webnovel

I'M NOT VILLAINESS

"Aku harus mengambil kembali gelarku." Teresa Elbourd, gadis penerus keluarga Count Elbourd menyaksikan ketidakadilan bagi keluarganya. Gelar 'Marquess' itu adalah penghargaan bagi keluarganya namun ternyata keluarga Count Oaniq yang mendapatkannya. Namun tidak disangka, gelar yang diberikan kaisar lebih dari yang diharapkan mereka dan justru mempertemukan Teresa dengan putra mahkota yaitu Brivon Triaz. Bagaimana kisah Teresa yang angkuh, Syica yang selalu iri, dan Brivon yang sedikit mengharapkan rasa pada Teresa?

dindanos_13 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
4 Chs

DEBUTANTE (1)

Tidak terasa beberapa hari lagi akan digelar debutante di istana kerajaan. Teresa sudah mempersiapkan desain gaun dengan edisi terbatas dari butik yang sangat terkenal. Semua orang akan melakukan hal yang sama dengan Teresa. Gaun yang sudah didesain sendiri oleh Teresa karena ia sudah bosan dengan gaun yang sama dengan desain orang lain.

"Nona, perawatan wajah adalah hal yang wajib," ucap Risa sambil membawa perlengkapan perawatan wajah untuk Teresa.

Teresa menatap Risa kemudian mengangguk.

Teresa berbaring di sofa dan Risa duduk di belakang sofa sambil melakukan pijat wajah terlebih. Teresa mengantuk hingga akhirnya ia ketiduran di posisinya.

Selesai memijat, Risa membuatkan masker wajah untuk membuat kulit wajah kencang. Ia mengaplikasikan wajah Teresa dengan lembut dan mendiamkannya selama sepuluh menit. Setelah itu, ia membilasnya dengan handuk basah karena Teresa tidak terbangun dan ia tidak ingin membangunkannya.

***

"Halo, Nona Teresa. Sangat cantik seperti namanya!"

Teresa yang sedang menyambut desainer yang bernama Kayla itu tersenyum membalasnya. Ia membawa semua gaun pesanan Teresa. Gadis itu memesan empat gaun untuk memberikan penampilan terbaiknya.

"Gaun pesanan Nona sudah saya bawa. Gaun warna merah maroon, biru muda, pink, hitam, dan hijau muda. Mata Nona berwarna biru, pasti akan cocok menggunakannya."

Teresa mencoba memakainya dibantu dengan dua dayangnya.

Teresa memandang cermin besar di hadapannya. "Oh, cantik sekali pundakku."

Kayla mengangguk, "Nona Teresa cantik menggunakan gaun apapun. Ini adalah gaun yang belum pernah saya buat sebelumnya. Sebuah kehormatan Nona memakainya di acara debutante."

"Permata yang cocok denganku, warna apa ya?"

Kayla memasang wajah berpikirnya. "Nona akan terlihat cantik memakai apapun."

Teresa mendelik.

***

Usaha Teresa dalam mendirikan toko permata sudah mulai berjalan. Beberapa hari yang lalu ia survey ke Kaybeen langsung tanpa ditemani Brivon. Ia hanya ingin melihat kualitas bahan dasarnya di pertambangan, itu membuat Teresa puas karena tidak akan mengecewakan.

Produk pertama yang dibuat oleh Teresa adalah permata yang bisa berubah warna bila terkena cahaya atau di kegelapan. Saat berada di bawah sinar matahari warnanya akan berubah menjadi hitam, saat di ruangan berubah menjadi biru, dan di kegelapan akan berubah menjadi merah. Permata itu sudah diberi sihir.

Menakjubkan.

Hari ini adalah hari di mana debutante dilaksanakan. Hari kedewasaan sudah tiba. Teresa sudah tidak sabar untuk memberi yang terbaik dalam acara ini. Bahkan beberapa hari yang lalu ia sempat belajar dansa lagi agar nanti tidak merepotkan pasangannya.

"Putra Duke Giant, tidak pernah mau berkenalan denganku tapi dia akan pergi bersama Syica," ucap Teresa pada Risa.

Risa mengangguk, "Saya tahu, di mata orang lain nama Nona sudah dipandang buruk semenjak gelar itu diberikan. Sekarang Nona tunjukkan apa yang bisa Nona dapatkan dan tidak bisa Nona Syica dapatkan. Nona paham kata-kata saya?"

"Tapi aku tidak bisa mendapatkan Tuan Alta."

"Eeey," Risa tertawa, "Nona, tidak ada yang bisa diandalkan dari Tuan Alta. Berpedang tidak bisa, hanya berdiam diri di ruang kerja seperti ayahnya. Nona tahu sendiri, Nona bisa memakai panah dan pedang, pintar dalam usaha, dan juga cantik. Tidak sebanding dengan Tuan Alta," jelasnya.

Teresa mengangguk, "Iya juga. Kau pintar sekali."

Risa nyengir, "Itu bukan apa-apa, Nona."

Berdandan selesai. Teresa cantik sekali dalam balutan gaun birunya yang mengembang. Ia beberapa kali memutarkan badannya untuk melihat seberapa anggung dirinya.

