Keesokan harinya, sinar matahari menyinari lapangan pemakaman dengan lembut, menciptakan aura yang hening dan penuh penghormatan. Emma, didampingi oleh majikannya, Elio, tiba di lokasi pemakaman. Beberapa orang yang hadir sebagai pelayat juga menyaksikan momen haru proses pemakaman itu, memenuhi suasana dengan duka yang mendalam.
Emma dan Elio masih terlihat dengan beberapa perban dan luka di tubuh mereka. Tongkat yang mereka pegang erat menjadi penopang, membantu mereka menjaga keseimbangan saat mereka berjalan menuju tempat pemakaman.
Mereka berdiri di depan dua kuburan yang terletak bersampingan, menatap nisan Petrus dan Mia dengan perasaan haru yang tak terucapkan. Kuburan yang masih segar menggambarkan kesedihan mendalam yang menghantam kedua jiwa yang tersisa.
Emma tersungkur di antara makam Petrus dan Mia, Tubuhnya gemetar oleh tangisan yang tak terbendung, terhuyung-hayang oleh rasa sakit yang mendalam. Sementara cahaya matahari berpadu dengan rintihan angin yang pelan.
Beberapa saat berlalu, perlahan kerumunan pelayat mulai meninggalkan tempat pemakaman, meninggalkan Elio yang tegak berdiri dengan bantuan tongkatnya. Di sisi lain, Emma masih bertahan di antara dua makam yang menjadi penanda kehilangan terbesarnya, merangkul tanah yang menutupi suaminya dan bayinya dengan erat. Teriakan angin yang menyedihkan menambah kesan hening yang menyelimuti mereka.
Elio menatap dengan tatapan yang penuh kenangan manis dan kesedihan.
"Petrus adalah sosok yang luar biasa, bertanggung jawab, dan selalu siap membantu. Ia memiliki kesabaran yang luar biasa. Sementara Mia, dia adalah malaikat kecil yang masih polos,ddia begitu lucu dan menggemaskan, aku yakin Tuhan akan memberikan tempat yang terbaik bagi Petrus dan Mia."
Emma, dengan mata yang sayu dan hati yang berat, meletakkan bunga mawar putih di atas pusara Petrus dan Mia, tanda penghormatan terakhir kepada suami dan bayinya.
"Terima kasih, Pak Elio, atas segalanya."
"Tidak perlu berterima kasih, Emma. Kamu bukan hanya sekedar pembantu dirumah kami, kamu juga adalah bagian dari keluarga kami. Kami akan selalu ada untukmu."
Ucap Elio dengan suara lembut.
Emma tersenyum kecil, meskipun air matanya tak henti-hentinya mengalir.
"Terima kasih, Pak Elio sudah menganggap kami sebagai keluarga. Saya akan merindukan Petrus dan Mia, tapi saya juga sangat bersyukur memiliki Anda dan Nyonya Vera."
Elio memegang bahu Emma dengan lembut, matanya penuh dengan empati yang mendalam. Dia merasakan kepedihan yang sama, tetapi tegar untuk memberikan dukungan pada Emma dalam saat-saat sulit ini.
"Kamu harus kuat, Emma. Kita akan melalui ini bersama-sama. Aku di sini untukmu, selalu."
***
Saat senja mulai merambat di langit, suasana di dalam ruangan tetap hening. Elio, didampingi oleh Emma, tak bergeming dari sisi tempat tidur Vera. Vera masih terbaring lemah, tubuhnya rentan di tengah berbagai peralatan medis yang mengelilinginya, dan hingga saat itu, dia masih belum sadarkan diri.
Tiba-tiba, langkah ringan seorang wanita terdengar di lorong, dan masuklah seorang Dokter wanita. Wajahnya serius, mencerminkan kabar yang mungkin tak menyenangkan.
"Selamat sore, Pak Elio. Saya Dokter Milena. Ada beberapa informasi yang ingin saya diskusikan dengan Anda mengenai kondisi Ibu Vera."
Elio menarik napas dalam-dalam, siap untuk menerima kabar apa pun yang akan disampaikan.
"Ya, Dokter Milena. Saya siap mendengarkan. Apa yang terjadi?"
"Mari kita bicarakan di ruang kerja saya. Ada beberapa hal yang perlu yang saya tunjukkan untuk anda ketahui."
