webnovel

Kronologi Kejadian

Setelah memastikan penampilannya rapi, Elio bergegas turun ke ruang tamu. Dia melangkah menemui kedua polisi yang duduk di sofa dengan sikap tegang."Halo, saya Elio. Ada yang bisa saya bantu?"Sapa Elio dengan ramah, meskipun pikirannya penuh dengan kebingungan tentang kedatangan kedua Polisi yang tak terduga itu.Salah satu dari polisi itu, seorang pria bertubuh tegap dengan wajah yang serius, mengangkat kepalanya."Kami dari kepolisian, Pak Elio. Kami perlu berbicara dengan Anda tentang kecelakaan yang melibatkan keluarga Anda."Ujar Polisi itu dengan suara yang tenang namun tegas.Elio menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Tentu, saya siap mendengarkan. Apa yang terjadi?"Tanyanya, suaranya sedikit bergetar oleh kecemasan yang tiba-tiba muncul.Kemudian, Elio duduk di sofa di depan kedua polisi itu.Setelah suasana hening menyelimuti ruang tamu, Salah satu Polisi memulai penjelasannya dengan serius. "Pak Elio, berdasarkan hasil penyelidikan kami, penyebab dari kecelakaan yang menimpa keluarga Anda adalah karena sebuah mobil yang tengah melaju kencang menabrak mobil Anda saat itu. Mobil itu dikendarai oleh seorang vlogger yang terkenal karena konten-konten kontroversialnya di media sosial."Elio menatap polisi dengan campuran antara kebingungan dan kekagetan. "Vlogger?"Polisi itu mengangguk serius. "Ya, Pak. Vlogger tersebut dikenal karena selalu menciptakan konten-konten yang sangat kontroversial untuk menarik perhatian pengikutnya di media sosial. Pada saat kejadian, dia sengaja mengemudi dengan kecepatan sangat tinggi, sambil merekam konten baru yang lagi-lagi sangat provokatif yang akan dia unggah nantinya di akun media sosialnya. Mereka sengaja membuat konten saat sedang berkendara sambil berciuman dengan kecepatan tinggi, tanpa memperhatikan keselamatan mereka maupun pengguna jalan lainnya."Polisi yang satu lagi juga menambahkan, "Ya, itu benar. Pada saat kecelakaan terjadi, ternyata mereka terbukti sedang merekam konten yang sangat provokatif. Konten mereka kali ini adalah berkendara dengan kecepatan tinggi sambil berciuman dengan istri, semata-mata untuk mendongkrak jumlah penonton mereka di platform media sosial.""Betapa tidak bertanggung jawabnya, dan akibat dari tindakan mereka itu, saya telah kehilangan bayi yang dikandung istri saya, beserta supir pribadi saya dan bayinya." Ujar Elio dengan suara penuh kekesalan. "Oh ya, darimana kalian bisa tahu hal itu?"Dengan ekspresi simpatik, Satu Polisi itu menanggapi, "Kami turut prihatin atas kejadian ini, Pak Elio. Kami mengetahuinya karena kami telah mengumpulkan cukup bukti saat kejadian itu. Kami menemukan rekaman video dari kamera di mobil vlogger tersebut yang menunjukkan bahwa mereka sedang merekam sebuah konten ketika berkendara hingga kecelakaan terjadi. Selain itu, kami juga memiliki tangkapan layar dari akun media sosial istrinya yang melakukan siaran langsung di dalam mobil saat kejadian itu."Dengan serius, Polisi tersebut mengeluarkan beberapa dokumen dan bukti-bukti yang telah mereka kumpulkan selama penyelidikan. Mereka menjelaskan setiap detail dengan cermat kepada Elio, yang mendengarkan dengan wajah yang semakin memerah oleh kemarahan.Pandangan Elio terpaku pada setiap lembaran dokumen-dokumen bukti yang disajikan. Hatinya seketika terasa terbakar oleh kemarahan yang meluap-luap begitu melihat bukti-bukti tentang tindakan sembrono Vlogger tersebut yang telah menghancurkan keluarganya."Baajjjinngaan...!!!" Desis Elio dengan suara yang penuh emosi terhadap kelakuan Vlogger dan istri Vlogger tersebut. Polisi itu menyentuh lengan Elio dengan lembut, mencoba menenangkan gelombang amarah yang melanda pria itu. "Saya mengerti betapa beratnya rasa sakit yang Anda rasakan, Pak Elio." Ucapnya dengan suara yang penuh empati. Elio menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, api kemarahan terlalu besar sehingga gelombang emosi di matanya masih tetap menyala terang. "Saya ingin mereka dituntut dan diberikan hukuman seberat-beratnya! Saya tak ingin mereka lolos..!!" Desahnya dengan suara gemetar, suaranya dipenuhi dengan rasa kehilangan yang mendalam.Salah satu Polisi menggelengkan kepala dengan lembut. "Saya memahami perasaan Anda, Pak Elio. Namun, sayangnya hukum memiliki batasnya sendiri. Dalam