webnovel

Bab 1.3 : Kerajaan Bebas

Diriku mengikuti jalan yang membentang menuju ke gerbang besar, bersamaan dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama. Memasuki kota yang dimana niscaya akan membawa peruntungan bagi mereka. Berada pada jalur yang sama, diriku menyusup pada salah satu barisan. Beberapa orang yang berada di barisan tersebut membawa gerobak-gerobak yang ditarik menggunakan kuda, mengenakan berbagai pakaian yang berbeda, dan nampaknya berasal dari berbagai tempat yang berbeda-beda pula.

Diriku pun akhirnya tiba di depan gerbang besar nan kokoh, terhenti. Satu persatu warga yang hendak masuk diperiksa terlebih dahulu oleh sekitar 3 orang penjaga berpakaian besi dengan pedangnya di depan pintu masuk gerbang. Pintunya sendiri sangat besar dan kokoh, terbuat dari kayu serta dilapisi dengan beberapa besi padat. Penjaga tersebut dengan sangat teliti meneliti barang bawaan serta mengambil beberapa barang yang menurut mereka tidak layak untuk dibawa masuk. Beberapa dari para warga juga ditolak untuk masuk, memberikan perlawanan dengan sengit, hingga terjadi beberapa perkelahian.

Ini baru pertama kalinya aku menyaksikan peristiwa tersebut. Masuk menuju negara lain, rupanya seperti ini. Aku berbaris diantara beberapa orang yang mengantri. Penjaga satu persatu memanggil mereka dan bergerak maju kedepan. Sambil menunggu antrian, terkadang aku menggambar beberapa tempat yang menurutku menarik dengan kertas yang ada di dalam koper tersebut. Aku menggambar beberapa tempat seperti menara pengawas yang ada di atas tembok benteng, peternakan yang ada di sekitar jalan, dan beberapa penjaga yang berjaga. Karena diriku dahulu pernah mengikuti kelas menggambar, bisa dibilang kemampuan menggambarku lumayan bagus.

Hingga tiba saat giliranku, dua orang penjaga yang berpakaian rompi besi serta pedang yang disarungkan di pinggul mereka berjalan ke arahku. Mereka mengatakan sebuah bahasa yang aneh. Kata-katanya terdengar aneh olehku. Apakah ini bahasa dari negeri ini ? Sedangkan diriku yang baru tiba disini tidak mengetahui apapun tentang peradaban mereka. Semenjak tadi kuamati, arsitektur, pakaian, serta perlengkapan mereka seperti orang-orang dari zaman pertengahan.

"Aku tidak memahami apa yang kau katakan !" kataku.

Namun kata-kataku malah membuat penjaga itu kebingungan. Mereka melihat satu sama lain dan lalu merebut tas yang kubawa, membukanya dengan kasar serta melihat kertas-kertas yang aku bawa. Aku pun hanya bisa diam dan berharap yang terbaik, semoga mereka mengijinkan masuk.

Tetapi payah sekali, harapanku pupus. Saat menemukan terdapat barang yang mencurigakan di sana, mereka menarik pedangnya dan menghunuskannya ke hadapanku. Aku pun hanya dapat pasrah, terdiam.

"Tentu saja ya... mana ada orang yang tidak mencurigai seseorang sepertiku.”

Mengenakan pakaian yang terkoyak, serta terdapat kotor pula... pada lengan terdapat bercak merah darah dari luka yang hanya ditutupi oleh seonggok kain. Baju yang kupakai pun sangat berbeda dari orang-orang disekitarku, beberapa kali juga mereka menatapku dengan pandangan anehnya. Kebanyakan dari mereka mengenakan pakaian dari kain serta kulit binatang, berbeda dari bajuku yang terbuat dari serat sintesis.

Sontak, aku segera mengangkat tanganku ke atas saat mereka kembali mengarahkan pedangnya padaku. Salah satu dari mereka berteriak-teriak seperti marah kepadaku, sedangkan penjaga lainnya yang memegang barang-barangku pergi menuju sebuah ruangan yang ada di pintu masuk gerbang. Aku yang tidak mengerti keadaan ini hanya bisa diam, sementara penjaga yang bersamaku terus meneriakkan kata-kata yang tak kupahami.

