Hari minggu adalah hari yang tepat untuk bersantai, namun untuk seorang yang statusnya hanya menumpang membuat Lala tidak ingin terihat bermalas-malasan.
Gadis itu bangun lebih pagi untuk membersihkan rumah. Dari tangga, tidak ada satu pun yang keluar dari kamarnya. Lala heran, apa benar di rumah ini ada penghuni lain selain dirinya dan Rendi?
Banyak makanan di atas meja, Lala sengaja memasak banyak untuk penghuni rumah. Karena di hari kerja ia tidak bisa bertemu dengan orang-orang yang satu rumah dengannya, hari ini adalah kesempatannya untuk memperkenalkan dirinya. Sekarang ini Lala sedang merapihkan ruang tamu dengan kemoceng warna-warni, meskipun rumah ini terlihat rapih tapi ia harus membersihkan di sela-sela debu paling kecil hinggap.
"Hoaaam …." Rendi yang baru bangun turun dari tangga dengan nyawa yang masih setengah. Tangannya di rentangkan ke atas agar otot-ototnya merenggang.
"Eh, lo dah bangun Ren?" kata Lala menghentikan aktivitasnya.
Rendi menggaruk belakang kepalanya hingga rambutnya yang sudah berantakan menjadi lebih berantakan. Melihat Lala memegang kemoceng dan lap daur di pundak kirinya membuat pria itu betanya-tanya apa yang sedang diakukan gadis itu. "La, lo ngapain?" tanya Rendi kemudian.
"Gue? bersih-bersih," jawab Lala dengan polosnya.
"Hah? Bersih-berih?" kata Rendi tidak percaya. "La, gue masih mimpi kali ya? Sekian banyak orang yang pernah ngekos di sini, sekalipun gak ada satu pun orang yang berih-bersih rumah ini. Cuma lo doang La."
"Ya terus kenapa?"
"Gue ngerasa jadiin lo sebagai pembantu tahu gak?"
"Ah nggak. Ini kan kemauan gue sendiri lagian gue harus berterimakasih sama lo. Lo udah kasih loketr ke gue, terus kasih tempat tinggal, dan yang paling penting lo udah jadi sahabat gue sekian lama kita kenal."
Rendi tertawa mendengarnya, "yaudah terserah lo deh mau ngapain aja di rumah ini. lo bebas mngelakuin apa pun yang lo mau di sini."
Detik kemudian, dari arah pintu seorang pria memasuki rumah. Perhatian Rendi dan Lala pun tertuju pada pria tersebut. Lala tahu, dia pasti adalah salah satu dari penghuni rumah ini. Laki-laki gemuk berbadan besar itu melepas sepatunya dan menaruhnya di belakang pintu. Matanya sayu sepert orang yang kurang tidur.
Ia berjalan menuju tangga namun di halang oleh Rendi.
"Minggi, gue mau tidur," katanya tak suka jalannya di halangi.
"Gue bakalan kasih jalan kalo lo taruh sepatunya di tempat yang benar," tegur Rendi.
"Emang masalah? Biasanya juga kan tiap pulang gue taruh di situ," balas pria itu.
"Tapi rumah ini baru aja dibersihin sama Lala, minta maaf gih terus taruh sepatunya di rak sepatu!" tegas Rendi meninggukan suaranya.
Melihat Rendi emosi membuat Lala takut, ia pun berdiri di depan sahabatnya itu dan berkata, "Rendi, apaan sih?" lalu bicara pada pria gemuk itu. "Hmm, maaf. Kayaknya Kakak lelah ya? Kakak bisa langsung tidur kok biar nanti sepatunya saya yang bereskan."
Pria itu heran dengan adanya Lala di rumah ini. Ia menatap gadis itu secara detail kemudian berkata, "gue belum pernah lihat lo sebelumnya."
Mendengar itu Lala pun segera memperkenalkan dirinya. "Oh, kenalin saya Lala, penghuni baru di rumah ini." Gadis itu mergulurkan tangannya dengan sebuah senyuman manis di bibirnya.
"Oh ternyata lo penghuni baru itu ya? Panggil aja gue Abel," kata Abel.
