"Morning, Mama, Daddy, Mommy," sapa Azzura.
"Morning, Sayang," sapa balik Ziya sambil mengusap rambut putrinya.
"Sini duduk samping mama.
Seperti biasa setelah enam bulan kembalinya Ziya, Azzura selalu nempel padanya.
Savanna yang menemani bocah kecil itu sejak umurnya lima tahun, sekarang seolah tak ada artinya. Azzura yang dulu selalu merengak padanya, sekarang begitu cuek. Saat butuh apa-apa yang dia pasti mencari Ziya.
Tidak bisa dipungkiri, hati Savanna Sakit, bahkan rasa sakitnya lebih sakit daripada saat Dario mencuekinya.
"Morning Mommy," sapa Azzam pada Savanna.
Untung saja masih ada Azzam yang perhatian padanya. Azzam bahkan cuek dengan Ziya dan lebih dekat dengannya.
"Morning, Azzam."
Tanpa diminta pun Azzam duduk di samping Savanna.
Sementara Dario duduk di ujung meja, di sebelah kanan meja ada Savanna dan Azzam dan di sebelah kanan ada Ziya dan Azzura.
"Sini, Mas, aku ambilin nasinya," Ziya menyiduk nasi goreng dan meletakkan di piring, "Aku yang masakin ini, nasi goreng campur telur kesukaan kamu."
Ziya meletakkan piring di depan Dario..
Dario melirik Savanna yang sejak tadi diam. Savanna juga ikut makan nasi goreng buatan Ziya, padahal biasanya Savanna tidak pernah mau menyentuh makanan buatan Ziya. Biasanya juga Savanna akan berebutan dengan Ziya menarik perhatiannya, tapi sekarang Savanna hanya diam.
Diamnya Savanna sungguh membuat hati Dario tak enak.
"Mama, Azzura mau diambilin juga," pinta Azzura.
"Iya, Sayang, sebentar," Ziya mengambilkan nasi
goreng dan meletakkan di depan putrinya.
"Makasih Mama."
"Sama-sama sayangku," Ziya tersenyum sambil mengusap rambut putrinya.
"Azzam sayang, mau Mama ambilin nasi goreng juga?"
Azzam menggeleng, lalu menatap Savanna yang duduk di sampingnya.
"Mommy, Azzam mau diambilin nasi goreng."
Gerakan tangan Savanna yang ingin menyuapkan nasi goreng ke mulutnya tertahan.
"Mommy," Azzam memegang lengannya, "Azzam mau diambilin Mommy."Entah mengapa Savanna ingin menangis. Hatinya pedihh sekali mendengar nada manja Azzam. Selama ini hanya Azzam yang peduli padanya. Disaat semua orang mengabaikannya hanya Azzam yang perhatian. Azzam juga yang membuatnya bertahan selama enam bulan ini.
Azzam harus terbiasa tanpanya.
"Sayang," Savanna mengusap rambut Azzam, "Azzam diambilin Mama Ziya aja ya."
Azzam hanya diam dan menatapnya dengan sorot mata terluka. Ya Tuhan, Savanna ingin sekali memeluknya. Tapi Savanna harus mulai membiasakan diri menjauh dari Azzam
"Ziya, tolong ambilin buat Azzam."
Senyum Ziya mengembang. Dia senang sekali akhirnya Savanna mengalah.
"Azzam, Sayang, sebentar ya, Mama ambilin."
Setelah meletakkan nasi ke dalam piring, Ziya berdiri dan menghampiri meja Azzam
"Ini, Sayang, selamat makan ya," Ziya mengusap rambut putranya sambil tersenyum manis.
"AKU NGGAK MAU!"
Pranggg...
Azzam melempar sepiring nasi goreng ke lantai hingga pecah. Serpihan beling mengenai kaki Ziya.
"ARGG," Ziya memekik."
Ziya," Dario dengan cepat menghampiri Ziya.
"Mommy," Azzura juga ikut khawatir.
"Sakit, Mas."