"Apa yang akan terjadi padaku ?" Berkali-kali aku menanyakannya.

Selama beberapa menit, penjaga yang membawa barangku keluar dengan seseorang yang tinggi dan berambut pirang serta memiliki tubuh yang kekar. Di belakang baju besi berwarna perak yang ia kenakan terdapat sebuah lambang sayap. Apakah ia pemimpin prajurit tersebut ?

Orang berambut pirang tersebut berbicara pada orang yang menghunuskan pedangnya padaku. Mereka berdebat satu sama lain hingga penjaga tersebut akhirnya mau menurunkan pedangnya. Setelah aku merasa aman, kuturunkan kembali tanganku. Aku berterima kasih kepadanya, entah apakah ia mengerti perkataanku apa tidak. Jawabannya hanya tersenyum sambil memberikan kembali barang-barangku.

Pemimpin prajurit, julukan yang aku berikan pada penolongku tersebut... mendekatiku dan berbincang-bincang padaku. Walaupun aku tidak mengerti sama sekali apa yang ia katakan, aku juga menunjukkan ekspresi ter-anehku karena tidak mengerti. Pemimpin prajurit mengarahkan tangannya ke arah gerbang seperti mengajakku untuk masuk. Memangnya aku diperbolehkan masuk ? Dia terus menerus menggerakkan tangannya mengajakku untuk mengikutinya.

"Ya sudahlah, aku tidak ada alasan untuk menolak juga."

Aku mengikutinya dari belakang, memasuki gerbang bersamanya.

Begitu masuk ke dalam gerbang, langsung terdengar ramai suara orang-orang yang berada di jalanan kota. Beberapa pedagang yang berdagangan di pinggir jalan. Rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan berarsitektur zaman pertengahan berjejer dengan rapi di dalamnya. Aku juga berjalan melewati sebuah jembatan melengkung yang kecil, dibawahnya terdapat sungai yang jernih hingga aku sendiri dapat melihat ikan yang berenang melawan arusnya. Beberapa penyanyi dan pemain musik terkadang dapat kutemukan tengah memainkan musiknya di taman kota.

Pemimpin prajurit itu memberitahukanku beberapa tempat dengan menunjukkan jarinya. Sambil berkata bahasa yang tidak kuketahui, ia sangat antusias menjelaskan padaku. Aku yang tidak mengerti bahasanya, hanya bisa mengangguk sesekali sambil mengamati bangunan-bangunan yang ia tunjukkan.

Beberapa bangunan berhasil kukenali dari bentuk serta papan yang menggantung di depan bangunan tersebut. Seperti sebuah penginapan dimana terdapat lambang tempat tidur, toko perlengkapan dengan berbagai pedang serta armor yang terpampang di depan jendela tokonya, pasar besar dimana banyak pedagang yang menjajakan barangnya, serta sebuah tempat besar yang tidak kuketahui apa itu karena didalamnya banyak sekali orang yang masih muda dan memakai berbagai perlengkapan yang aneh.

Setelah menjauh dari keramaian pusat kota, kami melewati sebuah pancuran yang berada di antara sebuah perempatan. Di sana ia berbelok ke kanan, begitu pula denganku yang tidak tahu akan dibawa kemana. Dia mengambil berbagai kertas yang ada di tas milikku yang ia genggam . Dia mengambil beberapa gambaranku, seperti gambar prajurit yang berjaga dan beberapa objek di dekat pintu masuk gerbang.

Pria tersebut, mendekati seorang pedagang. Pedagang tersebut menjual banyak sekali barang hiasan. Seperti lampion, kalung, dan beberapa lukisan pemandangan. Kertas yang semula terdapat gambaranku itu, ia tukarkan kepada pedagang tersebut dengan 10 buah koin berwarna perak. Ia menjual gambaranku ? Padahal itu hanya sebuah arsiran saja..... Apakah itu pantas dijual ?

