webnovel

JAVAS AND OCEAN

Ocean Cakrawala selalu merasa ada yang salah dengan dirinya, selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Padahal dalam hidup, Ocean tidak pernah kurang apapun. Hidup serba berkecukupan, karir yang cemerlang, anak tunggal dari orang tua yang memiliki usaha batu bara dan lagi ia memiliki kekasih teramat cantik yang bernama Qanshana Maheswari. Lantas apa yang kurang? Apalagi yang ia cari untuk melengkapi kegundahan hatinya? Sampai suatu saat ia bertemu dengan seorang pemahat kayu bernama Javas Deniswara. Pria bermata biru menyenangkan nan seksi itu mampu membuat apa yang dicarinya selama ini akan segera terwujud. "Surai indah yang selalu menutupi dahi mu membuatku gemas. Ingin sekali aku menyisirinya setiap hari. Tapi, kau selalu tampan jika seperti itu, Vas." _Ocean_ ... Kita bisa saling sapa lewat _ IG : busa_lin :) *** Salam Busa Lin

Busa_Lin · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
273 Chs

Kemesraan Pura-pura

Happy Reading

***

"Qans." Ocean mencium kening Qanshana dengan lembut.

Tanpa membuka mata, Qanshana menggeliatkan tubuhnya. Merasakan belaian lembut jemari Ocean yang bermain di pipinya.

"Buka matamu, aku ingin melihatnya," bisik Ocean sembari mengecup pipi kekasihnya ini. Senyum Ocean seketika terbit saat dengan perlahan Qanshana membuka matanya. Mengerjap-ngerjap, menyesuaikan retina matanya dengan cahaya matahari yang masuk dari sela-sela jendela kaca kamar yang tertutup gorden.

"Eum, pagi Oce?" Qanshana sempurna membuka kedua matanya, tersenyum penuh kemesraan untuk kekasihnya ini.

Melihat wajah kekasihnya dengan rona kemerahan dan matanya yang sembab karena semalaman begadang mendongeng untuknya, benar-benar membuat Ocean sangat gemas dengan sejuta keimutan Qanshana yang di perlihatkan hanya untuknya ini.

"Kau cantik," ucap Ocean mendaratkan kecupan ringan di bibir wanitanya ini.

"Ih, Oce." Qanshana langsung menutup bibirnya, wajahnya mendadak menghangat. Ocean selalu seperti ini. "Aku belum sikat gigi," ucapnya sembari mendudukan dirinya dengan rambut yang masih menutupi wajah, dan dengan sigap pula Ocean membantunya untuk duduk.

Ocean dengan gemas menyugar anak rambut yang menghalangi wajah manis kekasihnya ini, "Aku berangkat dulu, Qans."

"Eh," Qanshana langsung mendongak, lalu ia melihat jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul 7 pagi. Melihat kekasihnya yang sudah rapi dengan setelan jas warna coklat tuanya. Wajah Qanshana kembali menghangat, malu untuk sesuatu hal yang pasti.

Apa-apaan ini! Kenapa aku bisa bangun setelat ini, bagaimana mau menjadi istri yang baik jika bangun pagi saja aku tidak bisa! Qanshana kesal pada dirinya sendiri.

"Ada apa?" tanya Ocean, kembali mengecup bibir Qanshana dengan gemas.

"Kau sudah sarapan? Kenapa tidak membangungkanku? Aku 'kan bisa membantumu bersiap-siap Oce." Qanshana langsung mengikat rambutnya dengan asal, beranjak dari ranjang Ocean.

"Mau kemana? Aku belum puas melihat wajah manismu, Qans." Ocean kembali menunjukkan kecintaannya pada Qanshana.

Qanshana menolehkan kepalanya. Wajahnya lagi-lagi menghangat. Tersipu malu saat Ocean setiap saat dan setiap waktu mengatakan hal yang selalu membuatnya menjadi wanita beruntung.