Ucap Dokter Milena, wajahnya serius, memancarkan aura otoritas yang tidak bisa diabaikan.
Elio menoleh ke arah Emma, memberinya tatapan yang penuh dengan permohonan.
"Emma, tolong kamu disini dulu untuk menjaga Vera. Aku akan segera kembali."
"Baik, Tuan."
Emma mengangguk, sambil tersenyum memberi dukungan kepada Elio, sebelum Elio mengikuti Dokter Milena ke ruangannya.
***
Elio duduk dengan tegang di dalam ruangan Dokter Milena, duduk di depan meja kerja yang terang benderang dengan berbagai peralatan medis dan dokumen yang tersebar di sekitarnya. Tatapannya tegang memperhatikan setiap gerakan Dokter Milena yang mempersiapkan hasil pemeriksaan Vera.
Dokter Milena, wanita berwajah cantik ini dengan sikap tenang yang memancarkan otoritas, memandang Elio dengan ekspresi prihatin. Dengan hati-hati, dia membuka berkas medis dan menyoroti hasil pemeriksaan pada layar monitor di depan mereka.
"Pak Elio, saya paham bahwa ini mungkin sulit untuk didengar, tetapi saya harus memberitahukan hasil pemeriksaan terkini mengenai kondisi Ibu Vera."
Elio menelan ludah, menunggu dengan ketegangan yang tidak tersembunyi.
"Saya siap mendengarkan, Dokter Milena."
Dokter Milena menjelaskan secara perlahan sambil memperlihatkan berkas di hadapan Elion.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan kami,menunjukkan bahwa bayi yang dikandung oleh Ibu Vera, dengan usia kandungan dua bulan, telah mengalami keguguran sebagai akibat dari benturan yang keras saat kecelakaan mobil kemarin."
"Sungguh?"
Elio merasakan dunianya runtuh di hadapannya. Bayi yang telah mereka tunggu dengan penuh harapan, yang telah menjadi titik terang dalam rumah tangga mereka, kini harus pergi sebelum bisa melihat dunia.
Elio terdiam sejenak dengan air mata di matanya, mencoba menahan kesedihan yang memenuhi hatinya.
"Mungkin memang sudah menjadi takdir kami untuk tertunda lagi untuk memilik anak. Tapi saya berharap kondisi nantinya Vera akan baik-baik saja."
Dokter Milena dengan wajah penuh kekhawatiran, kemudian memberikan informasi tambahan lagi, terkait kondisi Vera,
"Maaf, Pak Elio. Ada lagi hal yang masih berkaitan dengan kondisi Nyonya Vera. Saya berharap anda bisa menerimanya"
"Apa itu, Dokter?"
Elio duduk tegang di kursi, penuh kekhawatiran. Dia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang diucapkan oleh Dokter Milena, mencoba mencerna setiap detail yang disampaikan.
Tatapan Elio terpaku pada Dokter Milena, mencerminkan ketegangan dan kecemasan yang mendalam.
Dokter Milena mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, mencoba memberikan penjelasan yang jelas namun penuh empati.
Dokter Milena mulai menjelaskan,
"Pak Elio, saya akan menjelaskan dengan sejelas mungkin. Tapi mohon Pak Elio bisa menerima kenyataan itu dengan lebih bijaksana. Mungkin Tuhan sudah berkehendak lain."
"Maksudnya apa, Dok?"
Elio mencoba mencerna setiap detail yang disampaikan oleh Dokter Milena.
Dokter Milena mulai menjelaskan,
"Pak Elio, saya harus memberitahu Anda bahwa kondisi Ibu Vera memang cukup serius. Selain keguguran yang dia alami, benturan keras di kepalanya juga menyebabkan beberapa syaraf otak terganggu dan fungsi otak mengalami kerusakan parah."
Elio merasa dadanya terasa sesak mendengar kabar tersebut. Pikirannya langsung menuju pada Vera yang masih terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit.
"Tapi apakah Vera akan baik-baik saja? Apakah dia akan sadar?
Dokter Milena melanjutkan dengan penuh empati.
"Benturan keras yang dialami Ibu Vera telah menyebabkan beberapa syaraf otak mengalami kerusakan parah. Ini mengakibatkan gangguan serius pada fungsi otak, termasuk gangguan kognitif yang signifikan."
Elio tampak bingung dan cemas,
"Gangguan kognitif... apa artinya itu, Dokter?"