"Hmmmm?"

10 koin perak berada di genggamanku, penjaga tersebut memberikannya padaku. Apakah ia tahu kalau aku orang baru disini ? Lalu menjual gambaranku untuk biaya hidup ? Padahal kami belum kenal satu sama lain.

Di duniaku yang dahulu, ini sebuah hal yang jarang terjadi. Orang menolong orang lain tanpa mengharapkan pamrih. Semata-mata untuk kebaikan. Inikah yang dinamakan jiwa ksatria ?

"Terima kasih..... terima kasih..... terima kasih banyak."

Kata tersebut berulang kali terucap, tulus dari hatiku serta mulutku. Aku yang masih belum tahu apapun tentang dunia ini, kota ini..... Dia membantuku dengan tanpa pamrih. Meskipun ia tidak mengetahui apapun yang kukatakan, dia hanya tersenyum lalu melambaikan tangannya dan pergi. Entah berapa kali kah aku menunduk dan mengucapkan terima kasih padanya. Air mata menetes dari mataku secara perlahan.

"Aku tidak menyangka... ada orang sebaik itu disini..... suatu saat aku akan membalas budimu."

-o-

"Waduh.... uangku hanya sisa 1 koin perak saja.... Hah... sepertinya aku harus mencari pekerjaan."

Sudah dua hari aku berada di dunia ini. Setelah pertemuan yang mengharukan (tidak terlalu sih) dengan ksatria penyelamatku (tetapi dia dan aku sesama lelaki), aku bergegas menuju ke kota untuk mencari beberapa informasi. Diantaranya adalah soal nilai tukar koin, aku mempelajarinya dari melihat orang berdagang. 1 koin perak bernilai 100 koin perunggu, sedangkan 1 koin emas bernilai 100 koin perak. Koin emas sendiri nilainya sangat mahal diantara yang lainnya. Padahal bahasa sendiri menjadi kendalaku untuk mencari informasi... andaikan saja aku mengerti bahasa mereka. Pasti lebih cepat untuk bertanya ketimbang melihat orang berdagang.

Kenapa uangku tersisa 1 koin perak ini, karena berbagai alasan. Aku tidak bisa berkeliaran memakai pakaian dari zaman modern, seperti mengenakan celana formal hitam maupun sebuah kemeja putih yang terkoyak. Aku membelanjakannya untuk satu set pakaian seharga 3 koin perak (yang semulanya pedagang menjualnya sebesar 5 koin perak). Aku berhasil menawarnya dengan skill menawarku, skill tersebut tidak ada sih. Aku berusaha menawarnya menggunakan bahasa tubuh, menggunakan jariku dan sesekali menunjukkan baju yang terkoyak yang kupakai untuk membuatnya iba. Alhasil, ia mau dan menunjukkan tiga jarinya, menandakan aku berhasil menawarnya menjadi 3 koin perak.

Baju tersebut adalah baju yang terbuat dari beberapa kulit dan kain, desain bajunya pendek berwarna coklat memiliki sebuah kerah dengan tali yang dapat dikencangkan, sedangkan bawahnya celana panjang berwarna sama seperti baju. Karena terbuat dari kulit dan kain, baju ini rasanya lebih hangat daripada baju kemeja yang terkoyak. Meski terkadang gatal, tidak mengenakkan untuk dipakai.

Setelah membeli baju, aku mencari penginapan yang termasuknya murah dan menyewanya untuk 2 hari, sebesar 4 koin perak. Penginapannya sendiri ya... bagaimana ya... lumayan nyaman. Dengan ukuran 3 x 3 berisikan 1 buah kasur kayu dengan selimut. Terdapat juga sebuah meja dan kursi yang bisa digunakan untuk menulis, walaupun aku tidak tahu mau digunakan untuk apa.

