webnovel

30. Takut Bukan Benci

Alina yang berdiri di kejauhan merasa tidak asing dengan sosok itu. Sedangkan Maya di sampingnya sudah membulatkan matanya lebar-lebar, dengan bibir tak terkontrol ia berbicara sembarangan, "Bukankah itu sekretaris yang digosipkan gay dengan suami mu? Aku pernah melihat wajahnya di majalah dan itu sangat tampan. Dilihat secara langsung, aku sadar ia memiliki kulit yang halus seperti bayi"

Tepat setelah Maya mengatakan itu, Bakri baru saja berdiri dihadapan mereka. Bakri sempat mendengar beberapa kata terakhir dari gadis itu, tak sanggup untuk tidak terbatuk.

"Uhuk..uhuk"

Bakri tidak tau, apakah itu kalimat yang pantas dianggap sebagai pujian untuk seorang pria? Kulit halus seperti bayi? Tanpa sadar, Bakri mengelus belahan pipinya, dalam hati ia bertanya, 'Apakah ini sungguh sehalus bayi?'

Alina yang mendengarnya, mengangkat tangannya untuk menutup separuh bibirnya yang nyaris hampir tertawa. Sahabatnya ini terkadang jika sudah berbicara, itu suka terlalu jujur.

Menurunkan tangannya dari menutup mulut, Alina mengangkat kepalanya dengan tegas kearah Bakri. Mengerutkan dahinya, Alina menegaskan pertanyaan melalui tatapan matanya kearah Bakri, 'Untuk apa kau disini?'

Bakri yang sudah mengerti dengan arti dari tatapan itu dan sudah cukup terbiasa dengan sikap tak bersahabat Alina, ia hanya tersenyum sopan berkata, "Bu Alina, pak Zayyad dan saya datang untuk membawa anda kembali ke kota Y"

Alina menatap beberapa saat pada Bakri sambil mencerna apa yang baru saja dikatakannya.

'Dia dan Zayyad datang untuk menjemput ku kembali?' Mau tak mau ekspresi wajahnya seketika berubah. Alina berkedip beberapa kali kearah Bakri dan tertawa.

"Pftt.."

Bakri tidak tahu kenapa Alina tiba-tiba tertawa.

"Zayyad datang kemari dengan mu untuk menjemput ku?"

Sungguh lelucon ini mengocok perutnya sampai sakit. Seorang CEO yang sibuk dan gynophobic sepertinya bahkan punya waktu untuk menjemputnya di kota Z? Terlebih lagi mendatangi sebuah tempat yang di penuhi oleh perempuan seperti ini.

Rasanya tidak mungkin!

"Alina, suami mu sungguh datang untuk menjemput mu kembali ke kota Y!" Maya berseru sedikit keras.

"CEO sibuk sepertinya punya waktu untuk menjemput mu?" Mata Maya berbinar menatap takjub dan sekaligus iri kepada Alina.

"Ah, kau baru saja pergi dari kota Z, tapi suamimu sudah tak tahan untuk menjemput mu! hi..hi.." Maya terus saja berceloteh dan terkikik.

Wanita itu sama sekali tidak sadar, kata-katanya tadi sudah mengundang perhatian ribuan pasang mata kearah mereka.

Alina menyadari bahwa anak-anak itu mulai menatap kearahnya. Ia tidak tahu harus bersikap apa. Menatap kosong ke wajah ceria Maya yang polos, ia tidak tahu harus marah atau menangis karena temannya yang satu itu.

"Apa? Jadi mobil keren itu adalah milik dari suaminya bu Alina"

"Suami Bu Alina datang menjemputnya kemari? Ah, itu sangat manis"

"Kalian dengar ibu Maya bilang apa? Suami Bu Alina adalah seorang CEO, itu wajar Bu Alina tidak mengajar lagi di tempat ini"

"Ah, Bu Alina sungguh beruntung! Aku juga ingin sepertinya"

"Bu Alina itu cantik dan bermartabat! Itu wajar bos besar sebuah perusahaan terpikat padanya. Apalah daya kita ini yang biasa-biasa saja!"

"Huh, hanya mampu memimpikannya dalam tidur!"

Bisik-bisik itu mau tak mau terdengar oleh Alina dan Maya cengengesan di tempat menyadari kesalahannya, "Yah, anak-anak ini sangat tidak sopan menggosipkan guru mereka"

Alina menyipitkan matanya tajam kearah maya, "Itu juga karena guru mereka yang tanpa sengaja membuat topik"

Tepat ketika bel berdering. Akhirnya anak-anak bubar. Sebagian dari mereka mengeluh karena tidak mampu melihat wujud dari suami guru mereka yang katanya seorang CEO.

