webnovel

I was born to be a God

Aku sudah lelah bersaing menjadi Dewa di Awaland. Kini aku ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan orang lainnya setelah aku kembali ke dunia Nyata. Ya... Aku sudah pernah bersaing untuk menjadi Dewa di dunia lain. Dan itu melelahkan. Kau akan sadar betapa gilanya orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi Dewa. Dan ketika mengingatnya, itu Mengerikan. Jadi oke, masa kejayaanku sebagai Calon Dewa sudah berakhir, aku kalah, dan saatnya aku kembali ke Dunia Nyata. Tapi, aku merasa ini tidak akan berakhir secepat itu. Rasanya seperti... Aku dilahirkan kembali untuk menjadi Dewa di Dunia ini!

Mowly · Khoa huyễn
Không đủ số lượng người đọc
25 Chs

Mantan Calon Dewa VS Dewa

"Dewa Rendahan ini merepotkan sekali..."

Zahal meninggalkan Juan yang masih merunduk karena penglihatan dan pendengarannya terganggu karena sambaran petir barusan.

"Seperti rencana awalku, aku nggak akan melakukan banyak hal sampai Juan memperoleh kemampuannya dengan baik."

Setelah berada dalam jarak tertentu setelah meninggalkan Juan, ia menoleh kearah awan hitam yang kini berangsur menghilang.

"Walaupun mungkin aku akan lebih banyak bersabar dan memendam kemampuan, toh selain Juan nggak ada yang menyadariku..."

Ia membuka pintu menuju dalam sekolah dan menghilang dibalik bayangan

.

..

...

Juan mengedipkan mata beberapa kali dan menggelengkan lehernya beberapa kali.

"Akhirnya kembali juga... Jika bukan karena Privilage Dewa dari Awaland, pasti aku sudah Buta dan Tuli."

Juan merasakan energi yang meluap-luap. terlihat dari bagaimana ia menggerakkan tangannya.

"Hmmm... Karena tadi aku nggak merasa seperti tersambar Petir, mungkin si Bajingan itu benar-benar melakukan sesuatu terhadap muatan listriknya."

Juan berdiri dan berjalan santai.

"Aku benar-benar nggak bisa hidup dengan tenang belakangan ini.

Setidaknya semakin banyak support, semakin ringan hal yang harus kulakukan.

Sepertinya langkahku sekarang adalah menemuinya"

.

..

...

Gadis berpakaian kimono itu telah selesai mengambil pakaian yang kering.

"Setelah repot mengangkat jemuran, malah nggak jadi hujan..."

Rebella berdiri dan terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya.

"Maafkan aku..."

Juan merunduk dihadapan Rebella.

Dalam hatinya muncul rasa bersalah yang besar ketika melihat luka pendarahan dimata kanan Rebella.

Pandangan Rebella terlihat sayu, ia tak menunduk tapi pandangan sayunya yang kosong tertuju ke bawah.

Sosoknya yang sebelumnya lembut tanpa goresan walaupun seberat apapun ia berlatih, kini meninggalkan luka yang tak bisa hilang dan tak bisa disembunyikan.

"Aku telah mengalami banyak hal sulit, lalu ketika nyaris jatuh kau datang disaat yang nggak tepat.

Itu membuatku salah menilai dan bersikap..."

Juan melanjutkan ucapannya walau Rebella belum menanggapi.

"Setelah satu-persatu jalan keluar dari masalahku terselesaikan, aku baru sadar bahwa saat itu aku telah membuat kesalahan langkah yang besar..."

Rebella masih diam, tak menanggapi ucapan Juan.

Masih terngiang di ingatannya bagaimana cowok ini tiba-tiba muncul dan mencekiknya hingga merasakan perasaan tersiksa yang luar biasa.

Baginya itu adalah saat-saat yang tak terlupakan, bahkan meninggalkan luka yang tak bisa disembunyikan.

