webnovel

Javanese Freislor

"Sadarlah, Breckson! Kau tidak akan bisa hidup bersamaku! Sekalipun aku mencintaimu, tapi aku tahu kedudukan kita berbeda!" pekik Freislor. "Aku tidak peduli itu, Freis!" Breckson menjawabnya dengan nada tinggi. Freislor, sosok perempuan yang memiliki tugas tersendiri untuk menemukan sosok Grendolfin, seorang dewi yang diutus ke bumi untuk mengadili suatu perkara. Ia bertemu dengan sosok Breckson, salah satu pemimpin Negara Zavrainz yang digadang-gadang menjadi pusat peradaban dunia. Pertemuan mereka diawali dengan kejadian tragis. Di mana Freislor merupakan salah satu kaum buangan dari beberapa negeri. Ia memperjuangkan para penduduknya untuk diberikan tempat tinggal di Negara Zavrainz sekalipun dia mendapat hinaan dan pembulian dari para warga. Beberapa tahun setelahnya, dia melanjutkan misi untuk mengalahkan Tuan Reos. Pada akhirnya, Breckson, Freislor dan Tuan Krapolis berkelana ke masa lalu, masa depan dan kematian untuk menemukan Grendolfin. Di sana, mereka mendapatkan beberapa pengetahuan baru mengenai Hasta Brata yang berasal dari kaum Jawa. Tak hanya itu, dia mendapatkan teka-teki baru yakni dengan permainan angka dan waktu yang terdiri dari satu, tiga dan juga lima. Hal itu diperjelas dengan sebuah puisi yang dibuat oleh ayahnya. Satu kali satu, aku berlari Dua kali satu, aku berputar Tiga kali dua, aku berhenti Tunggu dulu, sepertinya aku salah langkah Ku putar langkahku sebesar tiga puluh derajat ke kiri Ku dapati sebuah garis panjang yang mengarah ke suatu tempat Dihiasi cahaya bermandikan gemerlap bintang Aku dan kamu menjadi kita Selama perjalan, mereka juga mendapatkan kunci untuk mengalahkan Tuan Reos dari adanya petunjuk Serat Joyoboyo. Tak hanya itu, dia juga menemukan jati dirinya sebagai pemimpin di sebuah negeri. Breckson akhirnya sempat menyatakan cinta kepada Freislor. Namun, kisah cinta itu berubah setelah bertemu dengan Poresa. Ditambah lagi, beberapa kitab kuno menyebutkan bahwa hidup Freislor hanya sebatas hitungan angka dan waktu. Lantas, bagaimanakah dengan misi mereka? Akankah mereka berhasil membunuh Tuan Reos? Bagaimana dengan kisah cinta Freislor? Siapa yang akan dia pilih?

Rainzanov_words · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
351 Chs

Sebelum Penutupan Toko

"Mr. Welbour, kau harus mendengar ini. Aku yakin, kau akan terkejut setelah mendengar hal ini," ucap Freislor sembari tersenyum ramah. Dari sana, Mr. Welbour menghentikan pekerjaannya. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi kepada Freislor.

"Apa yang ingin kau katakan? Jangan buat aku penasaran," ucapnya sembari tersenyum.

"See? Ada orang yang membeli pedang terbaru buatanmu," kata Freislor dengan penuh semangat. Gadis berambut hitam itu memberikan uangnya kepada Mr. Welbour.

"Wah, senangnya. Terimakasih banyak karena telah berusaha keras, Freislor. Aku akan memberimu bonus karena itu. Ya sudah, aku ingin memberi tahumu satu hal. Setelah ini, toko kita akan tutup untuk sementara waktu. Kau tahu bahwa kita harus ke masa lalu untuk memberikan doa kepada para pendahulu kita, bukan?" tanya Mr. Welbour sembari mengelap keringatnya.

"Apa? Kita kembali ke masa lalu? Hari ini? Tapi, kenapa? Biasanya, kita melakukannya di waktu-waktu tertentu saja, bukan?" tanya Freislor sembari menggarukkan kepala.

"Heum, apa kau tidak mengetahuinya? Hal-hal seperti itu memang baru saja dibicarakan minggu lalu. Ada keputusan yang berubah sekarang, Freis. Jadi, kita hanya bisa membuka toko selama dua jam saja. Kamu bisa agak santai hari ini," ucap Mr. Welbour sembari mematikan tungku api yang masih berkobar.

