webnovel

Misi Pembasmian

Setelah aku mengungkapkan perasaanku, ada rasa lega namun tetap saja agak canggung setelah semua ini. Hari ini kami berkemas untuk melakukan misi ekspedisi pertama yang direncanakan oleh Tirta. Ia berencana ke wilayah barat bersama denganku, Vall, dan juga Lina. Sementara Moriv tinggal disini bersama Neil yang masih terluka cukup parah akibat pertarungan yang terjadi sebelumnya.

Aku cukup membawa beberapa senjata dan peralatan seperti obat-obatan dan makanan. Tapi hal semacam ini, entah kenapa ada yang kurang, serasa kurang instan. Jika saja aku bisa menyimpan seperti dalam sebuah game pasti akan lebih baik.

"Kenapa lama sekali, ayo kita berangkat."

"Jangan mengagetkanku."

Tiba-tiba Tirta langsung berada di depan pintu begitu saja tanpa mengetuk atau mengucapkan permisi, kadang-kadang keberadaannya itu memang sulit di deteksi.

"Em, jangan khawatir, aku sudah siap! Ayo berangkat."

Aku langsung berdiri dan mengambil saja sesuatu yang diperlukan tanpa berpikir panjang lagi. Kemudian aku berjalan ke arah Tirta, dan melewati lubang pintu di sampingnya, namun ia kemudian memegang pundakku.

"Tunggu sebentar, kau kelihatan gugup sekali Mikka."

"Memangnya aku kelihatan seperti itu."

"Ya, apa kau memikirkan masalah kemarin?"

"Jangan khawatir soal itu, ayo kita segera berangkat."

"Baiklah."

Yang dimaksud itu mungkin soal ungkapan perasaaanku sebelumnya, pastinya aku masih sedikit canggung soal tanggapannya, tapi itu tak masalah. Lagipula aku masih diberi lampu hijau olehnya bila kriteria yang ia inginkan sudah sesuai.

***

"Baiklah dengarkan ini ..."

Tirta menjelaskan rute yang ingin dilaluinya. Ia menunjukkan peta yang terlihat cukup kuno. Ia beralasan lebih mudah menjelaskannya menggunakan peta semacam itu.

Kami dibagi menjadi 3 tim, salah satunya menjadi pengawas apakah aman untuk melakukan penyerangan pada salah satu desa iblis. Menurut Tirta beberapa iblis perlu dibasmi agar tempat kami tidak diketahui dengan cepat oleh mereka, karena sistem dimensi yang ia buat berpindah-pindah wilayah. Namun ketika para iblis mulai menempati banyak wilayah, itu akan amat sulit untuk berpindah. Itulah mengapa beberapa waktu belakangan ini mulai banyak iblis yang tahu tempat kami. Tirta mengatakan istana hanya berpindah 3 hari sekali, maka cukup aman bila kami kembali sebelum sampai 3 hari. Disamping itu ia juga ingin menyelamatkan para penduduknya dari perbudakan iblis jika ada.

Vall dan Lina kemudian mendokumentasikan peta dan jalurnya dengan peralatan canggih mereka, masing-masing mereka menjaga jarak 1 km dari arah kanan dan kiri kami kemudian berjalan beriringan.

"Apa tak masalah membuat mereka berjalan sendiri-sendiri?" tanyaku pada Tirta ketika posisiku berjalan membelakanginya.

"Jangan khawatir, mereka berdua lebih kuat dari dirimu bukan, lagipula tugas mereka hanya mengintai saja."

"Ya, aku paham soal itu. tapi?"

"Mereka sudah sering mendapatkan misi berbahaya, lagipula peralatan mereka juga cukup untuk memetakan tempat ini secara efektif walaupun mereka baru pertama kali berada disini."

Ya, aku bisa mengerti soal itu.

**

Kami sudah berjalan selama hampir setengah jam, jejak kami menghilang selama beberapa menit karena tersapu oleh angin padang pasir ini. Melihat pemandangan langit tetap saja bagiku sedikit menyeramkan walaupun beberapa kali aku sering melihatnya, warna ungu semburat merah lalu kehitaman agaknya cukup memberikan kesan keputusasaan.