"Aku akan bertemu ayah."

Teresa berjalan menuju ruangan ayahnya sendirian. Beberapa pelayan yang bertemu dengannya memujinya membuat Teresa semakin percaya diri.

"Ayah! Aku sudah siap!" ucap Teresa begitu pintu dibuka.

Jeemy terbelalak, "Kau anak siapa? Cantik sekali! Seperti Ibumu dulu."

Alisha yang sedang duduk di sofa itu akhirnya bangkit.

"Ayahmu menyukai Ibu saat debutante. Semoga kau juga bertemu dengan pria yang menyukaimu," cerita Alisha.

Teresa mendelik, "Hiy, apa-apaan itu? Selama ini tidak ada orang yang kusukai."

"Ayo, sudah siang. Kita harus ke istana tepat waktu."

Acara dilakukan pukul dua siang dimana matahari sudah menurunkan dirinya sedikit dan sekarang pukul dua belas dimana posisi matahari ada di atas kepala.

***

Sesampainya di istana raja, orang tua Teresa sudah berjalan duluan dan masuk ke dalam auditorium sedangkan peserta menunggu di salah satu ruangan dekat auditorium. Sudah banyak gadis yang berkumpul di sana dan ada juga Syica dan Belia. Mereka melambaikan tangan mereka memberi isyarat agar ikut bersama mereka.

"Teresa, kau sangat cantik di antara yang lain!" puji Belia.

Teresa tertawa malu, "Ah, Belia. Kau lebih cantik dari siapapun."

"Kau mendesain gaunmu sendiri?" tanya Syica.

"Ya, aku hanya mendesain beberapa gaun saja."

"Wah, sungguh di luar dugaanku. Teresa memiliki banyak bakat, selain memiliki usaha permata juga bisa mendesain gaun sebagus ini! Lain kali aku akan memintamu membuatkannya!" ucap Belia.

Teresa tertawa, "Kau terlalu berlebihan."

Syica mengepalkan tangannya namun raut wajahnya palsu, ia tetap tersenyum.

"Kau membuat sesuatu yang hebat di umur delapan belas tahun."

"Teresa, aku lupa. Selamat ya, katanya keluarga Elbourd menerima gelar Duke dari kaisar langsung. Beruntung bukan gelar Marquess yang diberikan pada keluarga kalian," celetuk Syica.

Akhirnya ia membahas tentang itu.

Teresa tersenyum, "Ya, walaupun gelar keluargaku Marquess itu tidak akan berpengaruh apa-apa. Aku juga terkejut karena tiba-tiba kaisar memanggil."

Belia menatap haru Teresa, "Itu sangat istimewa! Kaisar langsung yang memberinya. Aku iri padamu. Apa kau bertemu dengan Putra Mahkota Triaz?"

Brivon. Pria yang sudah memiliki kekasih namun tidak direstui. Saat tinggal di istana Brivon banyak cerita masalah kekasihnya dan ia juga tidak menyukai gadis itu, ia tidak enak menolak gadis cantik seperti Anjelie.

"Ya, beberapa kali aku berbincang dengannya," jawab Teresa.

"Benarkah? Sungguh beruntungnya jadi Teresa!" ucap Belia.

Syica semakin kepanasan mendengar apa yang terjadi pada Teresa. Ia pamit untuk ke toilet.

"Teresa, aku memperhatikan Syica menampakkan tidak suka padamu. Aku minta maaf," ucap Belia.

Teresa mengangguk, "Tidak masalah, hanya diri dia yang iri. Sekarang kau bisa menilai siapa yang iri di antara kita."

***

Pemanggilan para nona dan tuan yang mengikuti acara kedewasaan.

"Syica Oaniq dari keluarga Marquess Oaniq."

Syica yang berdiri di hadapan Teresa itu melirik dan tersenyum miring padanya lalu berjalan memasuki auditorium istana.

"Teresa Elbourd dari keluarga Duke Elbourd."

Teresa berjalan memasuki auditorium untuk memberikan salam kepada raja dan ratu. Beberapa orang yang melihat Teresa itu membicarakannya perihal gaun yang dipakai Teresa dan juga permatanya yang seketika berubah menjadi warna biru saat memasuki auditorium.

"Hormat saya. Semoga Tuhan melindungi Kerajaan Imazal," ucap Teresa sambil membungkukkan badannya.

"Kami bangga, kau berhasil. Selamat menikmati pesta hari ini!"

Beberapa orang sudah berpasangan dan bersiap untuk berdansa. Lirikan mata Teresa mengarah pada Syica yang sedang mencari pasangannya. Teresa menghampirinya.

"Syica, Tuan Alta ke mana?" tanya Teresa.

Gadis itu menatap Teresa, "Oh, Tuan Alta pemanggilan pertama jadi ia pamit ke toilet terlebih dahulu."

"...ah, kalau begitu aku permisi, ya. Belia pasti sudah menemukan pasangannya."

Syica mengangguk, "Semoga kau menemukan pasanganmu."

"Terima kasih."

