Mariana ingin sekali bebas pergi ke sana sini tanpa diikuti oleh bodyguard atau semacamnya, pergerakannya selalu tidak leluasa dan serba terbatas karena banyak orang-orang suruhan dari suaminya.
Dirinya merasa seperti menjadi buronan yang sedang diintai oleh banyak mata-mata, bahkan hal seperti itu sudah berlangsung 3 tahun lamanya semenjak mereka pindah ke luar negeri.
"Bisa kalian tolong jaga jarang dariku? Aku tidak ingin orang orang melihatku dengan tatapan aneh, karena kalian terus mengikuti ke manapun aku melangkahkan kakiku?" suruh Mariana sembari mendorong troli belanjaan.
"Maafkan kami nyonya, tapi ini sudah menjadi tugas dan kewajiban untuk melindungi anda dan mengawasi setiap apapun yang anda lakukan di luar rumah. Kalau anda tidak bisa menerima keberadaan kami di sini, terpaksa kami akan memaksa anda untuk pulang kembali ke rumah sesuai dengan perintah bos kami," ujar sang bodyguard membuat Mariana mendengus kesal, karena suaminya benar-benar kelewatan dalam memberikan penjagaan yang begitu ketat padanya.
"Sekali saja aku ingin belanja dengan tenang dan sendirian, aku tidak akan pergi ke mana-mana jadi kalian tidak perlu khawatir seperti itu. Sekarang aku ingin belanja, jadi lebih baik kalian tunggu di luar supermarket saja, karena aku tidak akan melarikan diri ke mana-mana karena pintunya cuma ada satu di depan sana," perintah Mariana akhirnya disetujui oleh para bodyguard.
Untung saja para bodyguard tersebut masih punya perasaan dan rasa kasihan padanya, hingga mereka mau menurutinya kali ini. Padahal sebelum-sebelumnya tidak pernah mereka mau, ketika disuruh untuk berdiri yang berjarak darinya. Bahkan mereka selalu menempel ke manapun itu, suaminya saja sudah jarang sekali menemaninya setiap kali bepergian.
"Hufft, mumpung aku lagi sendirian aku mau menelepon, Logan." Mariana mencuri-curi kesempatan untuk menelpon putra sulungnya, selagi para bodyguard berjaga di depan supermarket.
"Logan"
Berdering....
"Halo, Ma?"
"Halo sayang, kenapa kamu lama sekali mengangkat teleponnya? Kamu lagi ada di mana?"
"Maaf, tadi tidak kedengaran kalau ada telepon masuk. Aku lagi ada di luar hotel."
"Hotel? Memangnya kamu lagi ada di mana sekarang?"
"Aku lagi liburan di Lombok."
"Lombok? Sama siapa kamu pergi ke sana? Terus bagaimana dengan adik kamu dan juga oma? Apa mereka hanya berdua saja di rumah? Bisa-bisanya kamu meninggalkan mereka berdua hanya demi liburan?"
"Mama, ini ngomong apa, sih? Aku tidak mengerti, yang jelas ke manapun aku pergi, sejauh apapun itu, aku akan tetap membawa keluargaku bersamaku. Aku tidak akan meninggalkan mereka hanya karena masalah sepele, apalagi hanya demi seseorang yang tidak bisa menerima apa adanya."
"Kamu nyindir, Mama? Bukankah mama sudah sering sekali menjelaskan alasan yang sebenarnya?"
"Aku tidak menyindir siapapun, aku hanya mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku saja. Tapi kalau mama merasa tersindir ya itu bukan salahku."
"Hufft, ya sudahlah kenapa jadi berdebat kayak gini, sih? Jadi kamu ke Lombok liburan sama siapa? Sama pacar kamu?"
"Bukan, aku sama Andi dan oma. Sebenarnya adikku itu yang pengen liburan ke sini, kalau aku hanya bagian menurutinya saja."
"Emm terus sekarang mereka ada di mana? Apa mereka juga lagi sama kamu di luar?"
"Tidak, mereka di kamar. Lagian di luar sedang hujan, aku tidak akan membiarkan mereka sakit karena terkena cuaca dingin."
"Syukurlah kalau begitu, kalau ada apa-apa jangan lupa untuk ngasih kabar ke, Mama."
