Di dalam keheningan malam, sosok benalu yang terbiasa terperangkap dalam suasana mencekam tengah beradu perkara. Sebut saja Freislor, sosok manusia berpakaian hitam yang tengah melanglang buana. Bertemu dengan mara bahaya adalah pilihannya.
"Petruweloar," ucap sosok perempuan sembari mengayunkan kedua tangannya ke depan. Beberapa kali gadis itu mengerjapkan kedua mata. Nyalinya menciut, ruangan yang ia tempati menunjukkan garis-garis perbatasan Le Sungaku Kan, yang mana ia tahu daerah itu adalah daerah terkutuk. Ada beberapa hiasan ular dengan beberapa naga yang tengah menyemburkan api. Di satu sisi, sebuah lingkaran dengan simbol bunga mawar kuno yang layu berdiri megah. Hiasan bunga itu dilapisi oleh beberapa bunga alter yang layu. Konon katanya, bunga alter yang menyelimuti bunga mawar itu adalah bunga yang dipercaya bisa menghidupkan kebatilan, dan kemurkaan duniawi.
"Arggh," percikan api yang timbul dari tangan kanan gadis itu seketika membentuk diri menjadi seekor naga. Dilihatnya beberapa benda buangan di ruang itu.
"Breckson! Apa kau tahu di mana benda itu?" tanya Freislor, seorang gadis yang tengah mengamati sang naga. Breckson, sosok remaja laki-laki yang tengah berada di kerumunan puing-puing tulang belulang melototkan kedua matanya. Ada sedikit cahaya berwarna merah dan biru yang berpadu menjadi satu di sana. Cahaya itu dapat membuat benda apa pun terdeteksi.
"Tidak, aku tidak menemukan apa pun di sini, bisakah kita pergi? Aku tidak yakin kita aman jika terlalu lama di tempat ini. Bukankah kamu sudah tahu, siapa pun dilarang berada di sini, aku hampir gila karena mengikutimu sampai ke sini!" ucapnya dengan tegas. Freislor menghembuskan nafasnya pelan, sosok naga api yang berada di depannya berputar dengan cepat. Dalam sekejap, atap langit yang mereka tempati runtuh.
"Apa kau sudah gila? Apa kau ingin kita berdua dihukum mati gara-gara tindakanmu ini?! Kerlousbreys!" Breckson buru-buru mengalihkan kedua matanya ke atas. Atap yang tadinya runtuh seketika melayang-layang di udara. Menyisakan beberapa runtuhan atap berbentuk persegi dan beberapa kepingan bebatuan kecil. Entah apa yang ada di pikirannya. Namun, ia tak segan-segan berjalan ke arah Freislor dengan tatapan marah.
"Oh, ayolah, Breckson. Apa kau tak mengerti juga? Ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa tahu apa yang terjadi di sana! Aku ingin tahu apa yang mereka rencanakan!" seru Freislor dengan nada tegas. Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah luar.
"Goeuxbrou," ucapnya lirih. Tangan kanannya ia ayunkan ke depan. Tanah yang ia pijaki seakan menjadi hidup. Ia hendak menciptakan sebuah pasukan tanah kecil yang biasa orang-orang sekitarnya buat. Pasukan itu dinamakan dengan "Sanderises," sebuah pasukan kecil yang tercipta untuk misi pengintaian.
"Breckson, aku akan bertanya lagi padamu kali ini. Apa kau temanku? Dan, apakah kau ingin membantuku? Aku tidak akan memaksamu bila kamu ingin pergi. Jalan ini terbuka lebar untukmu!" bentak Freislor dengan nada tinggi. Breckson memegang salah satu tangan Freislor sembari berkata dengan lirih, "Freis, apa kau tahu kenapa kita berdua berada di sini?"
"Kenapa?" tanya Freislor dengan tatapan tajam.
"Ini semua didasari oleh keegoisan, dan aku tidak yakin ini akan berakhir baik nantinya, sudah, ya. Aku yakin Lord Swerol tidak suka jika kamu melakukan ini. Ini tidak baik untukmu dan juga yang lainnya. Ayo pergi sebelum para Gwetidu datang. Kamu tahu sendiri betapa ganasnya mereka di malam hari, kan? Aku tidak rela jika mati membusuk hanya karena ini."
Beberapa detik yang mereka habiskan seakan berakhir dengan perdebatan. Dan hal itu diakhiri dengan penyesalan karena, salah satu pasukan Lord Swerol datang dan menemui mereka.
"Apa yang kalian berdua lakukan di sini?" bentak seorang lelaki yang mengenakan sebuah jubah cokelat. Binar kedua matanya memancarkan simbol perisai berwarna biru. Garis-garis di tangannya membentuk guratan China dengan simbol Yin dan Yang. Menandakan bahwa dirinya adalah salah satu pasukan Alderois yang menjadi pimpinan utama di malam hari.
"Lihat, kan? Kenapa kamu selalu membuat ulah, Freislor? Aku bisa saja membencimu karena ini!" pekik Breckson dengan tegas. Ia mengatakan hal itu sembari berbisik tepat di samping telinga Freislor.