Hari ini adalah hari kedua semua anggota keluarga Natawijaya berada di penginapan Vila di Puncak. Agenda hari ini bagi para anggota keluarga tetua yaitu bergantian untuk jalan-jalan di sekitar area penginapan yang mereka tempati itu. Dan semua anggota keluarga tentunya sudah tau agenda hari ini lewat makan malam kemarinnya.
Begitu pula dengan semua sepupu muda lainnya yang mengetahui agenda hari ini dari para anggota tetua. Sedangkan, banyak para sepupu berencana semenjak kemarin malam untuk tetap berada di penginapan saja.
Suasana penginapan pagi hari ini masih sepi, lantaran kebanyakan semua sepupu masih tidur karena ada yang begadang. Vanka salah satu anak yang sudah terbangun semenjak pagi harinya ini, tidak punya pilihan lainnya selain dia menunggu semuanya bangun dari tidur mereka.
Dia bangun pada jam tujuh pagi dan saat itu dia sudah berkeliling ke beberapa pendopo untuk melihat keadaan.
Saat itu seluruh para anggota tetua sedang bersiap-siap untuk pergi melihat-lihat daerah sekitar penginapan yang sudah terkenal punya banyak macam tempat rekreasi.
Seperti halnya banyak macam perkebunan ataupun tempat rekreasi yang alami. Mereka sepertinya sangat antusias untuk bersiap keluar dari penginapan.
Dan Vanka pun mendapati semua anggota tetua berangsur pergi untuk melakukan liburan. Dan dia pun kembali lagi menuju ke pendopo sepupu muda. Berharap sudah ada yang bangun, tapi nyatanya semuanya belum juga ada yang bangun.
Akhirnya Vanka pun memutuskan untuk mandi pagi yang memakan waktu sekitar tiga puluh menit lamanya. Setelah dia sudah rapih dengan baju set pakaian yang nyaman dan terkesan casual, dia pun segera mencari makanan di sebuah pantry kecil di pendopo di mana dia tinggali bersama dengan sepupu muda.
Dia pun menyiapkan minuman milo hangat dan juga ada roti kemasan yang dibeli oleh kebanyakan sepupu muda kemarinnya sesudah makan siang bersama dengan seluruh keluarga.
Suasana di pendopo tempatnya masih sepi, dia pun membawa dia berserta sarapannya keluar. Ada sebuah tempat yang bisa dia tongkrongi tepat di salah satu sudut dekat dengan kolam renang. Dan dia pun duduk di sana. Tempat dia duduk itu tepat menjorok ke arah pemandangan pendoponya itu. Dilihatnya Yuma juga masih belum bangun.
Tapi, dia melihat salah satu sepupu tua keluar dari pendopo. Melihat Vanka yang hanya sendiri saja duduk di sebuah kursi lipat kayu dekat dengan kolam renang dan menghampirinya.
Akhirnya sepupu tuanya yang bernama Sella dan merupakan anak dari Bude Inn, menyapanya. Dia pun menawari Vanka menemaninya di sana.
"Hai, Vanka. Boleh Kak Sella nemenin kamu di sini? Semua Kakak sepupu lainnya masih pada mandi. Dan Kakak yang pertama selesai mandi. Kamu sendirian? Apa sepupu muda masih belum semua bangun?" tanya Kak Sella yang masih berdiri di depan Vanka menunggu dia diperbolehkan untuk duduk di sebelah Vanka yang saat itu sedang duduk menyamping di kursi lipat kayu, bukannya bersender di sana.
"Boleh, kak. Sini duduk di samping Vanka aja," kata Vanka yang menyuruh Kak Sella duduk di sampingnya pada satu kursi lipat kayu yang sama. Kak Sella yang sudah duduk di sana pun mulai mengajak Vanka mengobrol.
Kak Sella sendiri adalah salah satu anggota keluarga Natawijaya yang adalah anak sulung Bude Inn. Mereka berdua dekat dan selalu bisa bertukar kabar apapun itu.
Dan Kak Sella sudah mendengar kabar dari Bude Inn, Mamanya. Saat kemarin malamnya saat sebelum waktu tidur. Kak Sella mengobrol lewat pesan akan kabar terbaru mengenai diskusi antara Lisya dan semua anggota keluarga berumur.
Yang dia tau jika Vanka akan dibiarkan tidak diberi tau akan kabar masalahnya dengan Lisya. Karena semuanya belum siap untuk mengaku.