Lala sangat senang ia mudah diterima oleh orang-orang di rumah ini. Detik kemudian Abel melangkahkan kakinya ke pintu untuk membereskan sepatunya yang tergeletak dengan asal. "Maaf ya, mulai besok gue bakalan taruh sepatu di rak," kata Abel ramah.
"I—iya, makasih."
Ketika melewati daur, Abel terkejut melihat banyak makanan di meja makan. Pria itu berari ke arah dapur dan memandang makanan-makanan itu dengan wajah kelaparan. "Siapa ini yang masak makanan sebanyak ini?"
"Lala," jawab Rendi. Ia dan Lala menyusul Abel yang sudah siap di meja makan. "Dia buat itu semua sebagai tanpa perkenala." Lala membenarkan perkataan Rendi, gadis itu mengatakan akan membuatkan masakan setiap hari untuk penghuni rumah ini. Betapa senangnya Abel mendapatkan teman baru di rumah ini yang jago masak. Kini ia sudah tidak perlu pergi ke warteg untuk mengisi perutnya.
Baru saja pria itu hendak mengambil piring di meja makan, tangannya di tepis oleh Rendi. "Tunggu Ditta dulu, baru kita makan sama-sama," tegur Rendi.
"Ditta kan udah gak tingga di sini," kata Abel.
"Hah? Dia udah gak di sini?" tanya Rendi dan Lala bersama-sama.
"Tapi, kenapa?" tanya Lala.
"Dia di pecat dari kerjaannya. Lo tahu? Aditya GROUP melakukan PHK secara bersar-besaran. Yang bekerja kurang dari 5 tahun di berhentikan."
Tiba-tiba Lala teringat ketika dirinya menabrak seorang wanita berseragam perusahaan tersebut saat beberapa hari kemarin ketika ia hendak melamar pekerjaan. Ternyata gadis itu adalah Ditta, teman satu kos yang tak sempat bertemu. Teman satu tempat kerja yang tak sempat measakan kerja bersama.
"Berarti satu kamar koong dong," kata Lala.
Rendi dan Abel mengangguk. Tak perlu menunggu Ditta, Rendi dan Lala duduk di kurinya masing-masing untuk sarapan.
Lala segera mengambilkan nasi untuk Rendi dan Abel, lauknya biarkan mereka sendiri yang mengambinya. Kemudian, ketiganya menikmati sarapan mereka. Posisi duduk mereka adalah Abel bersebelahan dengan Rendi, sementara di depan Rendi adalah tempat duduk Lala. Mereka makan dengan teratur, sampai satu masalah berarang di pikiran Lala.
Menyadari ada yang janggal pada sahabatnya Rendi bertanya, "Kenapa, La?"
"Ng … gue cmuma mikir aja sih. Kalo Ditta gak ada berarti kita tinggal bertiga," kata Lala. "Dua cowok, satu cewek. ini gak bener Di!"
"Gak bener gimana? Takut tetangga mikir yang macem-macem? Gak akan. Atau lo takut sama kita berdua? Takunya macem-macem sama lo? Yaudah kalo gitu nanti kita cari penghuni rumah perempuan biar lo ada temennya."
"Masa sih lo takut sama kita, La?" tanya Abel.
"Sory, bukannya gue curiga. gue cuma jaga-jaga aja," kata Lala.
"Iya, kita tau."
Menit kemudian mereka fokus dengan makanan di hadapan masing-masing. Kedua pria di depan Lala memuji masakan gadis itu yang terasa enak. Ia pun betambah semangat membuat sarapan-sarapan selanjutnya untuk mereka.
Dibilang seperti itu, Abel yang paling senang. Akhirnya, setelah sua tahun ngekos di sini dirinya bisa merasakan masakan rumah.
Hari minggu ini Rendi mengajak Lala untuk pergi bersamanya. Lala membawa perlengkapan yang sedikit, membuat Rendi ingin membelikan beberapa perlengkapan untuk Lala di tempat tinggal barunya. Awalnya Lala menolak karena ditraktir oleh laki-laki itu, namun Rendi berkata bahwa ini adalah balasan untuk saapannya yang enak. Sementara Abel memilh untuk tidur dan menghabiskan waktunya di pulau kapuk.
*****