Untuk makannya aku mencari makan di sebuah tempat mirip Pub, yang ramai oleh beberapa orang yang bisa kukatakan 'petualang' karena pakaian besi yang mereka kenakan berbeda dari para prajurit, namun memiliki senjata. Makanan di tempat ini menurutku enak dan porsinya banyak sekali. Baru pertama kali aku memakan stew daging dengan mangkuk yang ukurannya 2 kali mangkuk di duniaku dulu, disertai dengan sebuah roti dan minuman anggur. Harganya termasuk mahal juga karena 1 set makanan seharga 1 koin perak. Itu sangat menguras keuanganku ini untuk sekali makan di sana.

Sekarang hanya tersisa 1 koin perak saja..... Di hari yang terik begini pula. Aku harus mencari beberapa pekerjaan untuk mempertahankan keuanganku. Jika tidak.... aku akan tinggal dimana ?

Kemampuan yang kumiliki.... paling hanya programming, menggambar, serta kekuatan fisik saja. Itu hanyalah kemampuan yang mungkin berguna di duniaku sebelumnya. Kekuatan fisik pun tidak tahu sekuat mana karena aku tak ingat kapan terakhir kali aku berlatih. Dahulunya aku ingat pernah berlatih beberapa bela diri sewaktu muda, tapi tidak ingat jelas apa itu. Ingatanku samar-samar...

"Bagaimana ini..... Hah...."

Ketika aku membuka mataku setelah membuang nafas panjang. Di sebuah sudut gang kota terlihat beberapa orang lelaki yang berkumpul mengelilingi seorang gadis. Gadis tersebut terlihat masih muda dan mungkin seumuran denganku, rambutnya berwarna pirang panjang bermata hijau muda. Dia dikepung oleh 4 orang yang berada di sekitarnya.

Sepertinya ia sedang kesulitan, apakah ini semacam pemerasan atau sejenisnya ? Berkali-kali ia didorong dan rambutnya ditarik. Aku tidak bisa diam saja melihat perlakuan mereka, tetapi... mereka berempat. Memangnya apa yang bisa kulakukan ? Aku tidak tahu apakah fisikku masih kuat seperti dulu. Ada baiknya bagiku jika tidak ikut campur dan membuat masalah. Tetapi...

'Memangnya butuh alasan untuk menolong seseorang.' Pikiran itu terlintas seketika ketika aku gundah ingin menolongnya atau tidak.

"Benar juga ya..... Baiklah. Walaupun aku tahu nanti babak belur, terjang sajalah !"

Segera kulangkahkan kakiku begitu tekad yang kuat mengalir dalam tubuhku. Entah seberapa kuat mereka, ataukah seberapa lemah kah diriku.... Aku harus menolong orang yang sedang susah. Meskipun ia tidak mengharapkannya ataupun tidak membalasnya, itu tak apa. Asalkan aku tidak membiarkan hal salah terus berlanjut begitu saja.

"Oi... Bisa kau hentikan itu ?"

Suaraku menggema diantara gang sempit dimana para gerombolan itu mengepung seorang wanita berambut pirang. Mereka langsung menghadap ke arahku dengan mata yang terkesan merendahkanku dan tertawa. Sementara gadis tersebut tersungkur, ia terdiam tak bergerak, tak sadarkan diri. Aku melihat gadis itu lebih jelas lagi, selain kupingnya yang panjang, dadanya pun bes- bu-bukan itu maksudku. Bajunya itu terlihat tipis dan menampakkan lekuk tubuhnya yang sangat sek- oi.... fokuslah sedikit. Pokoknya penampilan itulah yang sepertinya membuatnya terbawa ke dalam masalah.

"Berani-beraninya kau mengganggu wanita ini. Berkelompok lagi."

Lagi-lagi mereka berempat tertawa dan menirukan kata-kataku yang berubah menjadi kata yang tidak jelas. Be-Berani beraninya mengejek diriku ini. Kulemaskan otot tanganku hingga terdengar bunyi 'krek'.

"Kalau kata tak dapat dipahami, mungkin dengan pukulan mereka bisa paham."

Aku mempersiapkan tubuhku untuk melawan mereka, mengarahkan kedua kakiku pada kuda-kudanya, dengan kaki kiri ke depan dan kaki kanan ke belakang, serta sedikit merendahkannya. Kuarahkan kedua tanganku miring dan kukepalkan, bersiap untuk menjumpai serangan pertama yang akan mereka layangkan.

