webnovel

IMAGINAREAL - ZARREL

Suatu hari Zarrel bertemu dengan rohnya Verlyn, ia meminta tolong agar dicarikan barang bukti oleh si pelaku yang sudah membuat dirinya koma selama ini. Pelaku sudah diketahui, hanya barang bukti saja yang hilang. Zarrel pun mulai melewati harinya yang penuh menegangkan. Menghindari maut yang setiap kali mengincar dirinya. Ketika barang bukti berhasil ditemukan, ternyata itu belum selesai. Hal mengerikan kembali terjadi dihari berikutnya. Kejadian tidak terduga mulai bermunculan. Dan lagi-lagi mengincar nyawa mereka. Karena tidak ingin terus berada dalam bahaya, akhirnya Zarrel dibawa kembali orangtuanya ke Filipina agar tidak bertemu Verlyn lagi. Disana Zarrel merasa tidak bebas dan merasa tidak nyaman. Akhirnya selang beberapa bulan berlalu, ia pun kembali ke Indonesia bersama orang baru yang menjadi teman serumahnya. Karena mereka sama-sama memiliki kelebihan sensitif pada hal mistis, mereka pun melakukan petualangan bersama. Bagaiamana petualangan Zarrel kali ini? Misteri apa lagi yang akan ia hadapi? Akankah ia berhasil mengindari maut yang mungkin megincarnya lagi? Bacalah kisah selengkapnya.

Votavato · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
75 Chs

CHAPTER 21

"Siapa kamu?!"

"Heh! Lo mau ngapain Zarrel?!" seru Verlyn dan Zarrel bersamaan.

"Beruntung banget lo juga ke sini, Verlyn. Gue jadi mudah mengirim kalian berdua ke neraka, hahaha!" seru orang itu lagi yang ternyata adalah Azzar dengan tawa khas seorang psikopat yang haus darah. Entah dia tahu dari mana kamar Zarrel, orang sakit seperti dia kadang ada saja akalnya untuk mengelabui orang lain.

"Eh, lo jangan macam-macam, ya! Ini rumah sakit! Sedikit aja lo coba-coba nyakitin Zarrel gue bakal teriakin lo!" seru Verlyn yang langsung menghampiri ranjang Zarrel untuk melindunginya. Zarrel yang kembali syok dengan keberadaan Azzar saat itu mulai merintih sakit dengan jahitan diperutnya yang belum kering sepenuhnya, "Zarrel lo nggak apa?" tanya Verlyn cemas melihat Zarrel yang meringis.

"Aku takut," sahut Zarrel sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.

"Lo---"

"Persetan dengan drama kalian!" Azzar mengeluarkan senapan laras panjang yang sempat melukai ginjal Zarrel waktu itu, kemudian ia menarik pelatuknya mengarahkan ke Verlyn, "well, sepertinya lo yang harus duluan ke neraka, Verlyn!"

Verlyn celingak-celinguk mencari benda yang dapat menjatuhkan senapan itu. Senapan itu sangat berbahaya, hanya orang tertentu yang boleh memilikinya. Bagaimana bisa Azzar mendapatkannya?

Verlyn kini siap memakai tongkat infusnya untuk memukul senapan Azzar. Namun, belum sempat ia melayangkan tongkat infusnya....

"Azzar... aku mohon jangan lakukan itu! Aghs! Katakan sesuatu... apapun yang kamu mau... kita bakal turutin itu!" seru Zarrel yang mencoba berteriak membuat perutnya semakin terasa sakit.

"Gue maunya kalian mat---"

DOR!!!

Dor!! Dor!! Dor!!

Seketika tubuh Azzar tumbang disertai suara tembakan bertubi-tubi dari senapannya yang mengarah sembarang akibat kaget dan terjatuh. Hampir saja satu peluru tembus ke kepala Verlyn jika ia tidak langsung menunduk. Beberapa polisi yang entah kapan tahu sudah ada dilokasi itu segera meringkus tubuh Azzar yang sudah tak sadarkan diri. Mereka tidak menembakan peluru melainkan obat bius penenang untuk orang sakit jiwa.

