Di ruangan kesehatan. Figur mungil seorang gadis 12 tahun berambut putih tengah berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang. Di sisi-sisi ranjang, empat orang siswa terlihat dengan jelas sedang mengobrol satu sama lain.
Elias memandang grup Trio Herrscher Masa Depan yang menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda. Mei yang tenang dan serius, Kiana yang histeris, dan Bronya yang menjadi Bronya.
Satu-satunya murid laki-laki itu bertanya dengan suara tenang kepada dua Herrscher Masa Depan yang tersisa. "Jadi kenapa Kiana begitu histeris dan panik?"
Bronya yang menjadi Bronya menjawab, "Kepala Sekolah Theresa mengalami asimilasi dengan Stigmata alami yang entah bagaimana muncul. Kiana yang bodoh menjadi panik karena itu."
Jadi begitu… Elias bergumam pelan, tapi tetap terdengar oleh orang lain. Dia memandang perangkat elektronik disekitar Bronya, "Jadi kalian berencana untuk memasuki ruang Stigmata untuk menyelamatkan dia?"
"Benar." Mei mengangguk.
"Sejujurnya itu tidak perlu." Elias menggelengkan kepalanya, lalu memandang ke arah Theresa selama beberapa detik dan kembali ke dua gadis di sana dan satu gadis yang memeluk kakinya. "Dia sebentar lagi akan bangun, jadi tenanglah Kiana dan jangan menarik kakiku."
Bronya bolak-balik memandang Theresa lalu ke arah monitor sebelum memandang dua teman perempuannya. "Keadaan Kepala Sekolah menjadi lebih baik dari yang sebelumnya."
"Hah—?!" Kiana segera berhenti menjadi histeris saat dia menjadi bingung. Anehnya, dia dengan cepat menjadi lebih tenang dari yang sebelumnya. "Kalau begitu, baguslah. Kupikir Elias perlu melakukan sesuatu yang ajaib lagi dan semuanya jadi normal."
"Kau pikir aku penyihir?"
"Mungkin~?"
Mei ingin menjawab, ya, tapi ingat itu akan merepotkan untuk menjelaskan, jadi dia diam. Bronya memandang Elias, keadaan menjadi lebih tenang saat dia muncul. Ini bukanlah sebuah kebetulan mengingat hal-hal yang terjadi disekitar Elias.
Pertama, dia adalah satu-satunya laki-laki di St. Freya. Kedua, dia tidak punya Stigmata alami ataupun implan yang membuktikan bahwa tubuhnya sangat spesial. Ketiga, dia adalah laki-laki yang kelihatan seumuran atau sedikit lebih tua dari Mei, tapi kemampuannya benar-benar melebihi siapapun di usia mereka—mengingatkannya pada Valkyrie Rank S terkuat saat ini. Keempat, latar belakangnya yang agak melayang-layang, tidak terlalu kuat dan bisa saja dipalsukan.
Bronya yakin, saat mata Elias melakukan kontak dengan Kepala Sekolah Theresa, dia melakukan sesuatu dalam waktu yang singkat itu. Namun… apa yang bisa dilakukan manusia dalam keadaan sepersekian detik itu?
Nah, jika Bronya, dia pastinya sudah membobol pertahanan akun pribadi seseorang dan menjelajahinya. Karena hampir mayoritas orang memilih untuk memfokuskan pengetahuannya pada satu titik, dan jika Elias melakukannya pada Stigmata… bukankah itu berarti dia lebih memahami kesadaran manusia itu sendiri?
"... Ugh… dimana aku?" Suara khas dari gadis terimut nomor satu di dunia terdengar kelelahan setelah baru bangkit dari tidurnya.
Melihat keadaan sang bibi yang sudah sadar, ekspresi cerah segera tergambar di wajah Kiana, dia berteriak dan segera melesat ke arah wanita mungil itu. "Theresa!"
