webnovel

Turunnya Kutukan

Di ruangan Mayor Borya beberapa jam lalu

"Kau bisa membawanya bersamamu, Safan."

Safan tersentak mendengar ucapan atasannya itu. Dia memang tidak menunjukkannya melalui gestur tubuh maupun ekspresi di wajahnya. Hanya matanya saja yang semakin terfokus pada pria di hadapannya itu. Memandang atasannya dengan rasa was-was yang semakin membuncah dalam dirinya.

Dilihatnya Mayor Borya menarik laci yang berada di sisi bawah kanan meja kerjanya. Dari sana pria itu mengeluarkan pistol yang dimaksudnya. Setelahnya Mayor Borya meletakkan benda tersebut ke atas meja dan dengan gerakan mendorong menyerahkannya pada Safan.

Sepasang mata biru gelap Safan mengikuti pergerakan tersebut. Bibirnya terkatup. Ditatapnya nanar benda itu. Pistol seri 37M yang tadi sempat membawa kebanggaan baginya kini nampaknya telah berubah menjadi sebuah kutukan untuknya.

Safan menarik pandangannya dari benda tersebut lantas kembali memfokuskan diri pada atasannya. Dalam diam Safan menunggu Mayor Borya untuk melanjutkan ucapannya. Lebih tepatnya, Safan tengah menunggu perintah dari atasannya itu sekalipun dia sudah dapat menduga sekiranya apa yang diinginkan Borya darinya.

"Penasihat politik SDS, Yerik Lazić--" Borya menahan ucapannya. Sepasang matanya terarah lurus pada Safan dengan pandangan menelisik. "--apakah kau mengetahuinya?"

"Ya, Mayor," Safan menjawab lugas.

"Kau mengenali bagaimana rupanya?" Borya bertanya kembali.

"Ya, Mayor," jawab Safan jujur dengan berusaha menekan getar yang mulai terasa pada pita suaranya.

Dia tidak bisa berbohong. Tahun lalu di Sarajevo diadakan acara penghargaan militer bagi tentara-tentara yang berprestasi di mana Safan merupakan salah satunya. Dalam acara tersebut beberapa pemangku jabatan sipil di Kerajaan Yugoslavia juga menghadirinya, termasuk petinggi dari beberapa partai.

Sebagai penasihat dari SDS yang berpengaruh, Yerik Lazić sudah pasti berada di sana. Pria itu bahkan ikut berbaur dalam pembicaraan yang mana Borya serta Safan juga terlibat di dalamnya. Mayor Borya tidak mungkin melewatkan detail tersebut. Jadi jelas bila pertanyaan pria itu barusan adalah untuk menguji Safan.

Kini Safan sudah tahu targetnya. Sebagai prajurit dia tidak akan bisa menolak sekalipun tidak ingin melakukannya. Untuk apa dia berurusan dengan orang yang tak pernah bersentuhan langsung dan menyentuh kehidupannya, bukan? Tetapi hal seperti ini sudah pasti direncanakan oleh mereka yang berada di tampuk atas. Kalau Safan tadi berbohong ataupun menolak, sudah jelas bagaimana akhirnya nanti. Mereka akan mencari orang lain untuk melakukan tugas tersebut dan si penasihat politik SDS juga tetap akan mati. Oh, malah akan ada dirinya juga yang akan menemani Yerik Lazić ke alam baka. Jadi dua orang yang akan mati hari ini.

"Hari ini Yerik Lazić sampai di Mostar. Malam nanti berikan itu sebagai hadiah untuk beliau," kata Borya merujuk pada pistol yang masih berada di atas meja. "Jam 7PM beliau akan menghadiri undangan di restauran yang tak jauh dari Stari Most," pria itu menambahkan.

Begitulah Safan ahirnya mendapatkan perintahnya secara resmi.

Safan masih berdiri di tempatnya dalam posisi sempurna begitu mendengarnya. Hanya saja dalam dirinya ada sesuatu yang bergetar. Sesuatu yang tak lama disadarinya sebagai hati nurani. Sesuatu yang lantas mendorongnya untuk menanyakan sebab mengapa dia harus mengemban tugas ini.