"Aku tak berniat untuk berdalih dan beralasan, tapi saat itu ingatanku belum kembali dan aku belum bisa mempercayai siapapun. Jadi kumohon, kali ini sebagai permohonan maaf dan ganti rugi yang tak setimpal dari luka yang kuberikan...

Aku akan bekerjasama denganmu, jika kau biarkan aku mengetahui lebih detail mengenai dirimu ketika di Awaland, semakin banyak Ingatan yang kuingat, semakin besar kekuatan yang kembali, dan semakin banyak manfaat yang bisa kutawarkan, Rebella!"

Juan bicara begitu banyak, Rebella yang masih belia tentu tak begitu dewasa dan bijak seperti kebanyakan lawan Juan lainnya.

"Baiklah, saat aku menawarkan Yakuza dan Shinobi untukmu dengan Gulungan itu, sejak saat itu juga aku sudah melupakan apa yang terjadi."

Suara polos Rebella yang terdengar imut, juga kebesaran hatinya untuk memaafkan kesalahan Juan, membuatnya lebih teriris dan tersiksa.

"Itu karena kalian berdua sama-sama bodoh..."

Suara yang mengejutkan Rebella dan Juan...

Bedanya, Rebella terkejut karena belum pernah mendengar suaranya, sedangkan Juan terkejut karena tiba-tiba orang yang menjengkelkan baginya ini muncul begitu saja disaat ketika ia serius memohon maaf.

"Bajingan!!! Kamu ngerusak moment Bangke!!!"

Lagi-lagi mereka berseteru. Namun melihat perubahan ekspresi dan suasana hati Juan, Rebella tersenyum.

"Hihihi"

Rebella tertawa, wajah dinginnya yang imut ketika tertawa membuat Juan terkagum.

.

..

...

"Jadi kau ingin aku menyusup ke lokasi pesaing dan mencari tahu apa yang mereka rencanakan?"

Rebella memastikan rencana yang ia dengar dari Juan.

"Tapi semua tergantung sama kemampuan menyusupmu..."

Juan menegaskan jawaban dari pertanyaan Rebella.

"Lalu, aku juga penasaran dengan tujuanmu kesini, Bajingan!"

Juan beralih dari Rebella ke Zahal.

"Aku nggak perlu menyampaikan tujuanku berkeliling..."

.

..

...

"Setelah beberapa kali kita mengangkat pedang ke hidung Juan, aku menyadari kehadiran seseorang yang membantunya."

Snippy berada di dalam sebuah Cafe bersama Pierre.

"Jiahahaha, benar sekali! Sosok yang sedikit-banyak rasanya memiliki pengaruh kuat, entah pengaruh itu terhadap Awaland atau Juan."

Kedua sosok itu terlihat menonjol di dalam Cafe.

Seorang Barista yang selesai membuat dua gelas sajian minuman melihat temannya mengamati Snippy dan Pierre dengan seksama.

"Ratatta, antarkan minuman ini kepada kedua pelanggan yang ada disana itu."

Waiter itu menghampirinya dan mengambil sajian tersebut dan diantarkan kepada Snippy dan Pierre.

"Ini pesanan anda, silahkan dinikmati."

Suara Ratatta membuat Snippy dan Pierre terkejut, seolah ada sesuatu yang berhubungan dengan ingatan mereka.

"Apa aku pernah melihatmu?"

Dengan terus terang Snippy menanyakan hal itu kepada Ratatta.

"Hah? Maaf tuan, saya pegawai baru disini."

Pierre tersenyum melihat kedua orang yang mengobrol dihadapannya.

"Jiahaha, Pelayan! Apa kau mengerti bahwa kemampuanku adalah 'Rotasi'?"

Pierre tiba-tiba mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan Snippy dan Ratatta.

sama seperti yang dialami Juan dan yang lainnya, ingatannya mendadak muncul.

Walaupun tidak semua ingatannya muncul tapi akhirnya mereka bertiga sadar bahwa mereka terhubung.

"Cara unik, Pierre..."