""Kepala sekolah!"" Mei dan Bronya berkata bersamaan. Keduanya juga mendekat ke arah Theresa dan Kiana yang berpelukan.
Elias tidak mengikuti mereka dan mendekati pintu keluar, sebelum mengabarkan, "Aku akan memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Kepala Sekolah Theresa."
…
Di ruang pemeriksaan fisik.
"Stigmata yang tidak berasal dari tiga keluarga besar pendiri Schicksal…" Theresa bergumam saat melihat hasil pemindaian yang dilakukan pada Stigmata bergambar logo mitsudomoe merah yang tercetak di punggungnya.
Sang Kepala Sekolah menoleh ke arah Himeko yang berdiri di samping mesin pemindai fisik, lalu menyerahkan catatan di tangannya.
"Sebuah Stigmata Legendaris, aku tidak menyangka mereka memang benar-benar ada." Himeko berkata, saat Theresa mulai mengingat apa yang terjadi sebelum dia menjelaskan kepada Himeko bagaimana caranya dia menerima Stigmata itu.
Setiap informasi ini merupakan sebuah harta yang tak ternilai bagi prajurit seperti Himeko yang mendapatkan Stigmata buatan. Dia mendengarkan dengan seksama, menganalisis, dan mulai angkat suara.
"Jika kita menemukan cara untuk melakukan hal yang sama, ini akan menjadi sebuah penemuan yang bisa mengubah takdir para Valkyrie yang menggunakan Stigmata Artifisial." Himeko membalas dengan serius. Sebagai salah satu orang yang menerima Stigmata buatan, usianya sendiri tidak lama lagi, jadi dia tahu bagaimana takdir gadis-gadis pejuang ini.
"Ya, ada kemungkinan besar mereka bisa menghilangkan, atau bahkan mengembalikan bayaran yang diterima oleh pengguna Stigmata buatan, seperti pengurangan usia." Theresa memandang Himeko.
"Jadi kamu ingin melakukan hal yang sama yang ingin dilakukan gadis itu kepadaku? Aku sangat bersyukur, namun, dimana kami bisa menemukan Stigmata semacam ini?" Himeko bertanya kepada bosnya.
Theresa menyerahkan sebuah gambar dari gulungan kertas terbuka yang terlihat kuno dan sudah lapuk dimakan oleh zaman.
Himeko memandang sekilas sebelum berkomentar dengan buruk, "Bahasa aneh macam apa ini?"
"Itu adalah bahasa dari Kaisar Kuning Shenzhou. Dari gambar-gambar yang terlihat, ada penggambaran yang mirip dengan Stigmata Legendaris yang disebutkan. Schicksal meminta ujian fisikmu berada disini, dan jika kita benar-benar menemukan Stigmata dan pedang legendaris milik Kaisar Kuning, kuyakin Stigmata Artifisial milik setiap Valkyrie bisa diperbaiki."
"Baiklah. Dimengerti, Kepala Sekolah." Himeko menjawab dengan tegas. Jika ini benar-benar bisa mengubah hidupnya dan setiap Valkyrie yang menggunakan Stigmata Artifisial, dia akan siap melakukannya. Dan sekaligus, dia juga bisa mendapatkan nilai untuk ujian pemeriksaan fisiknya.
"Jadi kapan waktu ujianku yang berikutnya?" Himeko bertanya saat dia mengingat anggota timnya. Tiga orang prajurit di tim utama dan satu orang prajurit di bagian cadangan.
"Santai saja, itu masih beberapa bulan lagi." Theresa menjawab. "Dan, di waktu-waktu ini juga merupakan masa yang baik untuk meningkatkan peringkat anggota cadanganmu, kan."
"Benar, dia memang sangat membantu di Squad V, tapi di saat yang sama, dia terlalu membantu sampai-sampai berbahaya bagi gadis-gadis itu di masa depan, apalagi Kiana. Nah, kalau begitu Kepala Sekolah, aku akan pergi duluan."
…
Hari Minggu.