Dario berlutut di depan Ziya dan mengecek kakinya yang ternyata berdarah.
"Kasihan Mommy," Azzura yang tak tega melihat kaki mamanya berdarah pun menangis.
"Gapapa, Sayang, mama gapapa, jangan nangis," Ziya menenangkan putrinya.
Kemarahan Dario tersulut, dia berdiri, mendekati Azzam dan menatap tajam pada putranya.
"Apa-apaan kamu, hah! Papa nggak pernah mengajari kamu jadi kasar kayak gini. Lihat kan sekarang akibatnya. Mama kamu terluka."
Azzam turun dari kursi dan menatap tajam balik papanya
"Azzam nggak suka sama perempuan itu. Azzam nggak
suka perempuan itu ada di rumah ini."
"AZZAM. KAMU-"
Kalimat Dario tertahan saat tiba-tiba Savanna berdiri di depannya, menghalangi pandangannya dari Azzam. Sorot mata Savanna menajam, namun juga terlihat rapuh dalam waktu bersamaan. Matanya memerah marah, tapi juga berkaca-kaca seolah menahan tangis. Mata itu menggambarkan betapa terlukanya Savanna sekarang"Savanna," lirihnya dengan suara tercekat ditenggokan.
"Jangan membentak Azzam seperti itu, Mas. Jangan."
"Aku nggak bermaksud bentak. Aku-"
"Kamu urus saja Ziya, biar aku yang mengantar Azzam ke sekolah."
"Savanna tunggu-
Savanna menggendong paksa Azzam, mengambil tasnya dan membawanya pergi dari ruang makan. Azzam melingkarkan tangan mungilnya di leher Savanna dan menyandarkan kepalanya di sisi kepala mamanya.
Air mata Savanna yang ia tahan sejak tadi, mengalir juga. Dia mencium pipi Azzam dan mempercepat jalannya menuju ke mobil.
Dario mengejar sampai ke halaman depan, tapi sayangnya mobil istri dan putranya sudah keluar halaman.
"Mas Dario," panggil Ziya.
Dario mengepalkan tangan. Tak tergambarkan bagaimana perasaannya sekarang. Marah, sedih, benci, kesal, jengkel. Semua bercampur satu sampai Dario bingung harus melakukan apa.
Di sisi lain Savanna melajukan mobil dengan konsentrasi penuh. Jangan sampai kesedihan hatinya membuatnya tak fokus menyetir.
"Sayang."
"Iya, Mommy."
"Soal Daddy yang bentak Azzam tadi, Azzam jangan marah ya. Daddy sedang marah dan emosinya nggak terkontrol. Daddy nggak bermaksud bentak Azzam."
"Azzam marah Daddy bentak Azzam, tapi Azzam lebih marah Mommy cuekin Azzam."
"Mommy nggak cuekin Azzam."
"Tadi di ruang makan, Mommy nggak mau ambilin Azzam nasi goreng."
"Kan udah ada Mama Ziya."
"Aku nggak suka perempuan itu."
"Jangan begitu, Sayang," Savanna mengusap rambut putranya, saat dia ingin menarik tangan, Azzam tiba-tiba. menggenggam tangannya dan meletakkan di pangkuannya.
"Azzam sayang sama Mommy. Cuma Mommy ibunya Azzam," lirih Azzam sedih sambil mengeratkan genggaman tangannya.
"Tapi Mommy bukan ibu kandung Azzam."
"Terus kenapa? Kenapa kalau Mommy bukan ibu kandung Azzam? Mommy nggak mau perhatian sama Azzam lagi? Mommy mau ninggalin Azzam? Iya?"
"Nggak, Sayang, bukan begitu."
Azzam menunduk dan Savanna merasakan punggung tangannya basah oleh sesuatu. Saat dia menoleh, hatinya mencelos melihat putranya menangis.
"Jangan tinggalin Azzam, Mommy. Azzam sayang Mommy."
Savanna menepikan mobil, lalu menarik putranya dalam pelukannya.
