webnovel

Ignored By My Husband? Well, I Don't Care

Sebelumnya, aku hanyalah pekerja kantoran yang hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa menjadi cepat kaya kemudian bisa bersantai dengan tenang tanpa mengkhawatirkan masalah uang dan kebutuhan hidup lainnya. Namun tiba-tiba aku tertabrak oleh sepeda motor yang dibawa oleh bocah berandalan dan tidak sadarkan diri. Saat itulah aku bermimpi masuk ke dalam sebuah dunia yang tidak ku kenal dan menjadi orang kaya dadakan. Aku menjadi seorang istri dari penguasa kaya raya namun di telantarkan oleh suamiku sendiri lantaran ia sibuk bermesraan dengan wanita lain. Well, aku tidak peduli. Silahkan kau nikmati perselingkuhan itu dan biarkan aku berfoya-foya dengan hartamu, hahaha. "Cornelia, maafkan aku, tolong jangan tinggalkan aku." Entah kenapa suamiku yang sebelumnya sangat dingin dan membenciku tiba-tiba berkata seperti itu padaku. "Nona Cornelia, setelah kau cerai nanti, menikahlah denganku." "Kau cinta emas? Baiklah, akan ku berikan semua harta di dunia ini asalkan kau mau menikah denganku." Lalu, dua pria bujangan ini kenapa tiba-tiba ingin sekali menikah denganku? Aku harus bagaimana?

ghea_cashiela · Lịch sử
Không đủ số lượng người đọc
29 Chs

Chapter 17

Hari ke-9 aku tinggal di istana.

Hari ini, aku sedang menemani permaisuri minum teh bersama di dalam rumah kaca miliknya. Aku sudah tidak terlalu kaku untuk berinteraksi dengan kedua orang tua Cornelia, berbeda saat pertama kali bertemu dengan permaisuri dan kaisar sembilan hari yang lalu. Walaupun kedua orang tua Cornelia ini sibuk, tapi mereka masih mau menyempatkan diri untuk makan malam bersama di ruang makan, sehingga aku mulai terbiasa dengan kehadiran mereka.

Aku memerhatikan permaisuri yang sedang menyesap tehnya dengan tenang dan elegan. Jari tangannya terlihat lentik dan indah saat beliau mengangkat cangkir teh miliknya. Wajah kurusnya terukir sempurna dengan surai hitam yang tergerai dibelakang punggungnya. Bulu matanya sangat lentik, sama seperti bulu mata milik tubuh yang kurasuki ini. Maniknya yang seperti batu emerald menatap teduh pada cangkir teh yang tengah beliau angkat. Jujur saja, saat ini aku sedang terpana pada beliau.

"Putriku," Panggil permaisuri padaku, "Bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanyanya padaku.

"Kurasa tubuh ini sudah sehat, ibu." Balasku yang sudah mulai terbiasa memnaggil permaisuri dengan sebutan 'ibu'.

"Apa kau akan kembali ke kediaman Harvey?"

Aku tak segera menjawab. Jujur saja aku ragu karena tak ingin kembali ke rumah itu. Tapi aku sudah berjanji pada pemilik tubuh ini untuk memberikan kesempatan terakhir pada pria itu. Setiap kali memikirkan hal itu membuat kepalaku sakit dan membuat perutku mual secara bersamaan.

Mau tak mau, aku harus mengabulkan permintaan si pemilik tubuh saat ini. Aku ingin membiarkan wanita itu pergi dengan tenang dari dunia ini walaupun aku tahu sampai kapanpun cintanya tak akan terbalas.

Yah, lagipula aku yakin, hubunganku dengan Charles takkan berlangsung lama. Disaat Charles memilih wanita bernama Odelia itu sekali lagi, aku takkan segan-segan menandatangani surat perceraian saat itu juga dan angkat kaki dari rumah pria itu. Aku akan bersabar sampai saat itu tiba.

"Aku... Sepertinya aku akan kembali kesana..." Balasku dengan suara yang pelan.

Permaisuri tersentak sebentar lalu mengalihkan pandangannya dari cangkir teh yang ia pegang padaku, "Putriku, aku tidak akan memaksamu dan menghormati pilihanmu. Akan tetapi, bukankah lebih baik jika kau mengakhiri hubunganmu dengan Charles Harvey sedini mungkin?"

Eh?

Kenapa tiba-tiba permaisuri berbicara seperti itu?

Sontak aku mengangkat kepalaku dan menatap balik mata permaisuri.