Eh sebentar, kenapa tubuhku bergerak sendiri ? Seakan aku pernah menggunakan posisi bertempur yang tengah kupakai sekarang. Bukannya aku tidak bisa mengingat apapun sebelumnya ? Bagaimana bisa diriku mengerti posisi bertempur seperti ini. Kenapa sekarang aku bisa mengi-

"Ukh !"

Pelipis kananku dihantam oleh benda yang keras. Tubuhku terhuyung kebelakang disertai rasa berdenyut yang teramat sakit dari pelipis kananku. Sialan, dia menyerangku disaat sedang melamun.

Salah satu dari mereka yang berbaju hitam dan berbandana yang nampaknya seperti pemimpin mereka, bergerak maju dengan lagaknya yang arogan setelah memukulku. Benar-benar membuatku kesal, menyerangku tanpa aba-aba dan ketika lengah, dia benar-benar bukan seorang pria.

"Pukulan tadi memang menyakitkan, tetapi itu tidak cukup untuk menjatuhkanku !"

Karena ia menyerangku terlebih dahulu dan dapat membuatku terhuyung mundur kebelakang serta mengganggu seorang wanita, amarah menguasai pikiranku. Semua kekuatan kukerahkan untuk perkelahian ini, aku tidak memikirkan apapun resikonya.

Aku berlari kearahnya, sementara dia mengayunkan pukulan lurus kedepan.

"Di pertarungan, bukan hanya asal serang saja loh."

Lengannya yang diulurkan kedepan beserta pukulan yang tepat mengarah ke kepala, sudah kuprediksi sebelumnya. Karena pikiran petarung awam mudah dibaca, pasti mereka akan mengincar bagian vital lawannya. Seperti kepala atau kemaluan mereka.

Aku menunduk ke bawah disertai tangan kiriku yang menggapai tengkuk sikunya dan tangan kananku yang memegang pinggulnya. Dengan sekuat tenaga aku mendorongnya ke atas dan membalikannya jatuh ke belakangku. Begitu ia jatuh tersungkur, aku segera berbalik dan mendekat padanya yang masih terbaring kesakitan.

"Ini balasanmu yang tadi."

Setelah aku mengatakan hal itu, kutendang kepalanya menggunakan kaki kananku. Darah memuncrat keluar dari mulutnya menyebabkan ia tak sadarkan diri. Setidaknya aku bisa membuatnya tidak sadarkan diri..... meskipun dengan sangat kasar.

Aku merasakan hawa dingin dibelakang punggungku, yang sepertinya tanda bahaya. Dengan cepat aku segera bergerak menghindarinya ke kanan dan aku dapat melihat pria yang memukulku kehilangan keseimbangan karena pukulannya tidak mengenaiku.

Orang yang tadi memukulku dari belakang adalah salah satu geng tersebut, pria yang umurnya sekitar 30an dan berambut cepak. Sambil membabi buta, ia menyerangku menggunakan pukulannya yang tidak jelas. Aku berhasil menepisnya satu persatu dengan mudah karena ia hanya mengarahkannya kepada mukaku.

"Kalau menyerang itu seperti ini !"

Aku menepis serangan terakhirnya tersebut dengan tangan kiri dan mengepalkan tangan kananku sekuat tenaga, lalu mengarahkan pukulan Hook dengan keras. Dia yang tidak menyadarinya segera terpental jatuh dan tak sadarkan diri.

Huh..... bahkan aku mengingat beberapa gerakan-gerakan olahraga . Sebenarnya apa yang terjadi dengan ingatanku ? Apakah aku benar-benar hilang ingatan ?!

Sekarang yang tersisa hanyalah dua orang, salah satu diantaranya ada yang bertubuh besar dan berotot. Nampaknya dia Sang Eksekutor mereka ya. Melihat kedua kawannya terjatuh dan tak sadarkan diri, ia segera maju ke arahku.

