rena terbangun dari tidur cantik dan melihat kesamping daddynya sudah tidak ada. rena merasakan sakit kepala yang hebat, bahkan untuk berdiri saja rena tak bisa.
"daddy." panggil rena lemah. mana mungkin vino dengar.
"daddy, sakit." ujar rena mencoba bangun dan dia terjatuh. kesadarannya nyaris hilang.
"rena... hei tetap buka mata. rena rena." hanya itu yang rena dengan kemudian semuanya gelap.
---------------------------------------------------------
vino terlihat panik di koridor rumah sakit. tadi malam badan rena demam cukup tinggi, rena tidur sambil mengigau. vino bangun lebih awal untuk membuatkan bubur, saat masuk dikejutkan dengan rena yang jatuh dengan wajah pucat pasi.
"dad, gak kabarin mami?" tanya renold.
"udah, gak di angkat." jawab vino.
"daddy gak pantes buat khawatir sama dia." ujar rasya.
"dia adik kamu." ujar vino.
"sya, diem dulu. lo kalo gak nyaman disini mending pergi." ujar renold agar suasana gak makin butek.
semua yang ada disana diam, vino merasa ada yang aneh dari dera. dera gak angkat telpon dari dirinya.
"kelurga sarena?" tanya dokter saat keluar.
"saya dok, lalu bagaimana?" tanya vino.
"bisa bicara sebentar di ruangan saya?" tanya dokter.
"oh tentu. ren, daddy titip rena." ujar vino.
"iya, dad." jawab renold.
"sayang, aku tau kamu lagi bimbang. dia adik kamu. aku tau kamu sayang dia." ujar zefa.
"dia gak pantes buat di sayang." ujar rasya.
"sya, kakak tau kamu benci mami. kamu kecewa lebih tepatnya." ujar zefa.
"udahlah ini rumah sakit." ujar renold menyudahi awal dari adu mulut itu.
"mending kamu telpon mami lagi. mungkin mami sungkan buat angkat telpon daddy." ujar zefa.
---------------------------------------------------------
"jadi anak saya kenapa?" tanya vino.
"sebelumnya saya ingin bertanya. apa akhir-akhir ini serena mengalami gejala yang menurut bapak aneh?" tanya dokter.
"setau saya, rena mudah lelah akhir akhir ini. dia sering sakit. dan tadi dia pingsan." ujar vino.
"serena mengalami Hemorrhagia cerebral atau pendarahan otak. bisa terjadi karena tekanan darah tinggi, atau bisa karena terjatuh. untuk kasus serena ini saya rasa putri bapak pernah jatuh." ujar dokter.
"lalu apa yang akan terjadi selanjutnya dok?" tanya vino.
"kami akan mengkaji terus tentang kasus ini. kami mohon bapak dan keluarga memberikan semangat untuk serena." ujar dokter.
---------------------------------------------------------
"Assalamu'alaikum, dera. lah kok gak di kunci?" ujar wanita dengan jilbab biru.
"dimas!!! sini. rumah dera sepi." ujar wanita itu memanggil temannya.
"eh vir, inget umur dong. teriak teriak terus. santai dulu, mungkin dera lagi di belakang." ujar laki2 yang dipanggil dimas.
"perasaan ku gak enak. dim, masuk yuk. sumpah feeling aku jelek banget." ujar vira.
"iya ayo." ujar dimas.
"dera!! dera.... kita dateng nih." ujar vira.
"gue naik ya." ujar dimas.
"iya. aku ke belakang." ujar vira.
dimas naik kelantai dua, pintu kamar dera terkunci dari dalam. ada suara panggilan masuk tapi, gak diangkat.
"vira!" panggil dimas. dimas menggedor gedor pintu tapi tak ada sahutan dari dalam.
"ada apa?" tanya vira panik.
"lu telpon temen2 deh. lu telpon vino. dera kayaknya di dalem. tapi diem aja." ujar dimas.
"dim, dobrak aja. vino otw kesini. yang lain juga." ujar vira.
1....2...3.... brak
"dera!!!" vira yang akan mendakat ke dera di halangi oleh dimas.
"jangan dulu, biar kita lapor polisi dulu. udah udah, vir. tenang." ujar dimas membawa vira keluar.
---------------------------------------------------------
"dad, kenapa?" tanya zefa yang melihat mertuanya pucat setelah menerima telpon.
"renold kemana?" tanya vino.
"ke taman dengan rasya. ada apa dad?" tanya zefa.
"daddy kenapa?" tanya zefa kembali, vino terduduk di kursi tunggu sambil menangis pelan.
"daddy kenapa?" tanya rasya yang datang dengan renold.
"mami kalian di temukan meninggal di kamar." ujar vino yang mampu menbuat mereka semua lemas.
"dad, plis jangan bohong. rasya belum ngomong apapun ke mami." ujar rasya yang memeluk vinoi diam dalam tangisan.
"daddy titip rena. mungkin ini yang terakhir daddy bisa memeluk mami." ujar vino yang kemudian berlari ke luar rumah sakit.
---------------------------------------------------------
"dim, kok rame?" tanya fatan.
"bini lu kenapa?" tanya sefa.
"dimas! jawab! gue gak mau ada prank apa lah itu. kenapa ada polisi?" tanya zul.
"dera meninggal." ucapan vira mampu membuta ketiga orang itu diam dan duduk lemas.
"bohong lo." ujar sefa yang kini sudah di pelukan vira.
"gue masih gak percaya tapi ini kebenarannya. dera udah gak ada." ujar vira.
mobil mewah warna merah yang kini berhenti didepan gerbang. vino keluar dengan wajah panik dan air mata masih ada.
"vin, lo." ujar zul.
"dimas! bilang sama gue lo bohong! bilang dim!" ujar vino.
"dia bener udah gak ada, vin." ujar vira.
vino berlari masuk kerumah memastikan yang terjadi. di depan pintu kamarnya yang dulu penuhi canda tawa kini ramai dengan polisi. jasad dera masih di sana.
"saya suaminya, pak." ujar vino.
vino melangkah mendekati dera, foto keluarga berada di sampingnya. vino tertunduk melihat wajah pucat pasi dengan luka sayatan di tangan kanannya.
"der, bangun. rena sakit. gimana aku bisa jelasin semuanya ke rena? sayang. dera... sayang bangun. maaf sayang." ujar vino tangisnya pecah di depan jasad separuh jiwanya.
"vin, biar polisi lanjut kerja. dan jasad dera di bawa ke rumah sakit." ujar zul.
"gue suami yang bodoh. gue sia sia in dia karna gue egois. gue..." ujar vino terpotong karna tak sanggup melanjutkan lagi.
"udah vin. ikhlaskan." ujar sefa.
---------------------------------------------------------