Elias berjalan dengan tenang sambil sesekali memandang langit yang agak mendung di hari itu. Di sisinya, Mei yang mengenakan pakaian kasual berjalan disisinya.
Karena dia membuat janji dengan Ratu Petir saat di Nagazora—dan karena rasa bersalahnya sudah memanfaatkan gadis putus asa, Elias akhirnya bisa menepati janji di Nagazora saat itu hari ini, hari damai yang cukup langka tanpa ada Tuna kesayangan kita yang berisik.
"Mei, sepertinya aku akan mengambil ujian kenaikan peringkat." Keheningan menghilang saat Elias berkata saat dia memandang gadis berambut ungu gelap di sampingnya.
Mei agak terkejut, tapi dia segera mengangguk. "Aku mengerti, Elias-kun. Aku sangat yakin kamu akan melaluinya dengan mudah. Tapi, apakah itu berarti kita tidak akan bekerja di tim yang sama lagi?" Mei bertanya.
"Untuk itu, mungkin saja. Lagi pula, bagi prajurit Rank A misi solo akan menjadi lebih sering setelahnya, tetapi apapun kemungkinannya, ku yakin kita akan tetap melalui beberapa misi bersama-sama," jawabnya dengan senyuman. Ini adalah keputusan yang cukup baik saat ini, dengan begitu dia bisa menggunakan beberapa sihir kuat dengan bebas. Namun, dia bertanya-tanya, jika dia memutuskan untuk pergi, siapa yang akan menjadi rekan satu timnya?
"Karena Elias sudah memutuskan… aku paham…" Mei bergumam. Dia senang Elias mendapatkan posisinya yang lebih cocok untuk dirinya, tapi dia agak sedih karena akan jarang di misi yang sama.
"Nah, itu akan masih agak lama lagi, dan jika aku berhasil lulus, kemungkinan besar misi yang diterima Himeko-san akan menjadi misi terakhirku di Squad V."
Mei mengangguk. Walaupun Elias tidak satu tim lagi, bukan berarti mereka tidak bisa bertemu di luar misi. Elias saja masih lebih sering beraktivitas di rumah Himeko daripada kamarnya sendiri. Lagi pula, si Ketua Kelas, Fu Hua juga lebih sering berlatih di dojo ataupun lapangan ketimbang menjalankan misi.
Dan mereka masih siswa Akademi, walaupun Rank A, mereka akan tetap lebih sering di lingkungan sekolah daripada lapangan. Tidak bohong untuk mengatakan jika Mei agak was-was, tapi dia tahu Elias, dia tahu identitas aslinya. Seorang dewa literal yang pastinya bisa mengalahkan Herrscher dengan sangat mudah.
"Tapi aku masih tidak yakin, misi macam apa yang membuat Himeko-sensei sangat serius begitu."
"Ujian fisik tahunan. Seharusnya file-nya baru datang pagi ini, dan Bronya juga sudah memeriksanya ketika aku bertemu dengannya tadi pagi. Agak normal kamu tidak tahu sih, kamu punya banyak kesibukan dengan keadaan rumah yang seperti itu."
Mei tersenyum masam mengingat bos-nya dan rekan-rekannya, "Hmm… Himeko-sensei memang ada di posisi yang sulit dengan ujian ini."
Himeko adalah seorang Valkyrie yang memiliki kompatibilitas yang agak kurang dengan energi Honkai bahkan dengan Stigmata Artifisial di tubuhnya, apalagi dengan masa waktunya yang tidak lama lagi, itu akan membuat misinya sedikit lebih sulit.
Keadaannya seharusnya sudah dipulihkan secara perlahan oleh Elias tanpa terlihat efek yang sangat signifikan dan dengan istirahat yang cukup sejak trio Herrscher masuk St. Freya, tubuhnya akan menjadi lebih optimal dari yang biasanya.
Rencana pertama untuk membengkokkan takdir asli dunia sudah dimulai dengan memicu kupu-kupu paling berpengaruh bagi sang Dewi Bulan.
