webnovel

JAVAS AND OCEAN

Ocean Cakrawala selalu merasa ada yang salah dengan dirinya, selalu merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Padahal dalam hidup, Ocean tidak pernah kurang apapun. Hidup serba berkecukupan, karir yang cemerlang, anak tunggal dari orang tua yang memiliki usaha batu bara dan lagi ia memiliki kekasih teramat cantik yang bernama Qanshana Maheswari. Lantas apa yang kurang? Apalagi yang ia cari untuk melengkapi kegundahan hatinya? Sampai suatu saat ia bertemu dengan seorang pemahat kayu bernama Javas Deniswara. Pria bermata biru menyenangkan nan seksi itu mampu membuat apa yang dicarinya selama ini akan segera terwujud. "Surai indah yang selalu menutupi dahi mu membuatku gemas. Ingin sekali aku menyisirinya setiap hari. Tapi, kau selalu tampan jika seperti itu, Vas." _Ocean_ ... Kita bisa saling sapa lewat _ IG : busa_lin :) *** Salam Busa Lin

Busa_Lin · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
273 Chs

Bersama Javas

Happy Reading

***

Ocean dengan hati-hati melangkahkan kaki menuju area dapur. Matanya tak lepas menyapu area lantai 2 dari bawah. Ia takut jika tiba-tiba saja Javas turun dari sana atau tiba-tiba saja Javas keluar dari tempat tak terduga dan berpapasan dengannya secara tidak sengaja. Bisa mati kutu dirinya menghadapi Javas sendirian tanpa Mama dan Papanya.

Sesampainya di area dapur, Ocean menelusuri setiap sisi dapur yang terlihat rapi dan bersih. Dapur ini seperti tidak pernah digunakan sama sekali oleh pemiliknya. Ocean membuka satu persatu lemari dapur yang terpasang dinding, wajahnya mendadak keheranan saat melihat tak ada apa-apa di sana.

"Kosong." Ocean meraba dalamnya dengan penasaran, siapa tahu dia menemukan sesuatu. Nihil.

"Aneh," gumamnya dengan dahi berkerut. "Javas tidak pernah memasak atau memang sengaja mengosongkannya?" Ocean mengedikan bahu, mengacuhkan pertanyaannya sendiri. "Oh, mungkin dia memang orang yang sangat sibuk. Entahlah."

Ocean kemudian berjalan menuju rak dinding dapur yang terbuka. Terlihat di sana ada botol-botol kaca transparan yang tersusun rapi sesuai dengan ukuran botol dan bentuknya. Ocean berharap ada lada disana. Supaya alasannya masuk akal saat meninggalkan makan malam itu.

Lantas ia mengamati satu persatu botol kaca itu, sekali lagi kelopak matanya berkedip keheranan. "Eh, ini tidak ada isinya atau memang mataku yang sedang tidak beres?"

Dahinya mengernyit kebingungan, lantas ia mengecek satu persatu botol itu, mengocoknya dengan perlahan didekat telinganya. Siapa tahu memang matanya yang tidak beres. "Eh, memang tidak ada isinya beneran. Untuk apa dia menyimpan botol kosong seperti ini jika tidak digunakan? Tidak ada kopi, garam, gula, teh dan teman-temannya. Lantas, apa yang bisa kudapatkan di sini?" Ocean menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lemari atas kosong, botol ini tidak ada isinya dan lemari bawah?"

Dia langsung mengecek lemari bagian bawah, "Huft, kosong juga. Oh, atau jangan-jangan dia baru membeli apartemen ini dan belum sempat melengkapi peralatannya. Ini bangunan lama 'kan?" Ocean memutar kepalanya, mengamati dengan seksama apartemen ini.

"Apa yang kau cari?" Suara serak yang berat tiba-tiba mengagetkannya. Ia berbalik untuk melihat siapa pemilik suara itu.

Ocean nyengir dengan gugup saat melihat wajah Javas yang tidak bersahabat dengannya. Wajahnya terlihat seperti menangkap basah seorang pencuri.

"Cari apa?" tanyanya lagi, melangkahkan kaki mendekati Ocean.

"La-lada, Vas." Ocean memundurkan langkahnya hingga terpepet ke rak dinding, bunyi aduan botol yang tergoyang membuat Ocean refleks menoleh kebelakang, dengan sigap ia memegang rak dinding itu supaya botol itu tidak ada yang jatuh. Saat Ocean membalik tubuhnya, ternyata Javas sudah ada tepat di hadapannya.

"Aku mencari lada, Vas. Maaf," ucap Ocean menundukkan kepalanya, lalu menyerahkan botol kaca yang diambilnya padaJavas.

Javas berdehem lirih, dia mendekatkan dirinya semakin dekat dengan Ocean. Tinggi mereka hampir sama, hanya saja Ocean terlihat lebih pendek 2 cm dari dirinya. "Di sini tidak ada lada," ucapnya sembari mengambil botol itu dan tangannya terulur dengan elegan saat meletakkan botol itu.