"Aku tahu rumor buruk mengenai rumah tangga kalian. Aku sebagai seorang ibu sangat tidak rela melihat putriku disakiti oleh orang lain," Jelas permaisuri kemudian beliau meletakkan cangkir tehnya, "Cornelia, bercerailah dengan Charles Harvey."

Entah mengapa, tubuhku mulai merasa panas dingin. Ucapan permaisuri barusan terlihat sangat tegas seakan-akan memerintahkanku untuk bercerai dengan Charles Harvey. Tatapan matanya bagaikan elang namun dingin. Aku segera menundukkan kepalaku dan menggenggam erat cangkir teh milikku.

"Aku tidak memaksamu untuk menjawabnya sekarang, putriku," Permaisuri bangkit dari tempat duduknya karena dayang-dayangnya sudah datang memanggil permaisuri untuk menghadiri jamuan penting di tempat lain, "Kuharap kau bisa memikirkannya secara matang. Maaf, aku harus pergi sekarang karena ada hal lain yang harus kukerjakan. Sampai jumpa nanti malam, sayang." Ucap permaisuri sambil mengelus kepalaku sebentar dan pergi meninggalkanku sendirian di tengah rumah kaca ini.

Aku menatap jauh ke dalam cangkir tehku. Bagaimana caranya aku memberitahu permaisuri kalau aku berencana untuk memberikan Charles kesempatan kedua? Tadinya aku ingin memberitahu jawabanku langsung kepada permaisuri, namun tekanan dalam nada bicara dan juga tatapan matanya membungkam mulutku untuk berbicara. Aku merasa permaisuri tahu bahwa aku ingin menolak bercerai dengan Charles untuk saat ini, makanya beliau memintaku memikirkan jawabanku dengan matang.

Argh Cornelia, aku harus bagaimana?!

"Cornelia? Hei, apa yang kau lakukan dengan bibirmu?!" Seru seseorang dan kurasakan sebuah tangan menyentuh pipi dan bibirku.

Ah, kebiasaanku untuk menggigit bibir terulang lagi. Aku menatap ke depan dan dapat kulihat Detrix sudah bertekuk lutut menyejajarkan matanya denganku.

"Syukurlah tidak terluka," Ucapnya dengan raut wajahnya tampak lega, "Apa yang kau pikirkan sampai kau menggigiti bibirmu seperti tadi?" Tanyanya padaku.

"Aku..."

Bolehkah aku bercerita padanya mengenai masalah perceraianku dengan Charles?

Tak mungkin, bukan?

Aku memaksakan senyum di wajahku seraya berkata, "Aku tak apa. Kenapa kau ada disini, Detrix?" Tanyaku sambil mengalihkan pembicaraan.

"Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku hari ini dengan perdana mentri dan bertemu permaisuri di perjalanan pulang. Beliau berkata kalau kau ada disini," Balas Detrix kemudian menarik kursi yang berada tak jauh dari kursi yang kududuki, "Bolehkah aku bergabung?" Tanyanya dengan senyum menawan miliknya. Senyuman yang sangat kusukai darinya.

"Tentu."

Tentu saja boleh.

Kehidupanku di istana ini sudah sangat nyaman, tapi hanya satu yang kurang, yaitu teman. Dengan Detrix yang menemaniku disini sekarang, aku sudah sangat bersyukur.

Memikirkan soal teman membuatku merengut kesal. Putri kekaisaran yang satu ini, apakah dia tidak memiliki teman sama sekali?

Sejahat apapun kehidupan ini padamu, aku yakin setidaknya kau pasti memiliki satu orang teman yang benar-benar menganggapmu sebagai seorang 'teman', walaupun kau tidak menyadarinya.

...

Maaf, kalimat di atas hanyalah kata-kata bullshit yang keluar dari bibir seorang manusia yang pernah terbully di kehidupan sebelumnya.

"Hah..."

Rasa cemasku kembali kambuh. Baik aku bercerai dengan Charles atau tidak, tetap saja aku harus muncul di setiap pesta yang diadakan oleh para bangsawan, kecuali dengan alasan yang jelas seperti sakit. Status tinggi seperti ini terkadang terasa tidak nyaman sama sekali. Aku tak ingin bersosialisasi dengan bangsawan-bangsawan jahat itu, aku takut akan tatapan mata mereka. Sebut saja aku pengecut, aku tidak peduli.

