webnovel

Bab 13: Kebenaran yang Terungkap

Hujan deras turun di luar, membasahi dunia dengan keheningan yang dingin. Malam itu begitu pekat, seolah-olah kegelapan menelan setiap cahaya yang mencoba menembusnya. Di dalam kamar Lily, suasana tidak kalah tegangnya. Raka duduk di kursi, dikelilingi oleh empat sosok yang pernah ia ciptakan sebagai Chaos God, tetapi kini hidup sebagai manusia seperti dirinya. Lily, Selene, Luna, dan Tia memandangnya dengan campuran ketakutan dan rasa hormat.

Raka: (menghela napas, mencoba memecah keheningan) "Jadi... kalian menunggu perintah dariku? Kedamaian selama 800 tahun ini... apakah itu karena kalian menunggu persetujuanku untuk memulai invasi?"

Lily: (menatap Raka langsung, serius) "Ya, Tuanku. Kami tidak bisa melanjutkan invasi tanpa persetujuan Anda. Itu adalah bagian dari peraturan yang Anda tetapkan untuk kami."

Luna: (duduk di sebelah Lily, bicara dengan lembut) "Kami sempat mencoba untuk memulai invasi saat giliran saya, tetapi tidak ada tanggapan dari Anda. Saat itulah kami menyadari... Anda tidak ada di sana."

Tia: (biasanya ceria, kini berbicara serius) "Anda selalu memberi tahu kami jika ingin pergi, bahkan jika hanya untuk waktu singkat. Tapi ketika game baru saja dimulai, Anda tiba-tiba menghilang begitu saja."

Selene: (pendiam, akhirnya angkat bicara dengan nada pelan) "Saat itulah kami menyadari ada mod baru yang terpasang. Setelah membaca deskripsinya, kami khawatir sesuatu terjadi pada Anda..."

Raka: (ekspresi serius, memotong pembicaraan) "Kalian menggunakan mod itu, dan itu yang membuat kalian terinkarnasi di sini, bukan?"

Selene: (menundukkan kepala, merasa bersalah) "Benar, Tuanku. Kami melakukannya tanpa mempertimbangkan risiko, dan itu membawa kami ke dunia ini, 800 tahun yang lalu, saat semuanya dimulai."

Raka: (termenung, mencerna informasi) "800 tahun ya... waktu dalam game ini sangatlah cepat. Kalau dikalkulasi, 800 tahun itu sekitar 2 setengah jam di dunia nyata. Lama juga ya." (menggeleng pelan) "Tapi tunggu, kalau begitu, kenapa kalian masih hidup sebagai siswa sekarang? Bukankah seharusnya kalian bisa kembali menjadi AI setelah mati di dunia ini?"

Lily: (berbicara dengan nada hampir berbisik) "Kami... kami tidak bisa kembali. Setiap kali kami mati di dunia ini, kami hanya bereinkarnasi sebagai manusia lagi, terus menerus, tanpa henti."

Raka: (menghela napas panjang, kecewa) "Sial... Aku berharap kalian bisa membantuku menghapus mod itu dan keluar dari sini."

Keempat Chaos God itu menundukkan kepala mereka lebih rendah, rasa bersalah jelas terpancar. Melihat mereka seperti itu, hati Raka melembut. Ia berdiri, mendekati mereka, dan dengan lembut mengelus kepala mereka satu per satu.

Raka: (tersenyum kecil) "Meskipun begitu, terima kasih. Kalian sudah peduli padaku dan datang mencariku. Itu berarti banyak."

Keempat Chaos God :(tersenyum kecil, serempak) "Sama-sama, Tuanku."

Raka: (coba meringankan suasana) "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan empat Chaos God lainnya? Kalian tahu di mana mereka sekarang?"

Luna: (menjawab lebih ceria) "Ah, mengenai mereka. Malaria, God of Plague, sekarang dikenal sebagai Ariana dan menjadi anggota Plague Hunter. Ilumina, God of Wonder, sekarang bernama Lumine dan bekerja di White Magic Tower."

Lily: (menambahkan dengan kehati-hatian) "God of Sadness, Aella, sekarang bernama Kaela dan menjadi penerus Merchant Guild."

Namun, saat nama terakhir disebutkan, suasana kembali tegang. Keempat gadis itu tampak ragu melanjutkan.

Raka: (mengernyit, merasa ada yang disembunyikan) "Apa ada yang salah dengan Eleris, God of Sun? Apa yang terjadi padanya?"

Lily: (mengalihkan pandangan, nada cemas) "Dia... eh, mungkin sebaiknya kita bicarakan lain waktu. Lagipula, Raka, kamu harus kembali ke asramamu. Jam malam akademi hampir tiba."

Raka: (merasa ada yang disembunyikan, tapi memilih tidak memaksa) "Baiklah."

Saat Raka hendak pergi, Lily memanggilnya.

Lily: (dengan suara lantang) "Raka! Tunggu!" (memberikan sebuah kotak kecil) "Mungkin tidak seberapa, tapi tolong gunakan dengan baik ya, dan jangan dibuka dulu!"

Raka: (tersenyum kecil, menerima kotak itu) "Oke. Terima kasih. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Setelah berpamitan, Raka meninggalkan kamar itu, langkahnya terasa berat di bawah rintik hujan yang semakin deras.

Setelah Raka pergi, keempat gadis itu saling menatap dengan cemas.

Lily: (suara penuh keraguan) "Bagaimana kita akan menjelaskan semuanya padanya? Apa ini bisa membuatnya membenci kita?"

Luna: (menenangkan dengan lembut, meletakkan tangan di bahu Lily) "Berbohong hanya akan memperburuk keadaan. Kita harus berbicara apa adanya. Aku yakin dia akan mengerti dan memaafkan kita."

Lily: (menatap langit-langit, penuh kekhawatiran) "Kuharap kau benar, Luna. Kuharap kau benar."

---