Di pelukan Emma, yang menggendong dan menimang-nimang tubuhnya, Vera tampak mulai nyenyak tertidur kembali.Tangisan Vera yang sebelumnya kencang mulai mereda, digantikan oleh isakan kecil yang semakin pelan.Emma dan Vera tampak seperti perpaduan kopi dan susu, karena kulit gelap Emma kontras dengan kulit putih Vera.
"Tidurlah nak, anakku sayang... Mama akan selalu menjagamu malam ini...." Emma terus menyanyikan lagu tidur bayi untuk Vera, suara lembutnya mengisi keheningan malam.Vera yang terlelap dalam pelukan Emma, tampak tenang dan nyaman, kepalanya bersandar di dada Emma yang besar dan menjadi bantal yang empuk, seperti menemukan tempat perlindungan.Elio datang dengan langkah hati-hati, membawa botol dot berisi susu.Melihat Vera yang telah terlelap dalam gendongan Emma, meskipun merasa aneh melihat istrinya terlihat seperti bayi di dekapan pembantunya, tetapi dia merasa lega karena Vera sudah tidak menangis lagi.
"Vera sayang... Mama ada di sini... Tidurlah dengan nyaman, sayang..." Emma terus menyanyikan lagu tidur bayi dengan suara lembutnya, lagu itu seperti mantra yang menenangkan, mengiringi tidurnya Vera.Elio berbisik agar tidak membangunkan Vera,
"Emma, dia sudah tertidur lagi?"Emma membalas dengan lembut, sambil terus menimang-nimang Vera,
"Iya, Tuan. Sepertinya dia merasa nyaman saya gendong dan saya timang-timang seperti ini."Elio kemudian meletakkan botol dot di meja dekat ranjang,
"Syukurlah. Aku benar-benar cemas tadi. Tangisannya begitu keras, aku tak tahu harus berbuat apa.""Untungnya saya sudah berpengalaman merawat bayi, Tuan. Makanya aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Kita memang harus memiliki kesabaran penuh dalam merawat bayi." Ucap Emma sambil masih menggendong dan menimang-nimang Vera di pelukannya.
"HUAAA...!! HUAAAAA..!!" Tiba-tiba, Vera kembali menangis saat masih digendong oleh Emma, membuat Elio kembali panik.
"HUAAA..!! HUAAAA...!!" Tangisan Vera yang tiba-tiba membuat suasana di kamar kembali menjadi tegang.Emma, yang masih menggendongnya dengan penuh kelembutan, mencoba menenangkan Vera kembali dengan memeluknya lebih erat.
"Tenang, sayang... Mama di sini..."Elio, yang panik melihat Vera menangis lagi, segera mencoba menemukan solusi. Dia bergegas mengambil botol dot yang berisi susu, berharap itu bisa menenangkan Vera.
"Coba Vera sayang, minumlah ini."Elio mencoba menawarkan botol dot ke Vera yang masih digendong Emma , tapi Vera menolak dan terus menangis membuat Elio semakin frustasi.
"Duuuhhh...!! Kenapa kamu terus menangis, Vera..!!"Ditambah lagi, keadaan semakin kacau ketika tiba-tiba payudara Emma terasa nyeri kembali karena tidak digunakan sepanjang hari untuk menyusui atau dipompa.Rasa sakit di dada Emma kini justru semakin menjadi-jadi, namun Emma berusaha keras menahannya agar tidak diketahui oleh Elio.Rasa sakit itu seperti kilatan panas yang menusuk-nusuk bagian dalam dadanya, membuat Emma ingin segera meredakan rasa sakit itu, tetapi situasi yang penuh tekanan membuatnya tidak bisa melakukan apapun selain menahan.Sementara itu, Emma yang masih menggendong Vera merasa semakin terjepit dengan rasa nyeri yang semakin menghimpit dadanya.Melihat payudaranya yang kencang karena Asi yang belum dikeluarkan, Emma merasakan tekanan yang tak tertahankan.Setiap napas terasa seperti pedang yang menusuk dadanya. Emma berjuang mencoba memikirkan cara agar rasa sakit ini mereda.
