webnovel

I am Not Hero

Aku bukanlah seorang kesatria, penyihir, apalagi seorang pahlawan. Aku hanyalah pemuda desa biasa yang berpetualang demi melupakan seseorang yang kucintai. Sebuah kisah dimana seorang pemuda desa yang akan mengalami sebuah petualangan untuk melupakan sang pujaan hati dan hidup damai di dunia. Apakah ia dapat melupakan dan move on dari orang yang ia cinta? apakah takdir akan mempertemukan ia dengan seseorang yang lebih baik?

Abib_Setiawan · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
8 Chs

Chapter 5

____________________________________________

Chapter sebelumnya:

Kami berhasil sampai ke ibukota. Di ibukota ada banyak orang yang berkumpul agar dapat melihat sang Hero, Lisa. Karena kami tidak mempunyai tempat tinggal di ibukota, kami menginap di tempat kerabat Zelda, yaitu Fiona.

____________________________________________

Aku bangun dari tempat tidurku dan langsung mengganti pakaian. Aku berjalan ke arah belakang mansion. Disini biasanya di pakai oleh Fiona untuk berlatih bertarung. Walaupun ia adalah seorang bangsawan, ia cukup handal menggunakan tombak. Sepertinya ia sudah dilatih sejak masih kecil.

Aku berjalan dengan ogah-ogahan. Sampai akhirnya aku tiba di halaman belakang mansion. Di sana berdiri Fiona yang sudah menggunakan pakaian latihan dan memegang sebuah tombak.

"Lambat! Apa yang sebenarnya kau lakukan."

Fiona terlihat kesal melihatku datang dengan sangat terlambat.

"Maaf Fiona-sama. Aku habis mandi tadi."

"Hah, apa kau tau, apa yang akan kita lakukan? Kita akan bertarung! Kenapa kau malah mandi sebelum kemari."

"Yah itu, aku belum mandi selama perjalanan, jadinya badanku sangat lengket. Jadi aku menyegarkan diri dengan mandi."

Ngomong-ngomong setelah aku sampai di sini aku langsung tertidur di kamar, jadi aku belum mandi sama sekali. Selama perjalanan memang kami melewati beberapa sungai, tapi rasanya itu sangatlah merepotkan untuk mandi setiap hari. Hanya Zelda yang membasuh diri setiap hari.

"Begitukah. Baiklah sekarang cepat pilih senjata yang akan kau pakai."

Fiona sepertinya sudah menyiapkan beberapa senjata yang terbuat dari kayu. Sepertinya itu dibuat agar Fiona tidak terluka saat pertarungan. Ia juga mengenakan sebuah zirah ringan yang diberi mantra penguat.

"Huh, baiklah aku akan memilih ini."

Aku mengambil belati.

"Apa kau benar-benar memilih belati? Aku disini menggunakan tombak kau tau."

"Ya, mungkin kau benar. Saat berhadapan dengan lawan yang menggunakan tombak, lebih baik menggunakan pedang dan perisai. Tapi itu tidaklah masalah."

"Ho...sepertinya kau cukup percaya diri dengan kemampuanmu."

"Tidak, sebenarnya aku hanya tidak terbiasa menggunakan senjata lain selain belati."

"Begitukah. Ya itu tidaklah penting. Sekarang mari kita mulai."

Aku melangkah maju ke depan Fiona.

"Peraturannya sederhana, kau akan menang jika lawanmu menyerah atau ia sudah tidak berdaya lagi. Apa kau mengerti?"

Fiona menatapku dengan serius.

"Aku mengerti."

Aku langsung memasang kuda-kuda bertarung. Fiona juga memasang kuda-kuda.

Seperti biasa aku menunggu agar lawan menyerang duluan dan mencari celah pertarungan.

Fiona tanpa ragu langsung menyerang ku. Ia mencoba menusukku menggunakan tombak yang ia pegang. Mudah bagiku untuk menghindari serangan itu. Aku menyerangnya setelah serangan ia berhasil aku hindari. Tapi Fiona segera menarik tombaknya dengan cepat dan mencoba menusukku lagi. Aku langsung melompat mundur.

Fiona melakukan serangan bertubi-tubi. Tapi aku bisa menghindari semua serangannya. Aku ingin mencoba menyerang sekali, tapi aku sama sekali tidak bisa mendekat.