Pukulan demi pukulan ia lontarkan kepadaku, badannya begitu keras, berbagai pukulan yang kukerahkan seperti bukan apa-apa baginya. Aku berkali-kali menyerangnya hingga tak sadar kalau celahku terbuka. Dengan sigap ia segera melontarkan sebuah pukulan ke perutku.

"Gha.... akh....!"

Sebuah pukulan mengenai perutku karena gerakannya terlalu cepat dan kuat. Aku sudah mencoba membalasnya dengan pukulanku, tetapi ia dapat menangkisnya. Tangan dan badannya tersebut sangat keras dan hanya membuat diriku sakit saat memukulnya.

Pukulan di perut itu membuatku terasa lemah, hingga aku memutuskan untuk melompat mundur.

"Cuh..... sial..."

Aku membuang liurku yang bercampur dengan darah, pukulannya yang terakhir itu sungguh menyakitkan. Untungnya saja fisikku kuat untuk menahannya, jika tidak pasti aku sudah pingsan saat ini.

Selain dirinya yang susah untuk dijatuhkan, dia terlalu mengekspos tubuhnya. Seperti membiarkanku untuk menyerang tubuhnya. Walupun dia tetap melindungi kepalanya sih....

Sebentar.... semenjak tadi ia selalu mengarahkan salah satu tangannya untuk melindungi kepalanya. Bukankah itu berarti dia memang lemah di kepala ? Kalau begitu aku harus mencari kesempatan untuk menyerang kepalanya !

Aku mengambil beberapa pasir di sekitarku dan kugenggam. Daerah pertarungan yang ada disini adalah gang, yang terdapat tembok sempit di kanan kiriku. Dia memang tidak dapat bergerak leluasa, itu yang menjadi keuntungan bagiku.

Pria besar itu hanya diam saja, seperti menungguku untuk menyerang.

"Menantang diriku kah..... baiklah... kuterima tantanganmu !"

Aku berlari sekuat tenagaku, walaupun badanku kehilangan keseimbangan. Aku harus bisa melaksanakan rencana ini tanpa kesalahan !

Begitu jarakku dengannya begitu dekat, aku mengayunkan tangan kananku.

Dia langsung berusaha menutupi kepalanya. Lalu kubuka telapak tanganku yang berisikan pasir. Dia tidak mengira hal tersebut menyebabkan matanya terkena pasir yang terlempar mengenai matanya.

Sementara dirinya sedang membersihkan pasir dari matanya. Aku segera melompat ke tembok sebelah samping kanan pria tersebut dengan kaki kananku. Begitu berhasil menapak di tembok, segera aku berbalik dan menyapu kaki kananku dengan cepat ke arah kepalanya.

Pria itu pun terpental dan membentur tembok di sebelah kiri lalu darah mengalir dari kepalanya.

Pendaratanku tidak mulus dan aku ikut jatuh tersungkur di bawah di dekat gadis pirang disebelahku. Sementara pria yang tersisa lari tunggang langgang meninggalkan kawan-kawannya.

"Baguslah kalau mereka memilih pergi."

Aku segera berdiri dan memegang perutku yang masih terasa berdenyut karena pukulan pria besar itu. Aku duduk disamping gadis pirang bertelinga panjang yang masih tertidur di sebelahku. Dilihat dari dekat, dia sepertinya bukan manusia. Seperti.... bagaimana menjelaskannya, bukan manusia lah intinya. Dari badannya yang ramping dan kulitnya yang lebih cerah dari manusia biasa, pakaiannya pun aneh. Dia memakai baju hijau yang terkesan tipis, baju one-pair.

Gadis itu tertidur dengan pulasnya, dengan wajah yang tanpa dosa itu. Dia mungkin sama sepertiku yang berkelana tanpa tahu apapun tentang kota ini. Wajahnya cantik juga menurutku, dengan hidung mancung serta bibirnya yang tipis itu. Oi oi oi... apa yang kupikirkan kepada seorang gadis yang tertidur ?!

"Mmmmm...."

