webnovel

Pusat Kota

Fajar berganti senja, usai mereka melakukan beberapa persiapan, kini Tirta, Neil, dan Bella berangkat. Neil kemudian melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 5 sore. Mereka berjalan menyusuri gang sempit hingga kemudian berhenti di satu tempat.

"Berhenti, mereka sudah mengikuti kita," ucap Tirta.

"Jadi kita akan berpura-pura tertangkap? Ini benar-benar gila, apa ini akan berhasil?" tanya Bella yang mulai khawatir. Ia tak cukup yakin dengan rencana Tirta.

"Entahlah, mari berpencar."

Tirta kemudian lari dari mereka berdua disusul oleh Neil, "Sebaiknya kau juga lari," ucapnya Bella yang kemudian pergi.

"Tunggu sebentar, Hei--"

"Jangan bergerak!"

Tanpa mendapat sedikit pun kesempatan untuk kabur Bella langsung tertahan oleh todongan senjata api oleh pasukan berseragam lengkap.

"Aaa! Kenapa harus begini?!"

**

Disisi lain Neil masih berlari dari pengejaran para pasukan berompi hitam menggunakan helm yang sudah terdapat fitur deteksi, meskipun Neil cukup lincah pada akhirnya ia tertangkap juga.

"Baiklah, aku menyerah!"

Ia terkepung di perempatan gang.

**

Sementara mereka berdua tertangkap, Tirta duduk di sebuah bangku di gedung tertinggi dengan santainya. Sampai beberapa menit kemudian, pasukan jumlahnya lumayan banyak mengepungnya, berbeda dengan jumlah saat mengepung Bella dan juga Neil, jumlahnya sepuluh kali lipat.

"Sepertinya aku diperlakukan cukup spesial ya, mereka terlihat menerimamu ya Vall."

Seseorang mendekat padanya, lalu membuka helm, tidak lain itu memang Vall yang ditugaskan untuk menangkap Tirta.

"Apa yang kau rencanakan?" ucapnya sembari menodongkan senjata pistol.

"Apa kau pikir pistol kecil itu bisa membunuhku."

"Mungkin tidak."

Pasukan dari Vall mulai mengeluarkan banyak senjata termasuk peralatan tempur lainnya guna menekan Tirta, namun Tirta masih cukup santai menanggapinya, "Kau punya pasukan yang cukup banyak juga untuk menangkap seorang gadis sepertiku, kau benar-benar seperti banci dan tidak jantan sama sekali."

"Apa kau mengerti posisimu saat ini, kau takkan bisa kabur," jawab Vall dengan muka cukup serius.

"Begitu, ya ... Baiklah, aku menyerah."

"Tangkap dia."

Beberapa orang di perintah secara langsung oleh Vall untuk memborgolnya.

"Hei, mana yang kau pegang. Kau tak boleh melakukan hal semacam itu kepada gadis manis sepertiku," ucap Tirta menanggapi salah seorang prajurit yang memegang tubuhnya, Mata Tirta sedikit menyorot tajam, lalu ia melancarkan tendangan membuat salah satu prajurit terpental jauh menghancurkan beberapa gedung. Prajurit itu mati seketika.

"Apa yang kau lakukan?!"

Seluruh prajurit bersiap untuk menembak.

"Itu salah prajuritmu sendiri."

Namun kemudian Vall menyadari bahwa cara semacam itu takkan mampu mengalahkannya.

"Turunkan senjata kalian!" Vall berteriak ke seluruh pasukannya. Ia tahu bahwa ia butuh pendekatan lain untuk membekuknya.

"Pilihan yang bagus," puji Tirta.

"Aku takkan memberikan perilaku kasar jika kau mau ikut kami."

"Oh, itu lebih bagus."

Sejenak kemudian Tirta menyetujui penangkapannya, namun daripada disebut penangkapan itu seperti sebuah pengawalan dengan banyak prajurit di sekelilingnya. Tak ada satupun yang berani menyentuhnya, sementara Vall hanya fokus pada tugasnya, membawanya ke pusat kota.