Dan semuanya lebih memilih agar Vanka tau dengan sendirinya sehingga dia yang akan menyelesaikannya. Atau mencoba mengajak bicara salah satu anggota keluarganya terlebih dahulu.
Mendengar kabar itu, Kak Sella merasa dia juga punya tanggung jawab atas masalah kedua sepupunya ini. Sehingga dia pun ingin bertanya-tanya ke Vanka. Selain dia ingin tau bagaimana keadaan sepupunya itu, ternyata Kak Sella ingin bertanya apakah yang akan Vanka lakukan kedepannya.
Kak Sella adalah salah satu yang berpihak ke Lisya. Tapi dia tau jika Vanka yang punya masalah dengan keluarganya ini, tidak punya siapa-siapa ketika dia sudah dibiarkan mengetahui keberadaannya secara langsung nantinya. Dan sebagai sanak keluarga Vanka, Kak Sella ingin memberi perhatian lebih ke sepupunya itu. Dia pun bertanya ke Vanka, bagaimana dengan keadaannya sekarang.
"Apa kabarmu baik-baik aja, Vanka? Kak Sella mau tanya nih. Apa yang Vanka alami akhir-akhir ini?" Kak Sella yang orangnya spontan itu lebih memilih berbicara langsung ke intinya.
"Apa aku harus jawab jujur Kak Sella? Vanka lagi nggak baik-baik aja. Apa yang Vanka alamin akhir-akhir ini sama sekali nggak Vanka mau. Memangnya kenapa Kak? Kok Kak Sella tanya? Apa Kakak salah satunya yang mau ajak Vanka bicara tentang keadaan Vanka akhir-akhir ini? Apa Kak Sella tau?" Vanka pun bertanya balik. Dia belum mengira atas apa yang terjadi untuk kedepannya. Jadinya dia pun ingin seseorang memberinya saran. Makanya Vanka tanya apa saja yang sepupunya tau tentang dia. Akhir ini.
"Iya, Jadi gimana kamu sama Lisya? Sekenanya, Kak Sella tau kamu sudah dengar kabar tentang keberadaan kamu di keluarga ini. Tapi, Kak Sella nggak mau bicara banyak ke kamu. Karena semua keluarga belum ada yang mau ajak kamu bicara juga buat kedepannya. Tapi, karena itu, Kak Sella mau tanya. Apa kamu punya rencana karena sudah dengar kabar tentang keberadaan kamu itu?" ucap Kak Sella yang bertanya secara terang-terangan ke Vanka.
Saat itu juga Vanka merasa dia punya peluang. Untuk mendapatkan saran apa yang harus dia lakukan kedepannya. Hitung-hitung dengan arah pembicaraan yang sama.
"Vanka nggak punya rencana apa-apa, Kak Sella. Cuman yang Vanka bingung itu, gimana sama keadaan Vanka kedepannya. Karena aku tau aku nggak punya apa-apa selain keluarga. Dan laginya, tentang Kak Lisya. Vanka tau semua mau yang terbaik buat Kak Lisya. Vanka nggak bisa apa-apa. Tapi Vanka nggak tau Kak. Kenapa keberadaan Vanka di keluarga ini karena urusan politik. Vanka ngerasa nggak siap buat mengambil keputusan sendiri," jelas Vanka yang mengutarakan perasaannya itu.
"Oke. Kak Sella mau kasih tau kamu. Kalau memang semuanya mau Lisya yang bahagia. Kamu fokus aja buat bisa bela kamu sendiri ke depannya. Karena kamu belum tau banyak hal juga, bukan berarti kamu harus cari tau juga. Kalau kamu sudah tau semua lebih bela Lisya biar dia bahagia. Kamu harus nempatin diri kamu biar kamu bahagia juga. Tapi, masalahnya memang kayaknya Lisya nggak suka kamu gangguin. Selain itu, kayaknya nggak ada lagi. Kamu masih kecil, dan kamu belum bisa nerima semua kabar urusan politik itu," kata Kak Sella.
Sebenarnya dia memberi saran yang masih mendukung Vanka juga Lisya. Tapi, dia juga masih terbeban dengan gimana Vanka yang masih dianggap menggangu Lisya. Keadaan mendesak untuknya bisa memberi saran kepada Vanka.