Mata Ocean berputar salah tingkah, saat pria itu mencondongkan dada bidangnya yang terbungkus kemeja berwarna coklat tepat di depan wajahnya. Saat Javas bergerak sedikit, ujung hidungnya otomatis bersenggolan dengan kain kemeja yang pria itu kenakan. Dia bisa merasakan aroma mint yang sangat segar menguar dari tubuh Javas. Apa merek shamponya? Apa merek sabunnya? Dan … hem, parfum apa yang Javas gunakan? Kenapa aromanya sungguh sangat menggairahkan?

Eh, sadar, Oce! Kepalanya bergeleng pelan. Dia segera menyadarkan dirinya sendiri.

"Di mana aku bisa mendapatkannya?" Ocean bertanya, sambil mendongakkan kepalanya. Ia melihat jakun Javas yang sedang naik dengan perlahan lalu turun dengan begitu sangat sensual dimatanya. "Seksi sekali dia?" gumamnya dalam hati, ingin sekali dia memegang jakun pria ini.

Eh, kau juga punya, Oce! Lantas ia memegang jakunnya sendiri, dan menelan ludahnya dengan susah payah. Gila!

"Katakan saja tidak ada," ucap Javas memundurkan langkahnya saat sudah berhasil meletakkan botol kaca ke tempatnya. Tadi, dia sempat merapikan sedikit botol kaca yang sudah di acak-acak oleh Ocean.

"Oh. Ok, tidak masalah." Ocean bernapas dengan sangat pelan, mengisi udara kedalam paru-parunya yang sempat hilang karena fokus menghirup aroma kesegaran yang Javas keluarkan. Dia tidak ingin Javas mengetahui jika dirinya sedang menikmati aroma sensual milik Javas tadi.

"Jika kau mau, aku bisa menyediakan lada untukmu."

"A-apa? Ti-tidak perlu. Aku sudah tidak membutuhkannya–"

"Lada putih atau hitam?" sela Javas, sembari menggulung lengan kemejanya yang panjang dengan asal lalu menyugar rambut ikalnya yang setengah basah.

"Hitam," jawab Ocean cepat.

"Ok. Akan kusediakan untukmu."

"Eh … iya, terima kasih. Hah, apa?" Ocean melebarkan kupingnya saat ia tersadar akan sesuatu.

"Lada hitam 'kan?"

Belum sempat Ocean mengiyakan pertanyaan Javas. Javas sudah melangkahkan kaki meninggalkan dirinya. Ia masih mencerna perkataan Javas. "Untuk apa juga Javas menyediakan lada untukku. Belum tentu aku kembali ke apartemennya. Lagipula aku tak akan pernah kembali kesini!" Ocean mencebik kesal pada dirinya sendiri, namun ia tetap mengikuti langkah Javas dari belakang.

"Makan malam yang membosankan." Javas menghentikan langkahnya saat melihat keheningan di ruang makan itu.

"Heum, sangat." Ocean berdiri disamping Javas, sembari mencuri lihat tubuh Javas yang terlihat berotot. "Sepertinya ototnya lebih besar dariku," batin Ocean mengukur lengannya dengan Javas secara perkiraan.

"Eh, Vas." Ocean menurunkan lengannya, "Ada tempat lain tidak? Yang nyaman, tenang dan tidak setegang di ruang makan itu. Di sana sangat membosankan dan menyebalkan. Kau tak akan betah berlama-lama di sana," ucap Ocean dengan masih mengukur tubuhnya dengan Javas. Dia masih penasaran, bagian mana saja yang lebih besar darinya.

"Ada," jawab Javas singkat.

"Dimana?" Ocean langsung mendongak dengan senyum sumringah.

"Kamarku. Mau?"

"Heuh?" Mata Ocean berkedip kaget, "Di mana? Kamar?"

"Sangat menggemaskan." Javas tersenyum gemas dalam hatinya.

"Eh?!" Ocean menggeleng dengan cepat, menyadarkan kembali pikirannya yang sempat berkelana. Ia benar-benar sedang membayangkan ada di kamar Javas. Hanya berdua dengan pria seksi ini tidak ada yang lain.

"Bukan itu maksudku, Javas!" lirih Ocean menekan suaranya.

"Memang apa maksudku?" Javas balik bertanya, menggoda Ocean.

"Eh, anu ... itu, Vas." Ocean semakin salah tingkah, "Maksudku, adakah semacam rooftop, balkon, taman atau ruangan lain untuk menghindari mereka."

"Ada. Di sebelah kamarku. Mau kesana?"

"Ih, kau ini!" sentak Ocean sangat gemas. "Selain kamar. Apartemen ini sangat luas, Javas!"

"Menurutku tempat paling nyaman dan menyenangkan hanya kamar." Javas mengedikan bahu. Dia pun berjalan mendahului Ocean.

"Ikut tidak?" Javas menolehkan kepalanya, melihat Ocean yang masih diam di tempatnya.

***

Salam

Busa Lin