Mariana sudah tidak tahan lagi berada di rumah yang seperti penjara untuknya, di mana dirinya tidak bisa leluasa bergerak karena banyaknya CCTV dan juga penjagaan yang ketat di rumah tersebut. Ide cemerlang terlintas dipikirannya asalkan bisa membuatnya terlepas dari rumah tersebut, walaupun ide yang dianggapnya cemerlang namun bisa juga mempertaruhkan nyawanya.
"Terpaksa aku harus melakukan ini, demi kebaikan bersama dan supaya cepat keluar dari rumah ini. Kalau tidak begitu aku benar-benar tidak punya pilihan lain lagi, aku sudah muak berada di rumah ini. Rumah di mana penghuninya tidak ada yang menghargaiku sama sekali, kalau aku tidak ingat merindukan anak-anak dan ingin berkumpul dengan mereka, sudah dari dulu aku pergi dari dunia ini. Sayangnya aku masih ingin melihat anak-anakku tumbuh dewasa dan melihat mereka menikah, bersama wanita yang mereka cintai. Aku tidak akan pergi secepat itu, sebelum aku berhasil memeluk mereka dan mengatakan betapa aku mencintaimu mereka," curahan hati seorang Mariana.
Saat ini dirinya berada di dapur dengan sebelah tangan kanan yang memegang pisau, kemudian diarahkan ke pergelangan tangan kirinya saat dirasa sekitarnya sudah mulai sepi.
"Aku tak punya pilihan lain."
SREETTTTTT!!!!
"Akkhhhh sakitthhh," rintih Mariana melihat banyak sekali darah, yang bercucuran keluar dari pergelangan tangannya akibat sayatan karena ulahnya sendiri.
Para pekerja di sana yang melihat majikan mereka kesakitan, bergegas membopongnya dan membawanya ke rumah sakit untuk segera mendapatkan penanganan. Bisa habis mereka oleh sang tuan, kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk dengan nyonya besar di rumah ini. Mereka menyesal karena sudah ceroboh dan lalai, tidak menjaga dengan ketat nyonya besar.
"Nyonya, bertahanlah." Salah satu bodyguard membalut pergelangan tangan Mariana dengan kain, agar darahnya tidak terus keluar hingga nanti sampai di rumah sakit. Beruntung rumah sakit tidak begitu jauh dari rumah mereka, rumah sakit tersebut termasuk elit fan hanya orang-orang dari kelas menengah ke atas saja yang mampu dirawat di sana.
Ketika Mariana sudah dibawa ke ruang IGD, para bodyguard kebingungan haruskah sekarang memberitahukannya kepada sang tuan, tapi takutnya mereka bakalan kena amuk kalau sampai memberitahukan kabar buruk tersebut.
"Kita harus tetap memberitahukannya apapun yang terjadi, karena bagaimanapun juga ini sudah menjadi tanggung jawab kita. Walaupun nantinya bos akan marah besar, tapi itu sudah menjadi resiko dari pekerjaan kita," ujar salah satu bodyguard.
"Bagaimana kalau nanti kita dipecat dari pekerjaan kita?" panik yang lainnya.
"Aku malah berpikir kita akan dijebloskan ke penjara, karena sudah lalai menjaga nyonya besar," ujarnya.
"Hufft, kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa dengan pekerjaan kita dan juga dengan nyonya besar. Ya sudah kalau begitu, aku akan menelponnya terlebih dahulu." Salah satu dari mereka memberanikan diri menghubungi Haris, yang kini tengah berada di luar kota untuk urusan bisnis.
"Bos Besar"
Berdering...
"Halo, ada apa?"
"Halo, Bos? Emm sebelumnya kami minta maaf, karena mengganggu pekerjaan anda. Tapi ada yang ingin kami sampaikan dan ini sangat penting."
"Apa yang ingin kalian sampaikan? Langsung saja to the poin, saya tidak punya banyak waktu?"
"Emm ini soal istri anda."
"Istri saya? Kenapa dengannya? Apa dia melarikan diri? Apa kalian tidak becus menjaganya?"
"Tidak, beliau tidak melarikan diri tetapi beliau masuk rumah sakit. Maafkan kami yang lalai menjaga nyonya besar."
"Apa? Masuk rumah sakit? Kenapa? Kok bisa?"