Apa sebaiknya aku bangunkan dirinya ? Daripada kenapa-napa disini.

Aku menepuk pipi kanannya secara halus untuk membuatnya bangun. Namun ia hanya menggerakkan wajahnya kekanan dan kekiri saja tanpa ada niatan untuk bangun. Tapi aku menepuknya kembali, kali ini dengan beserta ucapanku.

"Oi, bangun, jangan tidur di tempat seperti ini."

Aku terus menepuknya hingga ia akhirnya menyingkirkan tanganku dan perlahan membuka matanya. Dengan wajah yang linglung kebingungan, ia melihat ke kanan dan kiri mengawasi keadaan, baru akhirnya sadar ada diriku yang sedang jongkok di depannya.

Begitu menyadari geng pengganggunya yang tak sadarkan diri, ia segera meneteskan air mata dan memelukku dengan erat, mengerang menangis seperti bayi.

Da-Da-Da dadanya.... menyentuh.... gah....

Pelukannya lama-lama terasa sesak begini.... Aku segera melawan dari pelukannya dan menenangkan dirinya yang menangis. Sepertinya ia kebingungan tentang apa yang telah terjadi, akhirnya aku menjelaskan apa yang terjadi di depan matanya dengan gerakan tubuhku. Entah apa dia maksud atau tidak, tetapi ketika aku bertanya 'Apakah kau maksud ?' Ia hanya mengangguk saja.

Tubuhku masih terasa begitu sakit. Terdapat beberapa memar di bagian pelipis kananku serta di sekujur tanganku. Kalau disentuh terasa sangat menyakitkan. Uangku tinggal 1 perak, serta aku tidak tahu dimana tempat untuk membeli obat. Bagaimana ini....

Aku merasakan sebuah dorongan lembut yang menyuruhku untuk duduk. Pada akhirnya aku duduk dengan bersandar pada tembok yang berada di dekatku.

Gadis itu menyentuh dada kananku dengan tangan kecilnya yang lembut. Kulihat dada sebelah kananku yang berwarna merah. Sepertinya luka terkena panah sewaktu itu terbuka kembali, bahkan bajuku saja sampai ikut terkena darahnya.

Terdengar beberapa lantunan suara yang merdu disekitarku, badanku terasa sangat hangat seketika. Begitu menyegarkan rasanya, di sekitar lukaku juga terasa sangat hangat. Gadis berambut pirang tersebut memejamkan matanya sambil mengucapkan lantunan yang merdu. Seperti dia mencoba untuk menyalurkan sesuatu kepada tubuhku yang penuh luka ini.

Beberapa luka memar pun perlahan tidak terasa kembali, luka disekitar dadaku menutup secara perlahan. Begitu lukanya menutup dengan rapat, dia segera mengembalikan kembali tangannya sambil menatapku. Badanku terasa lebih segar dan enteng, setelah sebelumnya aku selalu merasakan nyeri di sekujur tubuhku.

"Terima kasih.." kataku.

Dia pun mengangguk dan tersenyum. Setelahnya berkata banyak hal padaku, aku yang kebingungan pun hanya dapat tersenyum aneh dan memperhatikannya. Sepertinya ia sedang mencari sesuatu, aku dapat mengerti dari gerakan tangannya yang seperti menunjukkan sebuah benda.

Hmmmm.... kalau untuk masalah mencari sebuah benda. Penjaga mungkin dapat membantunya. Sebaiknya aku membawanya ke tempat penjaga saja.

Aku berdiri dan mengulurkan tanganku. Bermaksud untuk membantunya berdiri dan juga menunjukkan jalan padanya. Semula dia sedikit bingung, dan menatapku dengan aneh. Namun pada akhirnya, ia menggapai tanganku. Kami berdua segera keluar dari gang sempit tersebut dan berjalan menuju ke Pos Penjaga.

Kami berdua berjalan menyusuri kota, dengan berbagai tatapan tidak mengenakkan dari para penduduk. Yang matanya menuju kepada gadis pirang berkuping panjang tersebut. Nampaknya ras sepertinya tidak disambut dengan baik disini. Aku pun lama-lama tidak enak kepadanya, karena dia pun berkali-kali mencoba menutupi kupingnya dengan kedua tangan.