Berhubung semua keluarga juga nggak bisa mengajak Vanka untuk bicara, kecuali dia yang dengan sukarela mau mengajak bicara Vanka. Karena dia tau keadaannya yang sebenarnya menyedihkan. Dia mungkin ada di pihak Lisya, tapi dia nggak bisa membayangkan kalau berada di pihak Vanka.
"Aku nggak bisa buat nggak ganggu kehidupannya Kak Lisya. Aku susah buat bisa keluar dari keluarga ini. Dan Vanka gatau kenapa itu yang jadi pemikiran Vanka sekarang. Apa aku terlalu bodoh, Kak Sella? Kenapa aku seperti ini? Pasti Kak Lisya juga susah menerima kenyataan ini. Aku mikirin kalau aku pecundang. Dan aku bilang gini berkali-kali," Vanka belum mengerti jika dia memang menyusahkan keluarganya. Dan dia berbicara jujur dengan keadaannya ini.
"Ohh, kalau gitu Kakak juga nggak bisa bantu banyak ke kamu. Kak Sella mau bilangin aja kamu harus rela sewaktu-waktu kalau semuanya sudah bisa buka suara ke kamu. Soalnya semuanya juga kesusahan mau nyoba cerita ke kamu. Ada apa sebenarnya kamu sama Lisya. Dan kenapa kamu juga nggak diinginkan di keluarga ini. Kalau kamu masih di kasih waktu banyak, ya kamu santai aja Vanka. Kamu juga masih punya beban buat nggak ninggalin sekolah kamu. Dan kamu juga pastinya mau namatin sekolah," kata Kak Sella pagi itu. Dia merasa bebannya sudah menghilang saat dia berusaha berbicara ke Vanka saat itu juga.
Sedangkan Vanka masih tidak bisa menanggung perasaan tidak karuannya itu. Dia merasa malu sekaligus tegar di satu perasaannya. Entah tegar karena apa, yang sudah dia pikirkan tentang kebodohannya dengan keputusannya yang masih saja mengganggu Kakaknya.
Di lain hal dia masih memikirkan keadaannya yang susah untuk dilaluinya mulai dari dia mendengar kabar itu, Kak Sella kemudian mengatakan ke Vanka. Kalau dia harus memesan makanan karena belum sarapan. Begitu pula dengan banyak anggota sepupu tua lainnya.
"Kak Sella mau ke pendopo dulu ya. Kayaknya semuanya sudah bangun. Kita keasikan ngobrol. Dan nggak sadar semuanya sudah bangun. Kakak harus pesan sarapan dulu. Atau kalau nggak Kakak harus beli sarapan terdekat di daerah penginapan. Oh ya, kalau Lisya ikut. Kamu ngalah ya Vanka. Mungkin Lisya juga lagi nggak mood buat barengan sama kamu," kata Kak Sella mengatakan jika percakapannya sudah berakhir.
"Iya, Kak. Vanka bisa kok ajak Erwin, Ochi atau Karin masih nemenin Vanka di sini. Berharap Kak Lisya masih baik-baik mood nya kak. Oh ya, Kak Sella Vanka mungkin nggak bisa ajak Kak Sella cerita lagi, jadi makasi ya Kak," ujar Vanka yang mengatakan rasa terimakasihnya ke Kak Sella.
Dengan kepergian Kak Sella itupun, Vanka ditinggal sendiri saja saat ini. Untung saja dia punya jeda waktu beberapa menit sebelum dia bisa kembali ke kehidupan nyatanya itu.
Dia memikirkan benar apa kata Kak Sella kalau dia masih harus memikirkan dirinya, tapi tidak dengan keadaan seperti ini. Baginya sangat sulit untuk memutuskan bisa pergi dari kehidupan keluarganya ini.
Dia masih berumur 15 tahun, dan dia juga tidak bisa memikirkan apa yang akan dilakukannya di luar dengan umur nya yang masih remaja ini. Vanka pun memutuskan agar dia melanjutkan sekolahnya, selagi tidak ada yang bisa bercerita kepadanya.
Sayangnya, Vanka belum tau betul apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi, sayangnya keadaan Vanka seperti ini juga tanpa diketahuinya apa yang sedang dia hadapi sebenarnya. Banyak yang tidak dipikirkannya, jika dia harus mengambil keputusan sendiri. Apakah yang akan terjadi kedepannya?