"Mayor, dengan segala hormat--"

Sayangnya tidak ada jawaban yang akan didapatkannya.

"Lettu Safan!" hardik Mayor Borya memotong. Sorot matanya pun menggelap. "Kau tahu kalau kurir tidak punya hak untuk bertanya untuk apa sebuah hadiah dikirimkan bukan?" lanjut pria itu dengan suara yang dalam dan menekan.

Kata-kata Mayor Borya itu bagaikan pedang yang menebas ikatan di antara Safan dengan perasaannya sebagai seorang manusia. Yang memaksa Safan untuk menghapuskan semua gejolak dalam dirinya. Dengan begitu Safan kembali pada mode prajuritnya, "Siap laksanakan, Mayor!"

Mayor Borya kemudian mengembalikan dirinya ke keadaan semula. Pria itu berangsur tenang. "Berikan itu malam ini karena besok kau sudah harus pindah ke Sarajevo," katanya lalu kembali menekuni dokumen di atas mejanya.

"Siap, Mayor!"

Safan lantas meraih pistol yang diberikan padanya. Setelahnya dia menaikkan lengannya dan memberikan hormat pada atasannya.

"Ingat, Safan, ini bukan hanya tentangmu."

Itulah pesan terakhir yang diterimanya dari sang mayor sebelum Safan meninggalkan ruangan tersebut.

***

Dia bukan pembunuh. Dia adalah seorang prajurit.

Itulah kalimat yang digaungkan Safan pada dirinya.

Sekarang setelah berhasil menyelesaikan misinya, Safan berjalan kembali ke rumahnya. Orang-orang berlalu-lalang di sekitarnya namun tak ada satu pun yang menyadari keberadaannya. Atau mungkin mereka hanya tidak peduli padanya.

Safan tiba-tiba menjadi bagian yang tak tampak oleh dunia.0

Di tengah malam yang merengkuh kota Mostar, Safan tidak tahu apakah dirinya harus merasa sial atau beruntung karenanya. Dirinya merasa kosong seolah bukan peluru yang dilontarkannya tadi melainkan jiwanya. Di sisi lain, dia jadi dapat dengan mudah menghilang dari TKP.

Dia ingat bagaimana semua orang terfokus pada si malang Yerik yang ambruk di depan gerbang masuk restoran. Sebuah peluru menembus dada pria itu dan bersarang di jantungnya. Darah mengalir keluar dari tubuh Yerik secepat keramaian yang tercipta di sana. Sirene pun terdengar meraung tak lama setelahnya.

Tapi sekali lagi, tidak ada yang menyadari keberadaan Safan. Tidak ada yang menyadarinya sebagai pelakunya. Begitu mudah dirinya melenggang hingga Safan pun tak tahu apakah dirinya yang barusan mati ataukah Yerik.

Kini, kota Mostar yang indah atmosfernya terasa bagai di alam baka bagi Safan. Begitu sunyi. Jangankan suara bahkan angin pun tak terasa hembusannya. Dalam situasi seperti itu, Safan berhasil mencapai rumahnya. Dia naik ke lantai dua di mana kamarnya berada dengan langkah kaki yang terasa lebih berat daripada biasanya.

Begitu memasuki kamarnya, tanpa membuang waktu Safan meraih koper berukuran sedang dari atas lemarinya. Dengan cepat dia memasukkan barang-barang yang akan dibawanya ke Sarajevo ke dalam kopernya itu. Selesai, dia berlutut untuk menyatukan kedua sisi kopernya dan menutupnya.

"Bertugas di Sarajevo, Lettu Safan?"

Mendengarnya, Safan berbalik dengan gerakan siaga. Dia terkejut setengah mati mendapati sosok itu berada di kamarnya saat ini. Tubuhnya mematung, seluruh inderanya terasa lumpuh seketika, termasuk pikirannya yang berhenti bekerja sementara waktu. Hanya matanya yang dapat bergerak mengikuti pergerakan sosok yang telah melangkah ke tepi kasurnya dan duduk di sana.

"Anda..." susah payah kata itu keluar dari kerongkongannya.