"Yah, padahal aku sangat penasaran apakah suami Bu Alina seorang yang tampan"

"Bukankah pria berjas hitam tadi suaminya?"

"Bukan, jelas-jelas ia memanggil Bu Alina dengan sopan 'ibu' mungkin itu asisten suaminya"

"Ah, bahkan asisten pribadi saja bisa setampan itu?"

"..."

Dan satu persatu obrolan panas tentang CEO dan suami Alina sudah lenyap tak bersisa. Halaman depan sekolah pun sudah kosong. Bakri yang diam-diam mendengar obrolan anak-anak itu, tak sanggup menyembunyikan rasa bangga di wajahnya dan berkata dalam hati, 'Apakah aku ini tampan?'

"Bu Alina, silahkan tinggalkan barang-barang anda. Pak Zayyad sudah menyiapkan beberapa orang yang mengurusnya nanti"

Alina tertegun. Jadi ini sungguhan Zayyad datang menjemputnya. Bukankah cukup dengan mengutus Bakri seorang? Dan kenapa kedatangan mereka tepat setelah ia mendapat keputusan dari kepala sekolah untuk dikeluarkan dari tempat ini? Bakri juga mengatakan bahwa Zayyad sudah menyediakan orang-orang yang mengurus barangnya.

Apakah mungkin Zayyad sudah tau tentang pemutusan surat kontrak mengajarnya hari ini? Tidakkah ini sedikit mencurigakan?

"Em" Alina hanya mengangguk. Ia sudah kehilangan pekerjaannya, kembali seorang diri ke kota Y tentunya butuh uang. Setidaknya dengan bersama mereka, ia tidak perlu mengeluarkan uang dan dapat lebih hemat.

"Alina aku ada kelas sekarang" Kata Maya sambil melirik arloji ditangannya.

"Kalau begitu pergilah!" Alina menepuk pundak Maya menyuruhnya pergi.

Maya mengangguk dan mereka saling berpelukan sebelum berpisah. Lalu Maya pun pergi sambil melambai kearah Alina.

Alina pun berjalan kearah mobil dengan Bakri yang mengikutinya.

Tepat didepan mobil hitam mewah itu, Alina berhenti. Beberapa kali ia pernah langsung membuka pintu, pasti Bakri langsung mencegahnya. Tidak peduli itu pintu depan atau belakang. Mengangkat wajahnya kearah Bakri, ia menyiratkan pertanyaan, 'Dimana aku duduk kali ini?'

Bakri yang mengerti terus membuka pintu belakang untuk Alina masuk. "Silahkan masuk Bu Alina" Pintu terbuka dan Alina jelas melihat ada seseorang duduk di bangku belakang.

Seorang pria berjas putih yang tampak sangat serius memperhatikan dokumen ditangannya. Alina melempar tatapan kearah Bakri, 'Kau tidak salah membuka pintu kan?'

"Kenapa tidak masuk?"

Suara tenang seorang pria muncul dari dalam mobil. Pria itu mengatakannya tanpa berpaling sedikit pun dari dokumen ditangannya.

"Oh, ku kira Bakri salah menawari ku tempat"

Tanpa sungkan Alina masuk kedalam dan Bakri pun menutup pintu. Alina baru saja menoleh kearah Zayyad dan baru saja berniat menggodanya. Hanya menemukan pria itu sudah memencet salah satu tombol di dekat tempat duduk.

Dan perlahan pembatas dari kaca muncul menengahi jarak antara mereka. Awalnya kaca itu transparan membuat Alina masih dapat memperhatikan wajah Zayyad dengan jelas. Tapi kaca transparan itu berubah menjadi hitam.

Alina menatap tak percaya pada pembatas itu. Apakah mobil mewah ini sungguh memiliki hal yang seperti itu didalamnya?

Bakri melirik sekilas dari kaca spion depan, tak sanggup untuk tidak menggelengkan kepala. Bakri tidak akan mengira bosnya begitu kreatif untuk memikirkan ide unik seperti itu. Sebelum pergi menjemput Alina hari ini, bosnya itu sudah memerintahkannya untuk membuat modifikasi khusus terhadap mobilnya tepat di bagian tempat duduk belakang.

Bakri tidak akan pernah mengira itu adalah pembatas khusus untuk memisahkan jarak antar dua orang yang duduk di bagian belakang.

"Aku baru saja kehilangan pekerjaan ku dan kau sudah datang menjemput ku" Alina membuka pembicaraan diantara mereka. Pembatas kaca ini tidak akan menghalangi suaranya kan?

"Bersama beberapa orang untuk mengangkut barang-barang ku, persiapan mu bagus juga"