"Hey, kenapa kau hanya mengindar dari tadi. Cepatlah serang aku."

"Akupun ingin mencoba menyerang, tapi kau sungguh cepat. Aku tidak menemukan timing yang tepat."

"Hehehe, benarkah."

Ia sepertinya senang di puji.

Fiona melanjutkan serangannya yang bertubi-tubi.

Sepertinya aku tidak bisa menghindar seperti ini terus menerus. Aku berfikir bagaimana cara agar bisa mendekatinya.

"Sepertinya ini akan merepotkan."

Aku melompat mundur menjaga jarak.

Apa aku harus menggunakan cara yang sama yang kupakai untuk mengalahkan bandit.

Aku mengambil ancang-ancang dan langsung menerjang ke arah Fiona. Aku langsung melesat ke depan. Fiona mencoba menusuk ku dengan tombaknya. Setelah tombak itu mendekat ke arah ku. Aku langsung menghindar dengan memiringkan badan ku dan langsung mengarah ke Fiona.

Fiona menarik tombaknya dengan cepat. Ia memutar badannya dan menyerang ku dengan cara mengayunkan tombaknya ke arah ku. Aku langsung menangkis serangannya dengan belatiku. Itu membuat tombak Fiona terhempas ke atas. Fiona terlihat kaget karena dari tadi aku hanya menghindari serangan.

Aku sekarang tepat berada di depan Fiona. Fiona juga sudah masuk dalam jangkauan serangan ku. Aku langsung mengarahkan belati yang ku pegang ke arah Fiona.

<Wind>

Tiba-tiba, Fiona melepaskan tombaknya dan sebuah pusaran angin muncul di telapak tangannya. Fiona dengan cepat menunduk agar terhindar dari seranganku dan ia memukul bagian perutku. Pusaran angin di tangannya membuatku terhempas kebelakang. Sepertinya Fiona menggunakan sihir.

"Ugh.."

Tubuhku terpental cukup jauh.

"Remi! Apa kau baik-baik saja."

Terdengar suara Zelda yang menghawatirkan keadaan ku.

"Y-ya, sepertinya."

Aku mencoba berdiri kembali.

"Bukankah itu curang Fiona, menggunakan sihir."

"Tidak, bukankah tidak ada larangan menggunakan sihir?"

Fiona benar, memang tidak ada larangan untuk menggunakan sihir dalam pertarungan ini. Fiona mengambil tombaknya kembali.

"Jadi, apa kau menyerah, Remi?"

"Tidak."

Aku berdiri kembali dan mengambil belatiku yang tergeletak di tanah.

"Ho...baik, mari lanjutkan pertarungan kita."

Aku memasang kuda-kuda.

"Bagaimana ini? Fiona sungguh kuat. Apa aku saja yang terlalu lemah? Dan lagi apa-apaan kecepatan refleksnya itu. Ia sungguh lawan yang kuat." Ucapku dalam hati.

Fiona kembali menerjang bagaikan badai. Ia terus-terusan menyerang dengan tombaknya. Aku hanya bisa menghindari serangannya dan menunggu sampai ia kelelahan.

Tak beberapa lama, Fiona mengubah pola serangannya. Yang tadi hanya menusuk, sekarang ia juga menganyunkan tombaknya. Ia terlihat sangat lihai menggunakan tombak.

Aku berusaha sangat keras untuk dapat menghindari serangan Fiona. Jika saja ayah tidak melatihku menghindari serangan, mungkin aku sudah kalah saat ini.

"Mau sampai kapan kau hanya menghindar, Remi!"

<Wind>

Fiona melakukan sihir lagi. Ia memutar tombak di tangannya ke sana kemari. Sihir kali ini sepertinya berbeda dari sebelumnya. Sihir kali ini adalah sayatan angin yang muncul setiap kali ia mengayunkan tombaknya.

Aku menghindar ke belakang sambil memperbesar jarak. Fiona melakukan serangan sihir berkali-kali, dan itu seharusnya menghabiskan mana miliknya.

"Dasar monyet. Kau sungguh pintar menghindar. Apa kau niat untuk bertarung?!"

Fiona kesal karena aku menghindari semua serangannya.

"Ya, sejujurnya jika bisa aku lebih memilih menghindari pertarungan. Dan menghindar adalah keahlian ku."

"Dasar kau sialan!"