"Cepat bawa dia pergi dari sini, Pak! Jangan sampai dia berhasil kabur lagi," seru Veryn sesaat para polisi menggotong tubuh Azzar. Lalu para polisi itu langsung pamit pergi.

"Verlyn... s-sak-kit!"

"Astaga! Tunggu sebentar, Rel!"

Dengan wajah panik Verlyn segera berlari keluar mencari dokter, sialnya semua dokter sedang sibuk dengan pasiennya masing-masing. Pantas saja lorong yang sepi itu memberi kesempatan buat Azzar tadi. Verlyn terus berlari kesana-kemari mencari suster ataupun dokter yang dapat menolongnya.

"Dokter! Dokter! Tolong teman saya, Dok! Dia kesakitan!" teriak Verlyn sesaat melihat seorang dokter muda yang entah dari mana mau ke mana.

"Tap-tapi saya---"

"Aduh cepatan, Dok!"

"I-iya iya!" sahut dokter itu seraya mengambil ranselnya yang tergeletak dikursi.

Verlyn tidak tahu kalau yang ia tarik itu bukanlah seorang dokter sungguhan melainkan seorang mahasiswi yang lagi magang. Tapi, setidaknya dia sudah cukup terlatih untuk mengatasi orang sakit.

Sesampainya dalam ruangan Zarrel, dokter magang itu segera menangani Zarrel, ia lalu menyuntikan obat pereda sakit melalui infus Zarrel. Beberapa saat kemudian Zarrel sudah lebih merasa baikan.

"Saya permisi dulu," pamit dokter magang itu.

"Terima kasih, Dok!" Dokter itu hanya mengangguk lalu pergi keluar dan menutup pintu kembali.

"Zarrel gimana perutnya? Masih sakit?" tanya Verlyn sembari mengambil kursi dan duduk di samping brankar Zarrel.

"Sekarang sudah mendingan kok, Ver. Em... Ver, apa sekarang kamu sudah ingat aku?"

"Gue nggak tahu, Rel. Kadang gue merasa deja vu, tapi gue masih belum percaya. Maafin gue, Rel!" ucap Verlyn seraya menatap wajah Zarrel yang kembali sendu.

"Nggak apa kok, Ver. Aku yakin suatu saat kamu pasti ingat semuanya," ucap Zarrel seraya tersenyum lalu mengelus wajah Verlyn. Tak ada suara lagi diantara keduanya, seolah waktu berhenti berjalan. Mereka terus melihati wajah satu sama lain. Saling mengagumi dan meresapi rasa yang hadir.

"Verlyn!" seru pria tua yang tak lain adalah papanya Verlyn. Seperti sebelumnya tak pernah mengetuk pintu terlebih dulu apalagi ucapkan salam.

"Papa?"

"Kamu nggak apa, Sayang?" Dirga memeriksa seluruh tubuh Verlyn takut ada yang lecet dengan anaknya.

"Verlyn nggak apa kok, Pa."

"Papa dengar Azzar tadi ke sini, apa dia menyakiti kamu lagi?"

"Nggak sempat, kok, Pa. Sebelum dia ngelakuin macam-macam dia sudah keburu ditembak sama polisi."

Tadinya Zarrel ingin ikut bicara juga, tapi rasa kantuk menyerangnya sehingga ia pun tertidur dalam keadaan masih ada orang didekatnya.

____________________

"Papa, kenapa mama nggak pernah nengokin kami?" tanya Riyal yang kini sudah sehat dan berada di rumah yang dulu sempat dibeli Verlyn melalui hasil tabungannya. Mereka tengah duduk di kursi dengan meja bundar di belakang rumah.

"Sebenarnya mama sudah meninggal, Nak. Sejak kecelakaan pesawat delapan bulan lalu. Waktu itu mama mau nyusul papa ke Polandia entah dalam urusan apa. Papa cuma dapat kabar itu dari oma Gate (nenek Verlyn dari pihak mamanya) beliau bilang pesawatnya terbakar dan terjatuh di laut."