"Ya ampun, sakitnya dadaku." Bisiknya dalam hati.
"Vera sayang.. Vera cantik... Vera pintar... Tolonglah berhenti menangis, sayang..!!" Frustasi dan kekesalan Elio semakin nyata, ekspresinya memancarkan ketidakmampuannya mengatasi situasi ini.
"Aduh, gimana caranya agar sakit di dadaku ini reda, ya?" Emma terus berbisik dalam hati. Setiap napas semakin terasa seperti semakin banyak pedang yang menusuk dadanya. Dia berjuang, terus berfikir bagaimana cara agar rasa sakit ini mereda.
"Vera tolong berhenti menangis, dong! Aku mohon..!" Ekspresi frustasi dan kekesalan Elio semakin terlihat jelas karena Vera masih terus menangis.Semakin lama Emma menahan sakit di payudaranya, semakin terasa sakitnya, dan dia tak bisa lagi menahan dorongan untuk memerah Asi yang begitu melimpah.Dalam keputusasaan, dia menatap Vera yang menangis di pelukannya, dan akhirnya dia menggigit bibir bawahnya, dan mulai menemukan cara untuk meredakan rasa sakit di payudaranya.
"Saya tidak bisa lagi menahannya. Ini sangat sakit." Bisik Emma dengan suara gemetar sehingga Elio tidak mendengarnya,
"Maaf Nyonya Vera, terpaksa anda harus membantuku meredakan rasa nyeri ini."Emma merasakan nyeri di payudaranya semakin menjadi-jadi. Terlintas sebuah ide di kepalanya untuk meredakan rasa nyeri tersebut.Sambil terus menggendong dan menimang-nimang Vera yang masih menangis, Emma mencoba mengalihkan perhatian Elio.
"Pak Elio." Kata Emma dengan suara penuh keputusasaan namun tetap lembut,
"Bisakah Bapak ambilkan empeng bayi di kamar saya? Letaknya di dalam laci meja paling atas. Mungkin Nyonya Vera butuh sesuatu untuk digigit saat tidur, itulah fungsi empeng bayi."Elio, yang sudah frustasi dan kelelahan, langsung mempercayai perkataan Emma.
"Oke, Emma. Aku akan ambilkan sekarang. Tolong coba buat dia tenang sementara." Ujar Elio dengan nada penuh harapan.Elio bergegas menuju kamar Emma. Sementara itu, Emma tetap menggendong Vera dengan lembut, meskipun rasa nyeri di dadanya semakin tak tertahankan.
"Tenang, Nyonya Vera sayang, tenang..." Bisik Emma sambil mengayunkan tubuh Vera perlahan.Setelah beberapa lama, Elio kembali ke kamar membawa empeng bayi yang diminta oleh Emma.
"Ini empengnya, Emma." Kata Elio, napasnya masih sedikit tersengal karena tergesa-gesa.
"Terima kasih, Tuan." Emma mengangguk.
"Tolong taruh empeng itu di atas meja."Tanpa pikir panjang, Elio langsung menaruh empeng tersebut di atas meja.Sementara itu Vera masih belum berhenti menangis.
"HUAAAA...!! HUAAA...!!""Pak Elio," Kata Emma dengan nada mendesak,
"Bisakah Bapak keluar kamar sebentar? Saya pikir mungkin Vera butuh ketenangan dan tidak ingin ada banyak orang di sekitarnya. Kadang-kadang bayi memang suka begitu, mereka butuh suasana yang lebih tenang dan tidak terganggu."Elio tampak bingung.
"Kenapa saya harus keluar kamar? Ini kamar saya dan Vera adalah istri saya."Emma mencoba menjelaskan dengan lebih sabar, meskipun dirinya juga merasa tertekan.
"Saya mengerti, Pak Elio. Tapi percayalah, kadang-kadang bayi memang membutuhkan suasana yang benar-benar tenang dan menang tak ingin banyak orang ketika ingin tidur. Saya yakin, jika Pak Elio beri saya beberapa saat, saya bisa menenangkan Vera."Elio merasa heran dengan permintaan itu, namun rasa frustasi dan kelelahan membuatnya menyerah.