Teresa berjalan meninggalkan Syica yang masih menunggu Alta. Teresa berjalan untuk mengambil minuman yang sudah disediakan. Ia meminum sambil memperhatikan orang berdansa.

"Nona Teresa, selamat atas debutantemu."

Mendengar kata-kata itu, Teresa tersentak dan menatap ke arah sumber suara. Tidak disangka, ia adalah Brivon.

"Yang Mulia! Anda datang dengan siapa?" tanya Teresa.

Brivon tersenyum tipis, "Ayah dan ibuku datang, kok."

"Ahaha, Yang Mulia silakan minum."

"Dibandingkan minum," Brivon mendekati Teresa, "Aku ingin mengajakmu berdansa. Bolehkah?"

Sebuah kesempatan emas bagi Teresa bila menerima tawaran Brivon. Ia menerimanya dan menyimpan gelas itu. Mereka berjalan ke lantai dansa membuat perhatian semua orang tertuju pada dua orang yang baru saja tiba. Siapa lagi jika bukan Brivon dan Teresa.

Musik mengalun membuat mereka terlarut dalam suasana dansa.

"Belia, Teresa berdansa dengan siapa?" tanya Syica yang baru saja membereskan satu lagi setelah dansa.

Belia memperhatikan keduanya dengan serius.

"Aku tidak yakin, tapi itu seperti Putra Mahkota Triaz. Itu adalah pakaian resmi kekaisaran," jawab Belia.

Syica membulatkan matanya, "Tidak mungkin. Teresa tidak dekat dengan siapapun."

"Kenapa? Kau iri padanya?" tanya Belia.

"Apa yang kau katakan? Justru dia yang iri padaku."

"Dia bukan iri padamu, tapi dia tahu apa yang harus dia lakukan saat haknya dirampas orang."

Syica mengepalkan tangannya, "Kau sama saja dengan yang lain."

"Suatu saat semua orang akan tahu, siapa orang yang pantas untuk dijadikan sekutu."

***

"Terima kasih, Yang Mulia. Pertama kali berdansa bersama Anda, sebuah kehormatan bagi saya," ucap Teresa.

Brivon mengangguk, "Bukan masalah. Setelah ini, apa boleh aku mengantarmu ke rumah?" tanyanya.

"Yang Mulia!"

Siapa yang berani meneriaki anak kaisar seperti itu?!

Keduanya melirik, ternyata Syica.

"Tidak kusangka bertemu Yang Mulia di sini. Sebuah kehormatan bagi saya bertemu Yang Mulia. Apakah boleh saya mengajak Yang Mulia berdansa?" tawar Syica.

Syica menampakkan smirk-nya kepada Teresa sedangkan gadis itu hanya bersedekap dada sambil membuang muka.

"Maaf, tapi saya hanya mau berdansa dengan Nona Teresa. Terima kasih, Nona," tolak Brivon tanpa pikir.

Semua mata tertuju pada tiga orang yang sedang berkumpul itu, Syica, Brivon, dan Teresa. Mereka berbisik melihat Syica yang ditolak oleh Brivon kemudian berjalan meninggalkan keduanya.

"Saya tidak masalah jika Yang Mulia ingin berdansa dengan siapapun. Saya bukan siapa-siapa Yang Mulia," ucap Teresa.

Brivon tertawa, "Aku hanya ingin bersamamu."

"Eeey, Yang Mulia ini bagaimana. Apa Nona Anjelie masih bersama Yang Mulia?"

"Dia yang selalu mencariku padahal aku sudah menolaknya berkali-kali. Ayahku juga sudah mengancam. Anjelie memang agak kurang ajar, keluarganya sangat tertutup."

"Apa Yang Mulia tahu kalau nama baik saya sudah tercemar di sini?" tanya Teresa.

Brivon tertawa, "Tercemar karena apa? Memang sih sifatmu sedikit angkuh dan gengsi tinggi, aku menyukainya."

Teresa merasakan jantungnya berdebar kencang. Rasanya ia seperti sedang berlari jauh tanpa beristirahat.

"Yang Mulia! Hormat kami!" ucap Jeemy dan Alisha saat mendapati anaknya bersama Brivon.

"Oh, Tuan Duke dan Duchess Elbourd. Kalian tidak perlu memberikan hormat," balas Brivon.

Jeemy menyenggol pelan lengan Brivon, "Bagaimanapun juga Anda anak kaisar. Ah, Yang Mulia, ada apa Anda datang ke sini?"

Brivon menatap Teresa, "Aku datang untuk menjadi pendamping Nona Teresa."

Jeemy dan Alisha menatap Teresa seolah meminta jawabannya sedangkan Teresa sendiri tidak tahu apa maksudnya Brivon datang saat debutantenya.

Teresa merangkul ibu dan ayahnya, "Acaranya sudah selesai, kalau Ayah dan Ibu mau berbicara dengan raja, silakan. Aku akan pulang."

"Ayah akan makan malam bersama raja. Kau tidak akan bertemu Pangeran Yakiel?" tanya Jeemy.

Teresa menggelengkan kepalanya, "Tidak. Aku ingin pulang karena kakiku pegal."

"Baiklah."

***