Sebenarnya latihan yang ayah berikan padaku pertama kali adalah untuk menghindari serangan. Ayah bilang karena aku tidak sekuat ayah ataupun memiliki mana yang besar, makanya aku harus belajar cara menghindar. Akhirnya aku menjadi cukup mahir dalam menghindari serangan musuh.

Sepertinya kesabaran Fiona sudah habis. Ia langsung menerjang ke arah ku. Aku mengambil kesempatan ini untuk mencoba menyerangnya. Aku juga menuju ke arah Fiona.

Aku hampir berada di jarak serang Fiona. Fiona menyerang ku, padahal aku masih berada di luar jangkauan tombaknya. Ia mencoba menusuk ku.

Tiba-tiba tombak yang seharusnya tidak akan sampai ke tempatku berada, karena jarak kami yang cukup jauh. Tombak itu seperti memanjang dan membuatku refleks menghindar ke samping untuk menghindari serangan Fiona.

Sesaat aku melihatnya, tombak yang di pakai Fiona tidaklah memanjang. Melainkan ia memegang tombaknya di ujung bawah dengan satu tangan.

"S-sial?!"

Setelah melihat itu aku langsung mengambil kesempatan ini. Aku memegang tombak tersebut sebelum Fiona menariknya kembali. Fiona mencoba menarik tombaknya tapi aku menahannya.

Lalu aku melempar belati di tanganku ke arah Fiona. Ia langsung melepaskan tombaknya di menghindar. Tapi disaat ia melepaskan tombaknya dan menghindar. Aku melangkah maju dengan cepat. Aku membungkukkan badanku agar ia tidak dapat melihatku dan langsung menyerang ke arah dagu Fiona.

"Maaf Fiona" ucapku dalam hati.

Setelah menerima serangan itu, Fiona terjatuh pingsan. Para perawat langsung berlari untuk memeriksa keadaan Fiona. Zelda juga langsung mendekat.

"Fiona!"

Para perawat langsung merapatkan sihir penyembuhan dan mengecek keadaan Fiona.

"Sepertinya aku terlalu berlebihan."

Aku melihat ke arah tangan ku yang baru saja melukai seorang bangsawan.

....

Sekarang sudah sore dan Fiona akhirnya siuman.

Fiona membuka mata.

"Huh, dimana aku? Kenapa aku tiduran disini. Bukankah aku sedang bertarung."

Sepertinya Fiona tidak terlalu ingat apa yang terjadi.

"Fiona!"

Zelda langsung memanggil Fiona. Ia sepertinya cemas dengan keadaannya.

"Oh, kau sudah siuman Fiona-sama."

Aku dan Zelda menunggu Fiona yang pingsan setelah pertarungan itu. Ayah sepertinya marah karena aku membuat Fiona pingsan dan ia menceramahi ku.

Fiona mencoba bangun dari tempat tidurnya. Zelda mencoba membantunya bangun.

"Maaf! Fiona-sama. Sepertinya saya berlebihan dalam pertarungan itu."

Aku segera meminta maaf kepada Fiona.

"Tidak apa-apa. Akulah yang berlebihan dalam pertarungan itu. Lagipula memang seperti itulah peraturannya."

"Fiona-sama..."

Aku memasang wajah yang rumit.

"Tapi kau sungguh hebat bisa menghindari serangan terakhir ku. Padahal itu adalah teknik rahasia ku. Kau benar-benar tangkas."

"Ya, begitulah. Aku selalu berlatih untuk menghindari serangan sejak kecil."

"Begitukah."

Selagi kami berbicara ayah memasuki ruangan ini. Ayah mungkin ingin mengetahui bagaimana kabar Fiona.

"Oh... Kau sudah sadar ya, Fiona-sama. Maafkan putraku, ia sepertinya terlalu berlebihan dalam pertarungan itu. Apa ada bagian yang sakit?"

Ayah meminta maaf.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Lagipula aku yang memulai pertarungan."

Fiona menjawab dengan senyum di wajahnya.

"Oh ya, ini. Aku tadi membelinya di jalan."

Ayah menyodorkan sebuah sate.

"Oh, terima kasih."

"Baiklah, aku akan kembali ke kamar sekarang."

Aku pamit untuk pergi ke kamar dan berjalan ke pintu keluar. Ayah juga meninggalkan kamar Fiona setelah aku. Sedangkan Zelda masih di kamar menemani Fiona.

Chapter 05 End.