"Iya, Mama tidak perlu khawatir karena aku bisa menjaga mereka dengan baik di sini. Kalau kalian tidak bisa pulang ke Indonesia tidak masalah bagiku, aku bisa membesarkannya sendiri. Kalau kalian juga tidak ingin merawat ataupun mengakuinya sebagai anak, aku sama sekali tidak keberatan. Aku sudah lelah membujuk kalian untuk pulang ke Indonesia, sekarang terserah kalian mau pulang atau tidak Itu hak kalian kok."
"Doakan saja supaya mama dapat membujuk papamu untuk bisa pulang ke Indonesia, kamu tahu sendiri bagaimana keras kepalanya papamu itu. Mama, sebenarnya juga tekanan batin di sini, setiap hari ditinggal kerja dan tidak diperbolehkan untuk pergi ke manapun sesuka hati, Mama. Sejauh ini mama masih mencari cara, agar dapat keluar dari rumah sendirian dan tidak diikuti oleh bodyguard lagi. Tapi kamu tolong bersabar dan harap memaklumi situasi dan kondisi yang terjadi, karena memang semuanya tidak semudah itu."
"Setidaknya pikirkan juga tentang Andi, walaupun kalian tidak bisa pulang berikanlah hak yang seharusnya dia dapatkan, yang belum pernah didapatkannya. Jangan malah melalaikannya begitu saja, Apa kalian tidak ingin mengenalkan diri sebagai orang tuanya, kepada bocah laki-laki itu?"
"Mama, sebenarnya sangat ingin bertatap muka dengannya, hanya saja mama belum siap dan mama tidak tahu harus mengatakan apa, jika dia menanyakan tentang siapa mama ini? Jujur saja mama sangat merindukan kalian, tapi mama tidak bisa berbuat banyak karena pergerakan mama semuanya diawasi di sini. Bahkan setiap hari ponsel mama juga selalu diperiksa oleh papa kamu, dia tidak akan membiarkan ada satupun fotonya Andi yang menghiasi ponsel mama. Mama juga serba salah di sini."
"Huffft, ya sudahlah terserah saja maunya bagaimana, setelah ini aku mau kembali lagi ke kamar."
"Salam ya untuk mami, jangan lupa kalau ada apa-apa langsung kasih kabar. Walaupun mama tidak setiap saat memegang handphone, tapi mama ingin menjadi bagian penting juga dalam hidup kalian."
"Ya sudah telepon aku tutup dulu."
"Iya sayang, kalian have fun di sana."
"Iya, Mama juga hati-hati di sana."
Mariana menutup ponselnya dan segera menyelesaikan belanjanya, takutnya para bodyguard curiga kalau dirinya belanja terlalu lama. Sebenarnya stok makanan di rumah masih banyak, tapi dirinya sudah tidak betah kalau harus setiap hari full di rumah dan belanja adalah satu-satunya alasan yang tepat.
"Apa semuanya sudah selesai? Kalau sudah selesai, mari kita langsung pulang ke rumah?" ujar sang bodyguard.
"Tolong kalian bawakan belanjaan saya," suruh Mariana kemudian berjalan lebih dulu menuju mobil.
Baru saja memasuki mobil, sang suami yang membuatnya selalu merasa tertekan menghubunginya lewat WhatsApp dan melalui video call juga.
"Haris"
Is video call...
"Halo?"
"Halo, kamu lagi ada di mana sekarang? Kenapa keluar rumah tidak bilang dulu sama aku? Apa sekarang kamu sudah mulai berani sama suamimu ini?"
"Kenapa, sih? Aku hanya pergi belanja ke supermarket sebentar, kenapa kamu marah-marah seperti itu? Lagian aku juga ditemani oleh beberapa bodyguard."
"Sudah kukatakan berulang kali, kalau mau keluar itu pamit dulu sama aku. Apa kamu sudah tidak menghargai aku sebagai suami kamu?"
"Ah kenapa kamu jadi over sekali, sih? Lagian aku sudah dalam perjalanan pulang, jadi jangan mengomel lagi."
"Bagus, katakan sama supir untuk langsung pulang dan jangan mampir-mampir lagi. Aku menunggu kamu di rumah."
Mariana tidak ingin lagi meladeni bacotan suaminya, ia lebih memilih mematikan sambungan teleponnya daripada semakin membuatnya pusing.
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE
DAN COMENT GAESS, TERIMAKASIH