Perceraian dengan Charles dan masalah sosialisasiku di dunia ini benar-benar membuat pikiranku kacau berantakan.

"Hah..."

"Cornelia, kau kenapa?" Tanya Detrix yang tampak khawatir padaku.

Aku menatap manik cokelat keemasan Detrix yang tampak terang dan hangat. Wajah tampannya yang didukung dengan surai pirang lemonnya terlihat semakin cerah di bawah pantulan sinar matahari di dalam rumah kaca siang ini.

Baiklah, daripada aku menceritakan soal rumah tanggaku padanya, lebih baik aku membicarakan tentang kecemasanku untuk bersosialisasi dengan bangsawan.

"Detrix, bagaimana caranya agar aku bisa menghindari tatapan para bangsawan padaku di pesta lainnya nanti?"

Detrix bertanya dengan lembut padaku, "Kenapa kau ingin menghindarinya?"

Aku menunduk sedih sambil menyilangkan jari-jariku, "Aku takut. Aku tidak sanggup menerima tatapan tajam dan ucapan buruk mereka tentangku. Mereka seakan-akan menyuruhku untuk enyah dari muka bumi ini."

"Cornelia," Panggil Detrix dengan lembut dan pelan, "Kau tidak perlu menghindarinya, kau hanya perlu menghadapinya."

"Menghadapinya? Bagaimana?" Tanyaku sambil beralih menatap matanya.

"Kau tidak perlu takut. Kau merupakan seorang putri dari kaisar yang menguasai hampir seluruh kerajaan di dunia ini, kaisar yang disegani oleh para ksatria, bangsawan, masyarakat bawah, bahkan ditakuti oleh musuh. Gunakan otoritasmu sebagai seorang putri untuk menekan mulut-mulut bangsawan yang tidak tahu tempat mereka dan buat mereka tunduk padamu. Jangan takut, karena di dunia ini kau berhak menggunakan otoritasmu sebagai seorang putri dengan bebas."

Aku merasa bulu kudukku mulai berdiri setelah mendengar jawaban Detrix barusan. Jantungku terasa berdetak lebih kencang dari biasanya. Bibirku terasa kaku untuk menyela ucapannya.

"Kau sudah mempunyai sebuah kunci emas yang diimpikan oleh semua orang yang ada di dunia ini. Kaisar dan permaisuri juga sangat menyayangimu. Untuk menyempurnakan kunci itu, jadilah kuat. Jika kau kuat, tak kan ada orang yang berani menertawakanmu dari belakang."

Hal kuat dengan otoritas tertinggi seperti itu, aku tidak berpikir sampai kesana. Tujuanku dibangkitkan kembali di dunia asing ini, trauma akibat terbully di masa lalu, perceraian dengan Charles, bagaimana kehidupanku setelah bercerai dengan Charles, hanya itu saja yang terus terpikirkan olehku.

"Cornelia, apa kau tidak penasaran bagaimana dirimu yang dulu, sebelum kau hilang ingatan?

Aku terdiam mematung pada pertanyaannya barusan.

Cornelia. Aku hanya tahu pemilik tubuh ini merupakan seorang villain seperti novel-novel isekai yang pernah kubaca sebelumnya. Namun aku tidak tahu pasti bagaimana dirinya sebelum aku mengambil alihnya tubuhnya. Aku tidak pernah ingin mencaritahu lagi tentangnya karena kupikir saat ini akulah yang memegang kendali atas tubuh ini, aku juga berpikir kisah masa lalu yang di buat oleh Cornelia sudah bukan lagi urusanku. Tapi lihatlah aku sekarang, aku terlihat seperti pengecut yang kehilangan arah.

"Detrix, ceritakan padaku bagaimana aku di masa lalu. Aku hilang ingatan dan aku tidak dapat mengingat apapun tentang diriku yang sebelumnya. Jadi kumohon, beritahu aku seperti apa aku dulu." Pintaku padanya dengan sungguh-sungguh.

"Sekarang?"

Aku mengangguk, "Iya, sekarang."

"Baiklah."

Detrix mulai bercerita padaku bagaimana 'Cornelia' sebelum aku merasuki tubuhnya sampai Cornelia menikah dengan Charles dan aku mendengarkannya dengan seksama. Siang itu, aku menghabiskan waktu berdua dengan Detrix hingga petang hanya untuk mendengarkan kisah hidup Cornelia dan membuka lebar wawasanku tentang sikap jahatnya yang beredar di masyarakat luas selama ini.