"Aku rasa, aku baru mendengarnya sekarang. Baiklah, terima kasih atas informasinya, Mr. Welbour. Aku senang mendengarnya," kata Freislor.

"Yah, sama-sama. Sekarang, aku mau ke dalam untuk makan, mandi, dan menyusun karangan bunga. Tolong jaga tokonya dan tutup ruangan kerja dengan benar, ya. Terima kasih," pinta Mr. Welbour, ia pergi dan melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Setelahnya, Freislor kembali ke toko dan berdiam diri di sana untuk beberapa lama.

"Kenapa Ibu tidak memberi tahuku soal ini? Atau jangan-jangan, aku yang lupa?" batinnya. Gadis itu mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak ada habisnya mengenai acara sakral yang beberapa jam lagi akan dilaksanakan. Di satu sisi, beberapa orang tengah berjalan dengan langkah yang tak teratur.

"Heum, suasananya sangat ramai sekarang," ucapnya pelan. Ia melihat bagaimana orang-orang membawa beberapa barang dan bunga yang dianggap penting. Sebagian dari mereka tengah bergegas untuk melakukan aktivitasnya. Dan sisanya, tengah asyik membahas sesuatu. Ada yang menangis dengan wajah tersenyum, ada juga yang menangis pilu.

"Kayanya, acara ini akan menguras emosi," gadis itu menarik nafas dengan pelan. Freislor duduk bertopang dagu. Ada beberapa hal yang menguasai pikirannya. Namun, hal itu tak berlangsung lama, karena banyak sekali pelanggan yang berdatangan ke tokonya, sekalipun toko itu hanya buka selama dua jam. Setelah dua jam kemudian, ia dipanggil oleh Mr. Welbour. Beliau telah siap dengan pakaian terbaiknya. Kemeja hitam dipadukan dengan celana dan topi berwarna hitam.

"Hai, Freislor. Kita berjumpa lagi sekarang, gimana menurutmu?" tanyanya sembari tersenyum ke arah Freislor. Remaja yang berdiri di sebelahnya menunjukkan jempolnya kepada Mr. Welbour.

"Yah, bagus sekali. Sesuai dengan acara hari ini, Mr. Welbour. Aku yakin, para leluhurmu akan menyukainya," jawab Freislor sembari tersenyum riang di hadapannya.

"Yah, aku harap juga begitu. Oh ya, ini bonusmu. Seperti yang ku katakan padamu sebelumnya. Cepat pulang dan bersenang-senanglah dengan keluargamu. Aku yakin, kau dan keluargamu akan menyukai acara ini," ucap Mr. Welbour sembari memberikan beberapa koin kepada Freislor.

"Baik, Mr. Welbour, terima kasih banyak. Aku akan pulang sekarang, sampai jumpa besok," kata Freislor sembari mengembangkan senyuman. Gadis itu beranjak pergi dari toko tempat dirinya bekerja. Berjalan dan melewati segerombolan orang yang terlihat gugup, sedih dan juga frustasi. Tapi, ada satu hal yang membuat Freislor penasaran.

"Apa yang dia lakukan?" batin Freislor sembari melirik ke arah seorang gadis kecil yang berdiri di pojok jalanan. Memegangi beberapa koran, pakaiannya sangat lusuh, dan wajahnya datar.

"Ah, tidak? Apa dia tidak memiliki satu pun keluarga yang masih hidup?" tanyanya pada diri sendiri. Freislor mencoba mengikuti ke mana gadis kecil itu pergi. Awalnya, gadis itu hanya berjalan ke jalanan yang ramai. Beberapa kali Freislor mendengar gadis itu memanggil ibunya. Hal itu membuatnya sedih.

"Aku rasa, aku harus melakukannya sekarang," batinnya. Freislor menghentikan waktu dengan pikirannya. Kini, tak ada satu pun orang yang bergerak selain dirinya dan juga gadis kecil yang sedang membawa koran. Freislor turun dari sepedanya dan berusaha meraih tangannya.

"Tunggu," ucap Freislor dengan suara lirih. Sosok yang ia pegang seketika berhenti. Ia berbalik arah. Kini, mereka berhadapan. Freislor bisa melihat dengan jelas tatapan datar yang terpancar dari wajahnya.

"Ada apa? Kamu siapa?" tanya anak itu dengan wajah datarnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"