Sosok itu tersenyum. "Bahkan pada arwah pun kau masih bersikap sopan, Nak Safan."

"B-bagaimana b-bisa?" tanya Safan dengan suara tercekat.

"Mungkin karena yang kau kirimi hadiah adalah Yerik si penasihat politik? Aku rasa kau tidak tahu bila dia juga seorang cenayang," masih dengan wajah tersenyum, sosok itu -- Yerik -- memberikan jawaban padanya. Pria itu terdengar terlalu hangat bagi seseorang yang sudah mati.

Benar, seseorang yang sudah mati...

Segera, pikiran Safan kembali bekerja dalam perasaan terancam. Jantungnya berpacu tak terkendali. Aliran darah mengalir deras ke sepenjuru tubuhnya bak air bah. Dengan gerakan cepat Safan meraih pistol yang tergantung di pinggangnya. Mengarahkan benda itu ke arah Yerik.

Bagaikan bayangan, dalam sekelebat Yerik berpindah tempat. Dari yang tadinya duduk di tepian kasur, kini pria itu sudah berada tepat di hadapan Safan. Yerik membungkukkan tubuhnya hingga wajah mereka sejajar.

Safan menggerakkan bola matanya. Secara bergantian melihat pada sosok Yerik dan tangan kanan pria itu yang terulur menutup moncong pistolnya. Yerik, pria yang sekarang telah menjadi arwah itu menggeleng padanya saat Safan menatapnya kembali.

"Kau tidak bisa membunuh mereka yang sudah mati, Safan," Yerik memperingatkan. Kesedihan terdengar sangat nyata dari suaranya.

Safan tak dapat bersuara. Kedua mata birunya yang saat ini tampak segelap langit Mostar menatap ngeri pada sosok di depannya. Dalam jarak sedekat itu, Safan dapat melihat bila Yerik nampak sama seperti saat dalam kondisi hidup. Mungkin bila bukan dirinyalah yang membunuh pria itu dengan tangannya sendiri serta kalau bukan karena aura dingin yang dipancarkan oleh Yerik Safan takkan menyangka bila Yerik adalah sudah mati.

"Aku tahu kau sebenarnya anak yang baik, Safan. Tapi pertukaran tetap pertukaran. Karena kau telah memberiku hadiah maka sudah sepantasnya aku memberikan hadiah juga untukmu," kata-kata Yerik itu melantun dalam ketenangan seolah bukan kutukanlah yang baru saja diucapkannya.

Menggunakan tangannya Yerik lalu menyedot habis seluruh sisa peluru yang berada dalam pistol Safan. Setelahnya pria itu menarik lengan Safan dengan energi yang begitu kuat dan mengikat. Energi itu memaksa Safan untuk menyentakkan kepalanya ke belakang sehingga dirinya kini berlutut dengan dada yang membusung.

Semuanya terjadi begitu cepat. Safan tak dapat melawan. Yang dia sadari setelahnya adalah tangan Yerik telah menembus dada kirinya. Bersamaan dengan itu rasa dingin yang sangat menusuk menghujam seluruh tubuhnya. Rasanya begitu mematikan sehingga membuat Safan membelakak hingga bola matanya nyaris keluar. Dia pun berteriak dengan suara teriakan yang lebih menakutkan dari suara letusan pistolnya ketika dirinya mengincar nyawa Yerik.

Sejak detik itu waktu Safan berhenti dalam keabadian.

Dia tidak mati namun tidak juga hidup.

Safan berubah menjadi sesuatu yang lain, vampir.

---

SDS: Samostalna Demokratska Stranka/Partai Demokrasi Independen, partai dengan ideologi sosial - liberal yang didirikan tahun 1924 (masa Kerajaan Serbia, Kroasia, dan Slovenia) sampai akhirnya dibubarkan tahun 1946.

selamat membaca, semuanya! mohon dukungannya ya ^^ author berusaha menyelesaikan bab ini sebelum matahari tenggelam (di Turki masih sore sekarang). masalahnya di bab ini muncul Yerik yang baru mati. kalau malam nulisnya, author yang penakut ini takut kebayang-bayang hehe

Ariuna_Incicreators' thoughts