"Tunggu!!" Dinda mencoba menahan tuan Arjun Saputra.
"Dinda, nanti aku akan kembali lagi ya."
Dinda tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia terlalu khawatir pada Dona. Jadi mana mungkin akan mendengarkannya.
"Aku akan melihat, kapan kamu akan kembali. Kalau kamu mengingkari perkataan mu tadi. Maka aku akan benar-benar membuang semua rasa cinta di hatiku. Aku tidak mungkin memberikan cintaku yang tulus ini pada pria yang tidak punya pendirian sepertimu Arjun. Aku butuh figur yang tegas untuk menjaga cintaku. Tapi kamu?" kata Dinda lirih.
----
Entah itu hal yang kebetulan atau memang di sengaja, Dona terlihat lemah tidak berdaya dengan selang infus di tangan.
"Bagaimana keadaannya?" tanya tuan Arjun Saputra pada dokter pribadinya.
"Dia hanya butuh istirahat. Sepertinya dia kelelahan."
Sedikit bernafas lega, tuan Arjun berpikir kalau kondisi Dona menurun drastis.
"Sebaiknya tuan temani nyonya, dia terus memanggil nama tuan dalam ketidak sadarannya sendiri tadi. Mungkin itu akan membuatnya nyaman."
"Baiklah kamu boleh pergi."
Tuan Arjun Saputra sedikit ragu, dia telah berjanji pada Dinda untuk cepat kembali padanya. Tetapi dia tidak mungkin meninggalkan Dona yang butuh perhatiannya.
"Tuan kalau ingin kembali ke tempat nyonya Dinda tidak apa. Biar saya yang akan menjaga nyonya Dona." Rendi menawarkan diri.
Tapi, belum sempat tuan Arjun Saputra mengiyakan. Tangannya telah di genggam erat oleh Dona yang sepertinya telah sadar.
"Mau kemana? Jangan pergi." kata Dona dengan suara parau.
"Tidak, aku tidak akan pergi, kamu tidurlah lagi agar besok pulih."
Semenit, sepuluh menit, setengah jam, satu jam dan beberapa jam telah terlewati. Mungkin karena dia juga kelelahan, tuan Arjun Saputra tidak sadar tertidur di samping Dona.
"Sudah ku duga, kamu ada di sini."
Tanpa di sangka-sangka, Dinda melihat kebersamaan tuan Arjun Saputra dan Dona yang sudah terlelap tidur.
Dinda melangkah mendekati tuan Arjun, kemudian menyelimutinya agar tidak kedinginan.
"Sekali lagi kamu berbohong padaku Arjun." kata Dinda kemudian melangkah pergi.
----
Matahari telah bersinar terang, Dona sedang dibawa berjalan-jalan pagi oleh abdi dalem nya. Kali ini bukan dengan kursi roda, melainkan dengan tongkat jalan yang menyangga tubuhnya. Menikmati udara pagi yang menyegarkan.
Dona melihat Dinda yang tengah duduk sendirian di tepi kolam. Kakinya masuk ke air, meski tau cuaca masih sangat dingin. Dinda sepertinya tidak peduli atau lebih tepatnya telah mati rasa.
"Sefrustasi ini kamu atas pernikahanku?"
Dinda menoleh tapi tidak bergerak sedikit juga "Sepertinya kamu khawatir sekali aku merebut Arjun. Sampai harus bersandiwara begitu. Ku lihat pagi ini kamu sangat bugar. Tidak seperti orang sakit. Cih, munafik."
"Apa kau bilang!!" abdi dalem Dona marah mendengar perkataan Dinda yang kasar.
"Kau?" Dinda bangun dari tempatnya. Datang ke arah abdi dalem Dona yang lancang itu.
"Beraninya kamu menyebutku "kau" padaku!! Siapa kamu ini?!"
"Anda yang duluan berkata kasar pada nyonya ku."
"Tutup mulutmu itu sebelum aku bertindak kejam padamu."
Dinda menatap tajam ke arah abdi dalem itu, tapi siapa yang tau kalau abdi dalem itu sepertinya tidak takut sedikitpun padanya.
"Bahkan kamu berani menatapku begitu. Sepertinya sifatmu itu menurun dari nyonya mu ya? Tidak tau malu!!" Dinda menyindir Dona.
"Jangan kurang ajar kau!!"
Abdi dalem itu dengan sengaja mendorong Dinda. Tentu Dinda terkejut, dia menjadi sangat marah seketika.
Dinda menarik rambut abdi dalem itu dengan keras "Ku pastikan hari ini adalah hari terakhirmu, dasar kurang ajar."