kasus ini, seandainya pelaku masih hidup, tentu dia akan ditetapkan sebagai tersangka atas kelalaian dalam berkendara hingga menimbulkan korban jiwa, dan akan dihadapkan pada proses hukum. Tapi, seperti Tuhan berkehendak lain, Vlogger itu dan istrinya juga telah ikut tewas di tempat kejadian.""Apa? Mereka juga tewas?" Ucap Elio dengan suara yang terdengar pahit. "Seandainya dia masih hidup, aku tak segan-segan untuk menghajarnya!"Tersentuh oleh derasnya emosi yang melanda, Emma yang mendengar percakapan Elio dan kedua Polisi itu dari balik tirai dapur, langsung menuju kamarnya.Langkah Emma mencerminkan beban berat yang dia pikul. Ketika dia menutup pintu kamarnya, suara tertahan dan isakan terdengar dari balik pintu. Setiap suara serak itu merangkum rasa sakit yang mendalam.Di dalam kamar yang gelap, hanya cahaya lembut dari luar yang menerangi ruangan. Emma duduk di tepi ranjang dengan tumpukan foto di tangannya. Dia memandang setiap gambar dengan mata berkabut oleh air mata, membiarkan kenangan itu merayap masuk ke dalam hatinya yang hancur."Petrus... Mia..." Bisik Emma di antara helaan napas yang putus asa."Aku merindukan kalian. Aku begitu ingin kalian kembali padaku."Emma merangkul foto keluarganya dengan erat, sebagai gantinya atas kehilangan fisik yang tak tergantikan. Rasa sakit yang menusuk hatinya terasa begitu nyata, menyiksa jiwa yang hancur oleh tragedi yang tak terduga."Lihatlah kita, Petrus. Kita begitu bahagia dalam foto ini." Ucapnya dengan suara yang patah. "Tapi sekarang... aku merasa seperti kehilangan segalanya."Tangisan Emma semakin keras, menciptakan irama yang menyayat hati dalam keheningan kamar. Dia merindukan pelukan hangat suaminya, dan senyuman manis bayinya. Tetapi kini, hanya tinggal kenangan yang mengalir dalam kehampaan yang menyiksanya.Emma membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan yang tak berujung, meratapi kehilangan yang tak terkira. Baginya, foto-foto itu bukan hanya sekadar gambar, tapi kenangan hidup yang terpatri dalam setiap detak jantungnya."Emma..!! Emma..!!" Terdengar suara ketukan pelan dari luar kamar, mengusik keheningan yang menyelimuti ruangan.Emma tersentak kaget dan bangun dari tidurnya yang terlelap. Ternyata, tanpa disadarinya, Emma sempat tertidur sambil memeluk foto-foto keluarganya ketika menangis tadi."Ya, Tuan. Ada apa, Tuan?" Emma menjawab dari dalam kamar."Emma..!" Panggil Elio dengan suara lembut dari luar kamar,"Kedua Polisi tadi sudah pergi. Sekarang waktunya kita kembali ke rumah sakit untuk menjaga Vera.""Baik, Tuan. Saya bersiap-siap dulu." Jawab Emma dengan suara yang hampir tersendat, suaranya masih dipenuhi dengan jejak kesedihan yang belum sepenuhnya memudar."Oke, Emma. Kalau begitu saya akan tunggu kamu di mobil, ya." Ucap Elio dengan suara lembut dari luar pintu kamar."Baik, Tuan." Balas Emma dari dalam kamar.Wajah Emma masih dipenuhi oleh jejak air mata yang mengering di pipinya. Di pelukannya, masih terdapat sejumlah foto keluarganya yang ia genggam erat saat kesedihan melanda.Sorot mata Emma bergerak perlahan melintasi kamar tidurnya yang sunyi. Dalam keheningan yang melingkupi ruangan, ia mulai bersiap untuk menemani majikannya, Elio, ke rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa, mencari baju yang pantas untuk dipakai hari itu.Saat matanya melintas ke rak di sudut kamar, dia melihat suplemen dan kotak susu pelancar ASI yang biasa digunakannya untuk menyusui Mia.Kesedihan menyergapnya saat kenangan tentang bayinya yang telah meninggal dua hari yang lalu muncul kembali di pikirannya.Sejenak, Emma terdiam di tempatnya, membiarkan rasa sedih dan kehilangan melanda hatinya.Setelah beberapa saat, Emma mengambil keputusan dengan mantap. Dia merasa bahwa alat-alat itu sudah tidak diperlukan lagi tanpa kehadiran Mia, bayinya, dan membuatnya akan berhenti menjadi ibu menyusui, karena tidak ada lagi bayi yang harus disusui.Sambil menyeka air mata yang berlinang di pipinya, Emma membawa kotak susu dan botol suplemen pelancar Asi itu ke dapur.Dengan gerakan perlahan, dia membuangnya ke dalam bak sampah yang terletak di bawah wastafel. Seolah mengikuti aliran air mata yang mengalir, barang-barang itu lenyap dari pandangannya, meninggalkan rasa lega yang ringan namun juga kesedihan yang mendalam di dalam hatinya.