Sisa uangku hanya tinggal 1 koin perak saja. Kupercepat langkahku menuju ke penjual pakaian yang dulu aku pernah membeli disana. Penjualnya seorang wanita paruh baya yang baik, walaupun suaranya agak berat dia melayaniku dengan sabar. Sampai mau menunjukkan nilai tukar yang ada di kota ini.

Begitu aku menemui penjual pakaian tersebut. Aku segera mencari sebuah jubah yang terdapat tudungnya. Walau bahannya dari kain yang kasar, aku membelinya karena hanya itu yang harganya sebesar 1 koin perak. Lalu segera memakaikannya kepada gadis tersebut untuk menutupi kedua kuping panjangnya.

Ia terlihat bingung dengan tindakanku, lalu menutup mukanya dengan tudung tersebut dan berjalan di sampingku. 'Syukurlah' kataku dengan lirih. Warga kota pun tidak lagi memandangi kami ketika berjalan melewati perkotaan, menuju ke pos penjaga.

Berjalan sekitar 15 menit dari pusat kota, kami akhirnya tiba di pos penjaga yang letaknya sekitar 5 meter dari gerbang kota. Disana terdapat 2 prajurit yang berjaga di depan pintu pos.

"Aduh, bagaimana aku bisa masuk.... di depannya ada prajurit yang berjaga.."

Aku pun hanya bisa kebingungan di depan pos tersebut. Tetapi gadis yang bersamaku sudah lebih dulu maju ke depan dan berbincang-bincang dengan para penjaga tersebut. Kemudian prajurit yang ia ajak bicara segera masuk ke dalam.

Dia lalu kembali lagi bersama dengan seseorang yang kukenal. Pemimpin Prajurit ! Gadis tersebut berbincang-bincang dengannya. Sepertinya masalah ini selesai. Karena ia sudah bersama para prajurit, pasti mereka bisa menunjukkan apa yang ia cari. Waktunya aku untuk kembali mencari pekerjaan.

-o-

Diriku pulang melewati jalan yang berputar dari arah sebelumnya, aku mendengar beberapa suara dentingan palu juga bunyi beberapa orang yang sedang menggergaji kayu. Aku segera mempercepat jalanku menuju arah bunyi tersebut.

Ternyata sedang ada sebuah proyek perbaikan. Terlihat sebuah lubang besar di tembok benteng dan juga beberapa rumah rusak terkena runtuhannya. Para pekerja bertopi coklat saling bahu membahu bekerja.

Kukira kemarin tidak ada suara ledakan atau apapun, tetapi kenapa tembok benteng tersebut bisa berlubang sebegitu besarnya? Biarlah ! Ini bisa jadi sebuah kesempatanku untuk bekerja disini !

Aku menemui seseorang yang kupikir pimpinan proyek tersebut, karena orang itu yang kulihat berkali-kali mengatur mereka. Kendala bahasa memang menjadi penghalangku untuk berkomunikasi dengan mereka, aku menunjukkan beberapa kemampuanku seperti mengangkat beban, menyusun batu dan juga menggergaji kayu, kucoba untuk merayu orang tersebut untuk bisa diterima bekerja sebagai kuli.

Dia hanya memperhatikanku dengan bingung lalu tertawa terbahak-bahak. A-Apakah aku akan ditolak ?

"Apa ini? "

Dia memberiku sebuah topi kain berwarna coklat, topi yang sama seperti pekerja.

Senyum lebar keluar dari mulutku, dengan bahagianya aku memakai topi tersebut dan langsung bekerja seperti yang ia perintahkan, mengangkat barang yang dibutuhkan untuk perbaikan. Meskipun aku masih belum tahu berapa gaji yang kudapatkan, setidaknya aku mendapatkan sebuah pekerjaan !

Ibu, Ayah, Akhirnya anakmu ini mendapatkan pekerjaan. Walaupun menjadi kuli di dunia lain !