Plaaakkk.. Dinda menampar abdi dalem itu hingga terjatuh.
"Jangan kelewatan kamu Dinda."
"Apa? Apa kamu ingin seperti abdi dalem mu itu?"
Dinda melangkah mendekati Dona. Entah mengapa hatinya benar-benar kecewa saat ini. Ingin melampirkan semua kesalahannya pada wanita di hadapannya itu."
"Jangan mendekat!!" Dona mencoba memperingati Dinda.
Emosi Dinda telah tersulut. Dengan ganas ia terus menerus mendekati tempat Dona berpijak.
"Jangan macam-macam Dinda. Kamu sendiri tidak bisa berenang bukan?"
"Darimana kamu tau aku tidak bisa berenang? Aku pandai berenang sekarang."
"Tidak mungkin kamu pandai berenang dalam waktu sesingkat itu. Kolamnya sangat dalam Dinda."
"Tenanglah aku akan membawamu berenang ke akhirat saja."
"Dinda!!"
Dinda menatap tuan Arjun Saputra dengan nyalang menampakkan segala amarah yang telah ia pendam.
Tersenyum menyeringai kemudian dengan cepat menarik tangan Dona hingga jatuh bersama ke dalam kolam.
Semua orang panik, termasuk tuan Arjun Saputra yang langsung berlari dan menceburkan diri masuk ke kolam.
Dinda tidak melawan arus, ia tetap tenang meski tubuhnya terus tenggelam ke dasar. Di lihatnya tuan Arjun datang untuk menggapainya.
Namun belum sempat tangannya menyentuh Dinda. Dia berbelok ketika melihat Dona yang gelagapan karena sudah terlalu banyak menelan air.
Sedih, kecewa, dan marah. Dinda merasakan perasaan itu menggunung jadi satu di hatinya. Dugaannya selalu benar sejauh ini.
Nafasnya sudah pendek, kepalanya serasa ingin pecah ketika menyaksikan betapa cemasnya tuan Arjun pada Dona.
Rendi yang menolong Dinda naik ke atas. Dinda tidak jatuh pingsan seperti Dona. Betapa kuatnya seseorang yang tengah patah hati, mungkin Dinda yang tau rasanya.
Dinda di sandarkan ke kursi panjang sembari di berikan minuman hangat untuk memulihkan kondisinya.
Tuan Arjun telah pergi untuk membawa Dona mendapatkan pertolongan. Sebab nafasnya yang kembang kempis sangat membuat khawatir.
"Kamu sudah gila Dinda? Kamu tau apa yang akan tuan lakukan padamu. Jangan pikir karena dia menyayangimu maka akan melepaskan mu begitu saja." kata Nike yang datang karena juga mendengar berita tentang Dinda.
Dinda tidak menjawab. Dia hanya menatap Nike dengan sinis "Seharusnya kamu senang, sebentar lagi saingan mu berkurang."
"Apa maksudmu? Kamu sudah bosan hidup?"
"Ya, aku muak dengan kehidupan di sini. Aku ingin mati saja."
"Apakah kamu sadar dengan apa yang kamu katakan itu."
"Kamu tenang saja. Setelah ini tidak akan ada biang kerok lagi atau pembuat masalah lagi di kediaman ini."
"Kamu ini benar-benar!!"
Greeeepppp.. Dinda benar-benar terkejut saat tangannya di tarik paksa tuan Arjun yang terlihat sangat marah itu.
Menyeret Dinda ke area halaman belakang dengan kasar kemudian mendorong tubuh Dinda hingga terpental.
Dinda tersenyum smirk, tidak ada tanda ketakutan sedikitpun pada wajahnya.
"Apakah kamu tidak menghormati ku di sini Dinda? Tega-teganya kamu melakukan itu pada Dona yang bahkan tidak bisa menopang sendiri hidupnya. Kamu ingin membunuhnya?!"
"Dia tidak sebaik dan selemah yang kamu pikir Arjun. Dia itu jahat!! Dia yang meracuniku selama ini, apakah kamu tau? Atau mungkin kamu sudah tau tapi kamu bungkam!! Kamu hanya mencintainya Arjun!!"
"Cukup Dinda!! Kamu begitu terobsesi pada cinta. Sehingga kamu melupakan segalanya."
"Ya, kamu benar!! Aku sangat terobsesi pada cintamu!! Kamu yang membuatku gila karena cinta!! Tapi sekarang? Aku sudah tidak peduli pada cinta Arjun. Cintaku telah mati tenggelam di dasar kolam."
"Apa maumu sebenarnya?"
"Hanya satu keinginanku saja, ayo kita berpisah." kata Dinda lirih.