"Kubuatkan bekal, iya?" Qanshana merapikan pakaian tidurnya yang berupa lingerie warna hijau tosca, semalam Ocean memintanya memakai ini dan Qanshana pun meminta pada Ocean untuk tidur bertelanjang dada tanpa mengenakan kaosnya agar ia bisa merasakan hangatnya kulit Ocean secara langsung.

"Kau mau apa, sayang? Mau sandwich isi telur orak-arik atau telur mata sapi?" tanyanya lagi, "Atau mau roti lapis isi selai kacang?" lanjut Qanshana tanpa memberi kesempatan Ocean menjawab lalu meninggalkan Ocean begitu saja yang masih terduduk di tepi ranjang.

Tanpa menjawab pertanyaan Qanshana. Ocean mengikuti langkah Qanshana dari belakang. Mengamati lekat tubuh bagian belakang Qanshana yang sebenarnya terlihat sangat sempurna ini.

Harusnya burung kesayangannya ini bangun, mengepak dengan gagahnya mencari kehangatan di dalam sana, menikmati surga dunia yang telah disediakan untuknya dan harusnya pun burungnya bisa bereaksi dengan cepat dan berlebih untuk suatu keindahan yang tersaji depannya.

Tapi … Ia menunduk kecil melihat burungnya yang masih tertidur dengan sangat nyaman di dalam sangkarnya, "Kau tidak menginginkan mahkota bunga itu? Kau tidak ingin merasakan hangatnya madu yang akan memandikan seluruh tubuhmu?" batin Ocean mengernyit heran pada dirinya diri sendiri.

Lalu ia kembali melihat punggung Qanshana dan berakhir di pantat kekasihnya yang terlihat aduhai ini.

Hal yang selalu dilakukannya setiap pagi--sebagai naluri pria yang harus terlihat jantan adalah; dengan gemas ia meremas pantat Qanshana yang hanya dilapisi kain transparan ini dan di dalam sana ada g-string warna hijau tua yang menutup pantat sintal wanitanya ini.

"Ocean!!" jerit manja Qanshana menutup kedua pantatnya dengan rapat. Ia berjalan cepat menuruni tangga menuju dapur. Setelah ini biasanya Ocean akan menarik tali bra-nya dengan gemas.

"Yah, tidak kena!" kekeh Ocean saat akan meraih tali bra Qanshana.

"Kau ini kebiasaan sekali sih, Oce. Lama-lama punggungku akan memiliki cap tali." Qanshana menolehkan kepalanya, berpura mencebik kesal, mengerutkan hidungnya dengan manja.

"Bukan hanya cap tali, Qans. Suatu saat aku akan membuat cap-cap berbentuk abstrak di sekujur tubuh indahmu. Tidak hanya di leher dan bahu! Mau?" tanya Ocean menggoda Qanshana. Padahal dalam hatinya ia tidak akan pernah melakukan hal itu dengan wanita manapun termasuk Qanshana.

Entah apa yang terjadi pada dirinya. Padahal semalam ia sudah meminta Qanshana untuk memakai lingerie, tapi tetap saja ia tidak merasakan apapun. Tidak merasakan gejolak membara akan gairah ingin melakukan making love dengan Qanshana. Jantungnya pun tidak berdebar, napasnya pun tidak sesak apalagi tubuhnya … mereka secara kompak tak merespon apapun yang disajikan Qanshana di hadapannya.

"Cukup! Ini masih pagi, Oce!" seru Qanshana, menggelengkan kepalanya agar tidak termakan rayuan Ocean. Ia harus berkonsentrasi menyiapkan bekal Ocean.

Ocean hanya bisa tertawa melihat Qanshana yang sudah salah tingkah seperti ini. Kekasihnya ini sedang kebingungan memilih menu sandwich di depan kulkas yang sudah terbuka. Padahal biasanya Qanshana selalu bergerak cepat untuk membuatkan bekal untuknya.

Ocean berjalan mendekati Qanshana, melingkarkan tangannya di tubuh semampai kekasihnya dari belakang.

"Oce." Dengan cepat kedua tangan Qanshana menumpuk mesra di punggung tangan Ocean.

"Tidak perlu repot-repot, Qans." Ocean mengecup lembut bahu Qanshana yang terbuka.