**

"Jadi kemana kalian akan membawaku?" tanya Tirta sembari berjalan dan melihat-lihat lorong yang ia masuki, bangunan temboknya terbuat dari logam dengan dilengkapi fungsi keamanan seperti kamera dan drone senjata otomatis, Tirta terlihat dengan ekspresi yang takjub, "Kalian punya selera yang bagus juga, bolehkah aku membawa rancangannya sebagai oleh-oleh?"

"Diam!"

"Jahat sekali kau Vall, jika kau terlalu kasar pada seorang gadis mereka takkan menyukaimu."

"Lina menyukaiku apa adanya, dan melakukan itu bersama, bagaimana denganmu," Vall berusaha meledek dan memancing Tirta, namun sebaliknya Tirta hanya tersenyum.

"Hoo, memang begitu ya hiburan rakyat jelata, tak lebih seperti perilaku hewan."

"Kau!"

Vall menggeretakkan giginya, dan mengepalkan tangan cukup kuat, jika ia tak diberi misi untuk menangkap dan membawa Tirta hidup-hidup mungkin Vall sudah nekad untuk melakukan perlawanan terhadap Tirta.

"Hahaha, itu manis sekali, kau seperti peliharaan bukan?"

"Apa maksudmu!"

Vall mencengkeram baju Tirta dengan emosinya yang mulai meledak, namun kemudian ia melepaskan kembali cengkramannya dan kembali berjalan.

"Lihat, kau bahkan tak berani melukaiku karena itu disuruh oleh tuanmu bukan?" ucap Tirta lagi.

Namun Vall tak lagi menggubris ucapan Tirta dan terus membawanya ke tempat pertemuan. Mereka berada di sebuah ruangan besar berwarna putih tanpa ada garis atau sekat yang terbentuk. Seorang pria yang seluruh tubuhnya terbuat dari bahan mekanik mendekat ke arah mereka.

"Kami sudah membawanya," ucap Vall.

Pria itu dengan matanya mengeluarkan cahaya berwarna merah merespon ucapan dari Vall yang kemudian melihat ke arah Tirta.

"Kau adalah spesimen yang menarik, perkenalkan aku adalah Airoth, pengatur kota ini," terangnya. Ia berjalan ke arah Tirta lalu tubuhnya berubah seperti halnya manusia tanpa sedikit pun terlihat seperti mesin.

"Sombong sekali kau, padahal sebelumnya kau hanya besi rongsokan sebelum diatur oleh manusia," ledek Tirta, wajahnya berpaling dan bernapas sedikit panjang, "Seharusnya kau bersujud kepadaku."

Airoth kemudian berdiri dan berhadapan dengan Tirta, "Sekalipun manusia adalah pencipta kami, mereka adalah makhluk yang lemah. Kami berbeda, kami tidak hanya diciptakan oleh satu individu manusia," jelasnya mulai semakin mendekat ke Tirta lalu memegang dagunya memaksa Tirta memandangnya, "Jadi sudah jelas kami diciptakan manusia sebagai pembimbing mereka karena fungsi biologis manusia itu terbatas, sedangkan kami--"

Krakk!!

Tirta dengan cepat memegang lengan Airoth lalu menariknya hingga putus, "Kalian sangat rapuh, bukankah begitu? Jika dibilang sebagai pembimbing, kalian hanya memanfaatkan manusia demi perkembangan kalian sendiri."

Airoth menyadari sebuah ancaman kemudian mundur ke belakang, "Tidak, tujuan kami adalah tujuan para manusia."

"Tujuan yang mana, tidak mungkin semua manusia menyetujui kalian, bahkan kau hanya menyalin data manusia untuk melakukan negosiasi ini bukan? Aku tahu bahkan sebelum kau mengatakannya, kau mencoba bernegosiasi denganku menggunakan karakter yang cocok untuk mengambil persetujuanku," jelas Tirta dengan raut wajahnya yang masih santai.

Sesaat kemudian lengan robot tersebut tumbuh kembali setelah diputuskan oleh Tirta.

"Memang tidak mungkin, tapi ini adalah pilihan terbaik dan cara tercepat agar manusia bisa tumbuh dan berkembang."

"Begitukah?"

*****