Elias berpikir dalam diam saat dia merasakan perhatian "sesuatu" kepada dirinya dari lokasi yang jauhnya tidak bisa dibayangkan oleh manusia.
Matanya memandang cakrawala dengan tajam, saat dia berpikir, 'Tonton saja saat aku membuat setiap hal yang harusnya terjadi malah melenceng tidak beraturan.'
Tapi itu akan terjadi nanti. Untuk sekarang, dia akan menikmati kencan damainya dengan gadis cantik disisinya.
"Jadi, Mei, apakah kamu punya tujuan untuk dikunjungi?" Elias bertanya kepada perwujudan sosok "Yamato-nadeshiko" disampingnya.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Apakah Elias-kun punya rencana?"
"Ya, ada satu, tapi…" Langkah kaki laki-laki itu berhenti, pandangannya melirik pada sebuah gedung yang memiliki barisan pelanggan yang sangat panjang. "... Sepertinya kita harus menundanya untuk lain kali. Kalau begitu, ayo kita kesana."
Mei melirik ke arah suatu lokasi yang ditunjuk oleh Elias, sebelum mengikuti berjalan di sampingnya. Sebuah kafe yang memiliki suasana modern dan nyaman jika dilihat dari luar.
"Titik dua… re (:re)?" Nama yang unik, pikir Mei saat dia membaca papan di luar kafe.
Suara "kling" dari lonceng di atas pintu terdengar saat keduanya memasuki kafe. Keduanya segera mengambil sebuah tempat duduk kosong yang saling berhadapan.
Mei memperhatikan sekeliling interior kafe itu. "Apakah Elias-kun pernah kesini?" Mei bertanya, saat dia melihat seorang pramusaji berambut biru gelap mendatangi mereka.
Laki-laki di depan Mei menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan gadis itu. Sepertinya ini adalah sebuah keberuntungan, karena menemukan tempat yang menyenangkan untuk berduaan dengan Elias…
Mei membelalakkan matanya saat dia menyeruput kopi yang dia pesan. Di dalam mulutnya, dia bisa merasakan ledakan rasa pahit, kental, dan manis dari kopi yang saling melengkapi satu sama lain. "Wow… ini sangat luar biasa enak… kopinya segar dan harum. Orang yang meracik kopi ini benar-benar ahli." Mei berkomentar.
"Ya… ini benar-benar enak. Rasanya seperti… kedamaian." Elias bergumam. Dia memiliki senyuman puas di wajahnya. Ini adalah kopi terenak yang dia minum dalam sejarah hidupnya, memberikannya ketenangan, kedamaian, dan semangat untuk tetap hidup.
Ekspresi Mei melembut. "Elias-kun pasti sudah melalui banyak hal sebelum mencapai saat ini 'kan."
"Begitulah. Sebuah pengalaman hidup yang sangat-sangat panjang dan berharga. Melalui masa dan zaman, melihat setiap perkembangan pada umat manusia benar-benar menjadi favoritku." Elias memandang keluar jendela dengan ekspresi melankolis, hidup lama tidak selalu menyenangkan. Kau melalui berbagai hal yang sudah terjadi dengan cara yang berbeda-beda.
Dengan masa hidup yang lama membuat Elias mampu berpikir dalam berbagai perspektif, itu membuat Elias menyadari bahwa umat manusia melalui peristiwa yang sama di setiap era, tapi eksekusinya saja yang berbeda.
Tapi mengesampingkan hal-hal yang sudah lalu dan memandang masa kini, Elias memiliki impresi yang sangat bagus pada kafe ini. Suasana yang menenangkan, tapi harganya tetap pas di kantong orang-orang.
Memang tidak salah untuk memilih tempat ini, tempat yang memberikan rasa nostalgia walaupun sudah berada di dunia yang berbeda. Tidak heran jika makhluk kanibal pemakan manusia yang brutal pun tunduk pada kopi ini.