'Pierre sengaja memancing ingatan orang baru tanpa harus menunjukkan jati dirinya.'

Snippy meledek Pierre yang tak bisa berhenti tertawa karena kekuatan di pihak mereka bertambah.

.

..

...

Seorang pria berkulit hitam, bertubuh besar berotot, tatapan mata dan kehadirannya bagai hewan buas.

Ia berjalan keluar dari Bandara Juanda.

"Akhirnya mimpiku untuk datang ke Indonesia dan berlibur di Bali yang populer terwujud."

Pria itu berjalan menuju Foodcourt Bandara Internasional itu.

"Mohon tunjukkan Kartu Identitas anda untuk menikmati hidangan gratis disini tuan!"

Sebuah pelayan di salah satu gerai Foodcourt meminta pria itu menunjukkan Identitasnya.

"Baik, anda tuan Mamba yang berasal dari 'Ivory Coast' (Pantai Gading).

Sesuai asal negara anda, kami akan menyediakan Menu level 3 untuk anda, silahkan duduk!"

Setelah pria bernama Mamba itu menunjukkan identitasnya, pelayan mempersilahkannya duduk dan menawarkan hidangan di Daftar Menu.

.

..

...

"Bagaimana hasil pencarian data yang kau dapat, pak tua?"

Wanita dengan pakaian kantoran, Soraya bertanya kepada sosok kakek tua yang masuk kedalam kantornya.

"Aku sudah memberi informasi kepada Interpol agar mendapatkan data terkait seluruh korban 'Tidur Abadi' diseluruh dunia.

Dalam waktu 6 jam mereka akan memberi datanya kepada kita."

Surya duduk dihadapah Soraya sebelum wanita itu mempersilahkannya.

"Ada gunanya juga bekerja sama dengan pensiunan Militer sepertimu, Surya!"

Mereka berdua berjabat tangan.

.

..

...

"Sosok yang sudah muncul dihadapan kita adalah Tamasha, Pierre, dan Snippy. Entah apakah mereka juga sudah muncul di hadapan Rebella atau belum?"

Juan memulai obrolan serius mereka bertiga. Rebella duduk dengan anggun sambil menyajikan teh hitam kepada kedua tamunya. Sementara Zahal membujurkan tubuhnya sambil mendengarkan ucapan Juan.

"Aku belum bertemu siapapun, karena dalam ingatanku hanya ada nama dan informasi mengenai dirimu."

Rebella menuangkan teh hitam ke gelas Zahal.

Juan melirik kearah Zahal setelah mendengarkan penjelasan dari Rebella.

"Ini pasti ulahmu, Bajingan!"

Rebella yang tak memahami apa maksud Juan tergelitik untuk mengetahui sosok Zahal yang tak dikenalnya.

"Apa berandalan ini juga ada hubungannya dengan Awaland?"

Rebella menanyakan identitas Zahal kepada Juan.

"Apa kau nggak ingat bahwa dia adalah sosok yang...."

Zahal memotong ucapannya sebelum Juan menyelesaikan kata-katanya : "Kau ingin kepalanya pecah karena mendengar namaku?"

Juan terdiam, menghentikan apa yang akan dikatakannya, dan itu membuat Rebella terganggu dan makin penasaran.

"Siapa namamu?" Rebella mendesak Zahal dengan hawa yang mengancam.

"Bukan kapasitasmu untuk mengetahui itu, jalankan saja porsimu, gadis kecil..."

Ucapan itu membuat Rebella sebal : "Cih, jika bukan karena Dewa gagal ini, aku nggak akan bakal memohon kerja sama denganmu, dasar berandal!"

Zahal tersenyum kecil, sementara Juan menutup wajahnya melihat bagaimana Zahal mempermainkan gadis kecil itu.

"Gini! Culik Pierre kesini, aku akan menunjukkan jati diriku kepadanya, dan kau akan sadar betapa mengerikannya sosokku..."