"It's ok, Oce. Beri waktu aku 10 menit untuk menyiapkan bekalmu, oke!"

"Tidak perlu," kata Ocean lagi kali dengan nada penuh sensualitas. "Sepertinya bagian sini jika diberi tanda kemerahan akan terlihat manis." Ocean dengan nakalnya menjilat lembut leher Qanshana. Memberinya sensasi kehangatan dengan saliva yang membasahi kulit eksotik kekasihnya ini.

"Ta-tapi…" Dengan gugup Qanshana mencengkram punggung tangan Ocean. "Oce," rintih Qanshana yang seketika itu memiringkan kepalanya kekanan memberikan akses penuh pada Ocean untuk melakukan apa yang di maunya.

Mendengar Qanshana memanggil namanya dengan desahan yang begitu seksi, Ocean mengecup leher kekasihnya hingga dalam memberikan hisap-hisapan lembut lalu menggigit kecil hingga menimbulkan efek kemerahan. Setelah menandai kekasihnya dengan 3 tanda kecupan, ia melepasnya dengan rasa bangga.

"Ternyata lebih indah," bisik Ocean, menyebarkan napas kehangatan di telinga Qanshana.

"Oce, kau ini!" Qanshana membalik tubuhnya. Menormalkan napasnya yang beberapa detik sempat tertahan, lalu ia mengalungkan tangannya dileher Ocean. "Hmm, aku tidak akan pernah bisa memakai pakaian model tanktop jika kau selalu menandai aku seperti ini, Oce."

"Pakailah. Aku tidak ingin kau tutupi itu, ok! Supaya pria diluaran sana tahu siapa pemilik bahu seksi ini." Ocean mengecup bibir Qanshana yang terasa lembut dan manis ini. "Aku berangkat," ucap Ocean mengerlingkan mata. Tidak lupa ia menepuk pantat Qanshana, kali ini suara tepukannya terdengar menggema seantero 'Sky'.

"Auu!" jerit Qanshana semakin gemas pada Ocean. "Kau ini! Dasar!" pekiknya.

"Bye! Jangan di tutup, ok!" Ocean melambaikan tangannya memberikan senyum tulus penuh kemesraan pada Qanshana, "Dan bawakan aku makan siang, Qans."

"Tidak mau!!" teriak Qanshana dengan wajah tersipu malu.

***

Di Dalam mobil menuju ke kantornya, nama Qanshana selalu terngiang di kepalanya.

Qanshana!

Qanshana!

Qanshana!

Matanya mengerjap kebingungan, bibir atasnya ia gigit dengan penuh keanehan. Gemuruhan jantungnya pun perlahan mulai menenang. Napasnya pun sedikit demi sedikit mulai bernapas pada tempatnya. Ia menyamankan dirinya karena sudah bisa terlepas dari kemesraan pura-puranya yang diberikan untuk Qanshana.

Perasaan apa ini?

Ada apa dengan dirinya?

Apa aku harus mendatangi psikolog?

Apa aku harus memaksa diri untuk making love dengan Qanshana? Supaya semua jelas! Tapi jika seperti itu…

Srettt!!

Ocean menginjak rem kakinya dengan cepat, saat tiba-tiba saja anjing putih berlari menyebrang begitu saja di depan mobilnya yang melaju dengan kecepatan sedang--60 km/jam.

Dug!

"Auuu!" Pekik Ocean yang dahinya beradu dengan setir mobil. Sepertinya mobil di belakangnya pun tampak terkejut karena tiba-tiba saja ia mengerem mendadak.

Tin!

Tin!

"Maaf!!!"

"Maaf!!!"

Deg!

Siapa dia?

***

Terima kasih semuanya yang sudah membaca sampai sini. :)

Ini kali pertama aku nulis di Webnovel. Setiap nulis bab-nya, selalu deg-degan karena aku masih penulis amatir yang baru belajar dunia kepenulisan. Hihihi

Gimana pendapat kalian saat sudah membaca sampai chapter 6 ini?

***

Salam

Busa Lin