Verlyn yang mendengar itu tidak langsung menangis, begitupun Riyal. Meski dulu mereka sangat dekat dengan mama mereka, tapi mereka tidak secengeng orang lain saat ditinggal pergi seseorang. Jangan tanya bagaimana perasaan mereka. Pasti hancur dan sakit.

"Papa tahu di mana makam mama?" tanya Verlyn.

Dirga menggeleng pelan, "Papa juga nggak tahu, Nak. Oma nggak pernah mau ngasih tahu papa," Dirga menghapus air matanya sebelum terjatuh.

"Jadi, sekarang kita cuma punya papa aja, dong. Papa tinggal di sini aja, ya, Pa? Papa, jangan pergi lagi!" pinta Riyal sambil memeluk sebelah tangan Dirga. Dirga menatap Verlyn seolah meminta persetujuan.

"Papa tinggal di sini saja, Pa. Walaupun rumah ini kecil dan sederhana, tapi rumah ini cukup aman buat kita bernaung dan memulai hidup yang baru," ucap Verlyn seraya duduk di samping Dirga turut menggenggam tangan Dirga yang kekar.

Dirga memeluk kedua anak yang sangat disayanginya itu, seraya mencium pucuk kepala keduanya, "Terima kasih, Sayang. Papa janji mulai sekarang kita akan jalani hidup yang baru bersama kalian,"

*****

Beberapa minggu kemudian

"LO HARUS MATI VERLYN!!! LO HARUS MATI!!" teriak Azzar dalam keadaan yang memprihatikan. Tubuhnya dibalut kain yang langsung mengikatnya ke badan ranjang, itu dilakukan karena ia sering mengamuk dan menyakiti dirinya sendiri.

"Azzar!" panggil Verlyn yang kini bersama Zarrel sedang menengok Azzar yang berada di RSJ.

Semenjak kejadian itu Verlyn dan Zarrel tidak lagi seperti orang musuhan. Namun, tetap saja Verlyn masih belum ingat semuanya. Kadang ia merasa deja vu, tapi ketika ia mencoba berusaha mengingat semuanya, kembali kepalanya terasa sakit. Membuat Zarrel tak lagi memaksa Verlyn untuk ingat. Ia takut hal itu membuat kepala Verlyn jadi kenapa-kenapa.

"VERLYN LO NGGAK PANTAS HIDUP!! LO PANTASNYA MATI!!!" teriak Azzar lagi dengan histerisnya.

"Ver, pulang, yuk! Aku takut," bisik Zarrel dengan menggenggam tangan Verlyn.

"DOKTER RANTY ITU PEMBUNUH!!! DIA PENGKHIANAT!!"

Tubuh Zarrel menegang sesaat mendengar ocehan Azzar. Takut-takut ia memperhatikan wajah Verlyn yang berubah heran.

"Maksud lo apa, Azzar?"

"ORANG ITU!!" Teriaknya dengan menatap tajam ke Zarrel.

"Kenapa dengan Zarrel, Zar?"

"DIA ANAK PEMBUNUH!" teriak Azzar lagi. Untung saja ruangannya kedap suara.

"Ve-Verlyn, kita keluar, yuk! Dia mulai ngaco ngomongnya," seru Zarrel dengan menarik-narik ujung baju Verlyn. Ia memang takut dengan teriakan apalagi teriakan penuh amarah disuara Azzar itu.

"LO BEGO VERLYN!! LO TEMENAN SAMA ORANG YANG IBUNYA SUDAH HAMPIR MENGHILANGKAN NYAWA LO!!"

"Maksud lo?"

"IBU DIA JUGA TURUT ANDIL DALAM PERISTIWA ITU!! DAN HARUSNYA LO MATI VERLYN!! GUE NGGAK RELA LO HIDUP LAGI!! ARRGGHH!!!"

"Benar itu Zarrel?" tanya Verlyn dengan tatapan yang sulit diartikan ke Zarrel.

...