Beberapa saat kemudian kami memasuki wilayah dengan permukaan kurang rata, ada banyak bebatuan serta pohon yang kering. Namun wilayah ini juga sedikit berkabut jadinya jarak pandang kami terbatas.

"Entah kenapa hawa sunyi ini terlihat menyeramkan."

"Ya, mungkin karena kita sudah sedikit dekat dengan pemukiman mereka. Mungkin sekitar 2 kilometer lagi."

2 Kilometer bagiku masih cukup jauh, terakhir kali aku berjalan 2 kilometer adalah ketika masih bersekolah menengah, berjalan kaki sewaktu berangkat dan pulang sekolah, kalau diingat-ingat perjuanganku waktu itu lumayan keras juga. Tapi, tetap saja itu tidak cukup.

"Hei Mikka, hubunganmu dengan keluargamu sedang memburuk ya?"

Tiba-tiba saja, Tirta membahas lain. Tapi bisa saja ia memang ingin mengetahui lebih detail soal diriku. Namun aku tak tahu mengapa diantara semua bahasan, ia membahas soal keluargaku.

"Bagaimana kau tahu."

"Sudah terlihat dari tingkah lakumu bukan? Pada dasarnya orang yang pergi jauh akan selalu rindu dengan keluarganya."

Itu benar, aku tak membahas sedikit pun soal keluargaku, baik ayah, ibu, maupun adik-adikku. Mereka selalu menganggapku anak dan kakak tak berguna entah seberapa besar pengorbananku. Hanya karena diriku tak sesuai harapan mereka.

"Iya, mungkin bisa dibilang, mereka selalu menekanku, dan kadang aku berpikir bagaimana jika aku tidak ada, apakah mereka akan menyesal ketika kehilanganku."

"Bagaimana kalau mereka yang tak ada?"

"Jangan bilang seperti itu, bagaimanapun juga mereka ..."

"Ya, seperti itu. Jika ada kesempatan berbaikanlah lalu berusahalah membuat mereka mengerti."

Andai saja semudah itu, tapi perkataan Tirta menyadarkanku, bahwa aku tidak benar-benar membenci mereka, hanya saja aku juga memiliki harapan yang sama agar mereka mau sedikit melihat diriku lebih dalam lagi atau agar mereka lebih berusaha agar selalu tidak bergantung padaku.

"Kau ini seperti tahu saja permasalahanku."

"Tidak juga, ini hanya berdasar pengalaman, seperti halnya ketika kita memiliki profesi tertentu, dan kita paham akan seluk beluknya hal itu."

"Jadi menurutmu, apa masalah kami dapat terselesaikan?"

"Ya, tidak ada masalah yang tidak dapat terselesaikan, setiap pintu masuk pasti ada pintu keluar."

Bicara saja memang mudah, tapi menjadi seperti ini juga kurang baik. Aku rasa Tirta ada benarnya, mungkin karena ia kehilangan orangtuanya, jadi ada rasa penyesalan ketika ia tak dapat menemui mereka kembali.

**

Tak berapa lama muncul sebuah bayangan tak jauh dari tempat yang kami pijaki, seperti makhluk yang sedang berjalan.

"Itu goblin?" ucap Tirta

"Lagi?"

"Kau mau membasminya, ada 3 goblin disana."

"Baiklah, aku akan melakukannya."

Ada yang berada di balik pohon tua, sisanya seperti sedang melakukan patroli. Aku ingin mencoba seberapa besar perkembanganku setelah melakukan petualangan sendirian di dunia lain, dan memakan pil-pil itu.

Sesaat kemudian aku melewati Tirta, lalu melakukan persiapan dengan mengeluarkan tongkat dan beberapa pisau yang kutaruh di kantung saku sebelah kanan pahaku.

Aku kemudian berlari mendekat ke arah mereka, dan ...

Jrashh!

*****