya kebetulan ada urusan di sekitar sini. Aku jadi penasaran untuk apa seorang mahasiswi sepertimu bekerja di club malam?" tanya pria itu sambil terus berjalan di sebelah Zka.

"Menurutmu apa alasan seseorang bekerja?" Zka balas bertanya.

"Entahlah." Pria itu mengangkat bahunya.

"Tentu saja karena seseorang membutuhkan uang," ujar Zka menegaskan.

Pria itu memandang Zka, ekspresinya selalu datar. "Karena bagiku bekerja bukan hanya karena membutuhkan uang. Bisa saja untuk bersenang-senang."

"Kau aneh." Zka menggeleng tidak percaya.

"Tapi untuk apa kau membutuhkan uang? Kau tidak terlihat seperti gadis-gadis pesolek yang membutuhkan dana tambahan untuk menyokong penampilan dan gaya hidupmu. Kau terlihat biasa-biasa saja." Pria itu menilai penampilan Zka dari kepala hingga kakinya.

"Memang bukan untuk itu." Zka memang hanya gadis biasa, sederhana. Penampilannya sangat biasa dan sama sekali tidak mencolok di antara teman-teman kuliahnya.

"Sebaiknya carilah tempat kerja yang lebih baik jika kau memang benar-benar membutuhkan uang. Tempat itu tidak aman bagimu. Belum lagi reputasimu." Tiba-tiba pria itu berkomentar.

Zka merasa heran dengan pria itu. Mereka tidak saling mengenal satu sama lain. "Jika aku punya pilihan lain, aku juga tidak mungkin bersedia bekerja di sana."

"Tunggulah sampai kau menyelesaikan kuliahmu. Nanti juga kau akan mendapatkan pekerjaan yang baik."

"Aku harap begitu." Zka menyetujui pendapat pria itu.

"Aku pergi dulu." Pria itu mempercepat langkahnya.

"Hei, siapa namamu?" Tiba-tiba Zka ingin tahu.

Pria itu menoleh sekilas. "Jaga dirimu!" Alih-alih memberitahu namanya, pria itu malah melambaikan tangannya tanpa menoleh sama sekali.

"Benar-benar pria yang aneh." Zka menatap Pria Misterius itu menjauh.

***

"Untuk apa kau ke sana?" tanya Javier begitu Eldo masuk ke dalam mobil.

"Urusanmu?" sindir Eldo. Ia menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya.

"Hanya bertanya. Tidak biasanya kau memantau sendiri ke lokasi."

"Hanya sedang ingin. Apa salahnya sekali-sekali memantau langsung?" Eldo bergumam santai.

"Tidak ada salahnya. Hanya aneh saja, itu hanya jaringan kecil. Selama ini kau tidak pernah menunjukkan minat untuk hal-hal remeh seperti ini." Meski sering menghadapi kemarahan Eldo, Javier tidak pernah takut padanya.

Eldo diam saja. Malas menanggapi ucapan Javier.

"Aku rasa ini karena gadis itu." Javier kembali berujar.

"Kau terlalu ikut campur urusanku, Jav." Eldo membuka matanya dan menatap Javier sinis.

"Aku hanya terlalu mengenalmu, El."

"Bisa kau tutup mulutmu dan biarkan aku tidur? Aku butuh tidur sebentar sebelum rapat dengan manusia-manusia penjilat itu."

"Tidurlah. Aku tidak ingin melihat mereka ketakutan lagi karena kau mengamuk." Javier memang sudah biasa menghadapi amukan Eldo, tapi tidak dengan orang normal di luar sana. Dalam hal ini yang Javier maksud adalah para karyawan yang bekerja di perusahaan milik Eldo.

Meski Eldo adalah orang yang menggeluti bisnis gelap, namun ia tetap memiliki bisnis legal yang masih harus diurusnya.

"Aku tidak akan mengamuk jika mereka bisa melaporkan hal-hal yang berguna, bukan hal-hal tidak penting yang seharusnya bisa mereka urus sendiri. Aku tidak membayar mereka untuk menjadi orang dungu."

***

--- to be continue ---