webnovel

Penyembuhan

Aku melihat lautan yang luas, lautan yang cukup tenang. Di sekitar pijakanku terdapat rerumputan, hawanya cukup sejuk. Langit-langitnya biru, awan bergerak pelan di terpa angin. Perlahan muncul cahaya menyilaukan, kemudian berubah menjadi gelap, hingga suara kecil terdengar memanggilku.

"Hei, kau baik-baik saja?"

Suara itu, suara Tirta, samar-samar kemudian secara jelas aku mulai benar-benar melihat sosoknya, kupandangi sekitar, aku sedikit terkejut sudah berada dalam kamar.

"Aghh- bagaimana kau bilang baik-baik saja, tubuhku rasanya sakit semua," ucapku secara pelan.

"Iya, maksudku keadaan mentalmu. Kalau soal tubuhmu, sudah pasti tidak baik-baik saja."

Ia mendekat memperlihatkan wajahnya yang seperti polos dan tak berdosa. Apakah ia berusaha untuk menghiburku?

"Aku baik-baik saja. Tapi- Aggh."

"Hei, jangan bergerak dulu. Kau tahu organ dalammu itu memiliki kerusakan yang benar-benar parah, lambungmu robek, kerongkonganmu hampir pecah, tulang-tulangmu retak, ototmu banyak yang sobek, untungnya aku tepat waktu untuk datang."

"Apa aku bisa kembali seperti semula?"

"Tentu saja, tapi untuk 2 hari ini kau tidak boleh bergerak, jika kau mau benar-benar sembuh."

Sekarang dia bertingkah seperti seorang dokter, dalam raut wajahnya ia sama sekali tidak memperlihatkan raut kekecewaan meski waktu itu aku mengambil inisiatif untuk menyelamatkan seseorang dan berakhir bodoh seperti ini.

"Apa dia baik-baik saja."

"Jangan khawatir, dia sudah aman. Lebih baik kau fokuskan dirimu untuk penyembuhan, dan jangan gunakan kekuatan astralmu untuk sementara, lalu jangan banyak tanya."

"Baiklah."

"Kalau begitu aku permisi dulu, semoga lekas sembuh."

Otot-ototku masih serasa lemah, badanku serasa hanya tinggal kepala. Setidaknya aku tidak sampai mati oleh Goblin itu. Tapi, membayangkannya lagi benar-benar membuatku ngeri. Tirta pasti sudah melewati banyak hal untuk ini. Aku rasa lebih baik aku kembali tidur saja untuk sekarang. Lukaku sebelumnya harusnya membuatku mati saat itu. Tapi Tirta menyelamatkanku, aku seperti mendapat balas budi. Tidak- kurasa ia benar-benar peduli, bukan karena hanya balas budi.

**

Suara dernyitan pintu terdengar, sosok Tirta kembali terlihat di hadapanku. Sekarang sudah jam sore, kupikir ia hanya mencoba memeriksa keadaanku.

"Kau sedang apa?"

Nampak Tirta membawa 1 ember berisi air dan juga handuk kecil, ada barang yang terlihat itu adalah sabun dan peralatan mandi lainnya.

"Tentu saja memandikanmu."

"Tunggu-tunggu Tirta, apakah memang harus dirimu melakukan hal semacam ini?"

Ia mendekat ke arahku, kemudian membuatku untuk duduk di kasur. Tentunya ini membuatku panik, aku tak tahu dia melakukannya sampai sejauh ini.

"Bukankah sebaiknya menunggu aku sembuh saja agar aku bisa melakukannya sendiri?"

Tubuhku tak dapat melawan, ia mulai membasuh punggungku dengan air yang cukup hangat, ini benar-benar memalukan, sungguh! bahkan orang terdekatku ketika sakit pada waktu di duniaku dulu, tak ada yang melakukan hal semacam ini.

Ia menghela napas, "Kau itu sakit, memangnya mana yang lebih penting? kesembuhanmu atau rasa malumu itu?"

"Tapi ... Aku merasa tidak enak denganmu."

"Apa diperlakukan semacam ini, membuatmu sedih?"

"Tidak juga, justru aku berterimakasih, hanya saja ..."

"Kalau begitu tidak masalah, kau sudah disini cukup lama kan? Sebagai ratu, aku takkan membiarkan orang seseorang yang ada disisiku mati atau menderita begitu saja."

Ia memperlakukanku seperti seseorang yang berharga baginya, apa dia menganggapku benar-benar berharga? Atau hanya karena formalitasnya sebagai ratu? Tidak ... Aku rasa ini adalah perasaan yang tulus dari dirinya, meski aku cukup kaget ketika batas antara kasta kami seperti tak ada.

"Apa kau juga melakukan ini ketika dulu kerajaan ini masih besar?"

"Tidak juga, karena memang kondisinya berbeda, berbanggalah kau mendapat layanan khusus dari seorang putri yang cantik sepertiku."

"Perlakuanmu itu membuatku salah paham, bagaimana kalau aku merasa bahwa kau benar-benar mencintaiku?"

Ia menghentikan usapan handuknya ke badanku, perkataanku itu mungkin jadi menyinggungnya harusnya aku diam saja.

"Jangan kaku begitu, aku mencintai semua orang yang berjuang disisiku," tegasnya dengan melemparkan senyum ke arahku, berbanding terbalik dengan yang kuprediksi.

"Baiklah, saatnya berbaring," Ia membuatku merebahkan tubuhku kembali, menjadi sakit benar-benar tak menyenangkan. Mungkin ada sisi baiknya dimana semua hal akan dikerjakan oleh orang lain untuk membuatmu tetap sembuh, tapi itu juga menjadi sisi buruk, sebab orang lain akan kerepotan karenanya.

"Tu-tu-tunggu, apa yang kau lakukan?!"

"Apa, tentu saja melucuti celanamu."

Wajahnya cukup datar, dan itu semakin membuatku malu, hal semacam ini seolah ia tak menganggapku sebagai seorang laki-laki.

"Hei ... jangan."

"Padahal sebelumnya, kau tak memberikan reaksi penolakan."

Aku mengerti, waktu aku terluka berat, ia pasti mengganti pakaianku, dan melihat seluruh isi dari tubuhku. Aku pikir yang menggantinya adalah Vall dan temannya karena kami sesama laki-laki, tak kusangka Tirta yang melakukannya.

"Hei, lihat wajahmu memerah," senyum Tirta, ia terlihat sengaja menggodaku, aku tahu karena itu memang sifatnya. "Haha, baik-baik, aku takkan melakukannya, semoga besok kau sudah bisa melakukan aktifitasmu."

Ada perasaan lega ketika ia kemudian pergi, sejujurnya aku tak mau bila nanti terjadi skandal diantara kami, ia melakukan hal yang baik, namun jika ia lupa batasannya itu sama saja berakhir sebaliknya. Meskipun, hanya ada aku, orang-orang Lina, dan dia yang berada disini.

*****