Zahal menyeringai, bagi Juan itu adalah strategi cerdas yang membuat Rebella dengan mudah terpancing untuk menculik Pierre, sekalipun baginya misi itu sangat berbahaya."

"Baiklah! Mudah saja! Kalian berdua menginap disini malam ini, besok akan kubawakan kroco itu kesini!"

Rebella berdiri, beranjak meninggalkan mereka.

"Kau keterlaluan, setelah mengalami kejadian sambaran petir itu, kita seolah jadi sosok kejam yang menempatkan gadis dibawah umur dalam bahaya..."

Juan mencoba meyakinkan Zahal bahwa tindakannya keterlaluan.

"Apa yang kupahami dari mereka selama waktu itu melebihi apa yang kau ketahui tentang dirimu sendiri, Dewa Rendahan..."

Zahal membalikkan badannya dan berusaha menenangkan dirinya agar tertidur.

"Dia nggak akan kembali sampai berhasil mendapatkan Pierre, percayalah..."

Seolah mengenal Rebella dengan baik, Zahal mengakhiri ucapannya sebelum benar-benar tertidur pulas.

Juan menikmati hidangan teh hitam Rebella sambil bergumam : "Rasanya bakal membosankan menunggunya disini sampai berhasil menculik Pierre, itupun kalo dia berhasil melakukannya."

.

..

...

Di belakang rumah dengan halaman luas, Rebella berdiri dihadapan puluhan pemuda bertubuh ramping yang tertunduk menghadapnya.

"Malam ini, cari sosok bernama 'Pierre' sampai ketemu, dan bawa kesini hidup-hidup!"

"Masing-masing bergerak dalam tim tiga orang, dua orang ikut bersamaku!"

Setelah selesai mendengar hal itu, sosok Rebella lenyap diikuti dua orang acak dalam barisan.

Beberapa detik kemudian semua pemuda itu lenyap tak berbekas.

.

..

...

Bulan Purnama yang cerah menyinari malam yang digunakan oleh Zahal dan Juan dengan tidur dan bermalas-malasan.

Suara pintu terbuka, membangunkan Zahal dan membuatnya berbalik.

"Ah, angin rupanya..."

.

..

...

Disuatu tempat di Surabaya, dibalik bayangan gedung kosong yang gelap dan tak terjangkau cahaya bulan.

"Hahh... hah... panggil tiga tim bantuan, aku akan menahan orang itu disini!"

Rebella bersembunyi di balik tembok, berbisik kepada salah seorang bawahannya yang lenyap setelah intruksi yang diberikannya.

"Kita menghadapi lawan yang tak terduga."

Rebella berusaha bergerak dengan sangat senyap, dan waspada sambil melihat kearah target yang diincarnya.

"Jiahahaha, Beruntung Soraya berinisiatif menyewamu untuk menemaniku dan Snippy."

Pierre merangkul sosok pria bertubuh besar yang pernah muncul saat pertemuan bersama Soraya dan Surya.

"Wanita itu menyewaku selama 30 menit. Jika pertempuran berlangsung lebih dari itu aku akan kembali ketempatku."

Pria yang berotot dan memiliki tatapan tajam yang berwibawa itu menegaskan perjanjian mereka.

"Snippy selalu menjaga sosoknya tetap tersembunyi pada waktu malam, itu yang membuatnya menjadi sosok yang mengerikan, Ares."

Pria bernama Ares itu mencoba mencari sosok Rebella dengan penglihatannya yang cukup berguna dan terlatih.

Jauh dibalik bayangan, ditempat yang sama sekali tak disadari Ares, Snippy, apalagi Pierre, Rebella terlihat pucat.

"Berada dalam jarak 100 meter darinya, tapi tekanan yang ditimbulkannya jauh lebih berbahaya dibandingkan berhadapan dengan kakak!"

"Orang ini benar-benar berbahaya!"

Sepertinya sosok yang dimaksud olehnya adalah Ares. Dan ia tak berniat mempertaruhkan nyawa dan mati konyol saat ini.