"Mommu juga sayang, Azzam," tangis Savanna pecah.
Namun ia tahan agar suara tangisnya tak terdengar. Dia
tidak ingin putranya bersedih mendengar suara tangisnya.
Sementara Azzam menangis semakin keras.
"Bilang Mommy nggak akan ninggalin Azzam."
Savanna hanya diam. Karena kenyataannya Savanna akan bercerai dan sudah pasti meninggalkan azzam. Savanna tidak ingin berjanji untuk sesuatu yang tidak bisa ia tepati.
"Mommy hiks bilang Mommy nggak akan pergi. Azzam nggak mau Mommy pergi," Azzam terus merengek dan tangisnya semakin kencang
Cukup lama mereka menangis, lalu perlahan tangis mereka mereda.
"Udah ya, jangan nangis terus, lihat nih mata Azzam jadi bengkak," Savanna tersenyum dan mengusap pipi putranya.
"Mommy juga jangan nangis terus. Kalau Mommy nangis, nanti Azzam ikut sedih," Azzam mengusap pipi Savanna.
"Sweet banget sih anaknya Mommy."
Savanna mencium pipi putranya, lalu melajukan mobil menuju ke sekolah. Tepat dia memakirkan mobil, tak lama di belakangnya ada mobil Dario.
Savanna pun turun dari mobil begitu juga Azzam.
100
Dario bersama Ziya dan Azzura menghampiri mereka. "Azzam kenapa tinggalin Azzura sih," Azzura menatap
kesal saudara kembarnya, "Gara-gara Azzura juga kaki
Mommy terluka. Lihat nih kasi Mommy di plester.'
Azzam memperhatikan kaki Ziya.
Lalu tiba-tiba Azzam melepas tasnya dan mengambil plester yang selalu dia bawa.
"Sayang nggak usah repot-repot, kaki mama udah diplester kok," larang Ziya, tapi dia merasa terharu dengan perhatian putranya.
Namun diluar dugaan Azzam justru berjongkok di
depan Savanna.
"Sayang kenapa?" Savanna agak membungkukkan
badan.
"Kaki Mommy juga luka."
Savanna memperhatikan luka di dekat mata kakinya. Jika bukan diingatkan oleh putranya, Savanna tidak akan menyadari lukanya.
"Gapapa, Sayang, sini Mommy aja."
"Azzam aja Mommy."
Azzam tetap memaksa. Selesai menempelkan plester bocah laki-laki itu berdiri dan tersenyum. Savanna pun membalas senyuman itu dan mengacak rambut putranya dengan gemas.
Sementara Ziya memutar bola mata malas. Entah bagaimana Azzam dan Savanna bisa sedekat itu. Ziya sering mempengaruhi Azzam agar membenci Savanna, tapi tidak berpengaruh sama sekali. Berbeda denga Azzura yang gampang dia bodohi.
"Yaudah sana masuk ke kelas."
"Iya, Mommy."
Azzam mencium tangannya dan langsung masuk ke halaman sekolah. Dario tersinggung Azzam mengabaikannya seperti ini, bahkan anak nakal itu tidak mencium tangannya. Dario baru saja ingin memanggil, tapi Savanna lebih dulu memanggilnya.
"Azzam tunggu."
Azzam berbalik badan
"Kenapa, Mommy?"
"Kamu belum cium tangan Daddy sama Mama. Kamu juga jangan tinggalin adik kamu dpng."
Azzura mendongak dan menatap Savanna dari samping. Azzura tidak menyangka mama tirinya begitu perhatian.
"Ayo sini," panggil Savanna lagi.
Dengan langkah ogah-ogahan Azzam menghampiri mereka lagi.
"Ayo cium tangan Daddy sama Mama."
Azzam pun mencium punggung tangan Dario dan Ziya.
Setelah itu Azzam langsung memeluk Savanna. Savanna tersenyum.
"Kok malah peluk Mommy, sana masuk ke kelas."