"Entah apa terjadi, tapi kami sudah menemukan nyonya besar terkapar di lantai dengan darah yang bercucuran banyak di pergelangan tangannya. Kami langsung membawanya ke rumah sakit dan sekarang sedang ditangani oleh dokter."
"BRENGSEK! Kerja kalian apa saja selama ini? Kenapa sampai bisa lalai seperti itu? Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk dengan istri saya, ha? Memangnya kalian mau bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa?"
"Sekali lagi kami minta maaf bos, karena sudah lalai. Kami janji kejadian ini tidak akan pernah terulang lagi."
"Ah shit! Brengsek! Segera kirimkan alamat rumah sakit, di mana istri saya dirawat? Saya akan segera ke sana dan untuk kalian, saya tidak akan melepaskan kalian begitu saja. Saya akan memberikan hukuman, karena kalian sudah lalai menjaga istri saya. Padahal kalian hanya menjaga satu orang saja di rumah itu tapi kenapa tidak pecus, ha?"
"Maaf, Bos."
"Halah, saya tidak membutuhkan permintaan maaf dari kalian. Kalian lihat saja apa yang bisa saya lakukan, apalagi kalau istri saya sampai tidak selamat."
Para bodyguard berharap-harap cemas menanti kedatangan bos besar mereka, yang selama ini tidak pernah main-main dengan ucapannya, apalagi dengan kemarahannya. Mereka bekerja dengan bos besar sudah bertahun-tahun lamanya, hingga membuat mereka hafal betul bagaimana kelakuan orang kaya raya tersebut.
Logan yang awalnya sedang asik membersihkan mobil bersama dengan adik kesayangannya, tiba-tiba merasakan firasat yang tidak enak dan pikirannya hanya tertuju kepada mamanya yang sedang berada jauh di sana.
"Papa?"
BYUURRRRR!!!!!
"Oh astaga, Papa basah nih. Aihh rasakan kamu yak." Logan tak membiarkan adik kesayangan yang lolos begitu saja, ia balik mencipratkan air ke badan mungil adik kesayangannya tersebut. Hingga terjadilah peperangan setelah selesai membersihkan mobil, sang oma yang melihat sambil duduk di temani dengan segelas teh hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat keakraban ke dua cucunya.
"Rumah ini pasti akan terasa lebih lengkap jika kalian ada di sini, lihatlah anak-anak kalian sudah tumbuh dengan sehat dan tak kekurangan suatu apapun. Kenapa kalian tidak ada rencana untuk pulang? Mamai, merindukan kalian," batin sang oma selamanya hanya bisa memandangnya saja, terutama rindu akan putri semata wayangnya.
"Hahaha abis papa dari tadi nglamun aja, rasakan hahaha." Andi sangat suka bermain air apalagi kalau main airnya di pantai.
"Suka-suka papa dong," elak Logan.
"Ah lagi mikirin pacarnya, ya?" goda Andi membuat Logan melebarkan matanya, entah tahu dari mana adiknya kata-kata tersebut.
"Dari mana kamu belajar mendapatkan kata-kata, begitu?" tanya Logan mengintrogasi adiknya.
"Aku menontonnya di televisi hehe, waktu itu tante Milea nemenin aku di taman juga sama pacarnya," adu Andi membuat Logan mengerutkan keningnya.
"Maksudnya bagaimana?"
"Kan waktu itu papa lihat sendiri, Tante Milea duduk sama pacarnya. Kalau laki-laki dan perempuan duduk bersamaan itu artinya mereka pacaran," ujar Andi dengan polosnya.
"Haha tidak bisa selalu disebut seperti itu? Lagian mereka berdua tidak pacaran, mereka hanya berteman saja. Kamu tidak boleh berkata sembarangan, nanti kalau Tante Milea mendengarannya kamu bisa diomelin," nasihat Logan.
"Tapi aku tidak pernah diomelin, Tante Milea? Mana mungkin anak tampan seperti aku diomelin?" ucap Andi dengan kepercayaan dirinya.
"Helehhh, masih tampan aku juga ke mana-mana," sahut logan sembari memamerkan perut kotak-kotaknya, yang tidak dimiliki anak kecil di hadapannya.
JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMENNYA YAKK, TERIMAKASIH