"Baiklah, Emma. Saya akan keluar sebentar. Pastikan dia tenang, ya.""Terima kasih, Pak Elio. Saya akan lakukan yang terbaik." Jawab Emma dengan suara meyakinkan.Elio pun keluar dari kamar dengan wajah penuh kebingungan dan rasa cemas. Emma menunggu sampai langkah Elio menjauh dan suara pintu tertutup di luar kamar. Dengan cepat, Emma mengunci pintu dari dalam.***Kini, di kamar hanya berdua saja, yaitu Emma yang menggendong Vera sambil menangis keras.Emma kemudian duduk di tepi ranjang, sambil membawa Vera yang digendong olehnya dan membaringkan Vera di pangkuannya.Dengan penuh rasa bersalah, Emma berbicara lembut,
"Maafkan saya, Nyonya Vera. Saya terpaksa melakukan ini."Dengan tangan gemetar, Emma membuka kancing bajunya, memperlihatkan payudaranya yang sangat besar, padat karena sangat penuh Asi.Emma menuntun kepala Vera dengan hati-hati, memastikan posisinya nyaman. Dia memposisikan puting susunya yang kenyal, dikelilingi oleh areola berwarna hitam pekat dan lebar, dekat dengan mulut Vera.Dia membelai lembut pipi Vera, membantu mulutnya untuk terbuka, dan dengan lembut menempelkan puting susunya ke bibir Vera.Tubuh Vera merespons dengan refleks alami, mulutnya mulai mengisap puting susu Emma dengan ritme yang teratur.Emma merasakan tegukan Vera yang semakin banyak, tanda bahwa air susunya mulai mengalir deras ke dalam mulut Vera.Hisapan lembut bibir Vera pada puting susunya membuat Emma meringis, namun perlahan rasa nyeri di dadanya mulai berkurang.Emma merasakan lega yang luar biasa, baik dari nyeri di payudaranya yang mereda, maupun dari tangisan Vera yang berhenti.Vera, yang tadinya menangis keras, mulai tenang dan menyusu dengan lahap dan terlihat begitu lapar.
"Aku tahu kau pasti lapar, Nyonya Vera. Minumlah.!" Kata Emma bersuara pelan yang sedang menyusui sambil menatap wajah polos Vera yang tampak lahap menyusu langsung dari payudaranya.
"Semoga ini membantu kita berdua."Emma terus menimang-nimang Vera dengan lembut, untuk memastikan Vera menyusu padanya dengan nyaman.Di luar kamar, Elio berdiri dengan telinga terpasang rapat ke pintu, mencoba mendengar apa yang terjadi di dalam.Saat suara tangisan Vera berhenti, Elio menghela napas panjang, merasa lega sekaligus penasaran apa yang dilakukan Emma terhadap istrinya di dalam kamar.Elio ingin memanggil Emma dengan suara rendah, tetapi khawatir jika Vera terbangun kembali karena suara berisik, akhirnya dia mengurungkan niatnya.Elio merasa bingung sekaligus lega mendengar tangisan Vera mereda.
"Apakah Vera sudah tidak menangis lagi?"Pikir Elio, tapi ia tidak berani mengetuk pintu, berusaha mempercayakan situasi kepada Emma.Di dalam kamar, Emma terus menyusui Vera, memastikan bahwa Vera benar-benar merasa nyaman dan tenang.Air susu Emma mengalir deras, dan Vera semakin terlihat puas dan begitu lahap.
"Ternyata dugaanku benar, kau rewel karena kehausan. Itu wajar karena sejak sampai di rumah ini siang tadi, kamu tak mau minum apapun. Ternyata kau hanya mau netek."Di luar kamar, Elio merasa sangat lega karena suara tangisan Vera memang sudah tidak terdengar lagi.
"Bagus sekali, Emma. Kamu benar-benar hebat. Tak salah aku selama ini memilihmu menjadi Pembantu di rumah ini." Elio tersenyum memuji Emma, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan pembantunya itu terhadap istrinya di dalam kamar.