Ada seseorang yang pernah menjadi atasan, dan kini menjadi bahan tertawaan di tiga alam; seseorang yang tidak memiliki persembahan dupa, kuil, dan penyembah. Dua orang pembantu yang dulu berada di bawahnya, berhasil melalui cobaan langit, terangkat dan menjadi dewa perang kuat, yang masingmasing menjaga sebuah wilayah. Dengan keadaan yang seperti ini, mustahil bagi orang-orang untuk tidak semakin bertanya-tanya. Jika kau tanya pada Xie Lian, yang mana yang membuatnya lebih canggung: Feng Xin atau Mu Qing, maka dia akan menjawab, "Ah, keduanya tidak apa-apa!"
Akan tetapi, kalau kau tanyakan pada para dewa yang sedang mengamati ketiga orang ini, manakah yang lebih ingin mereka lihat, Xie Lian bertengkar dengan Feng Xin atau Xie Lian bertengkar dengan Mu Qing, maka setiap orang akan memiliki pilihan yang berbeda tergantung selera masing-masing. Lagi pula, ada banyak alasan bagi mereka untuk bertengkar, jadi memang sulit menentukan dengan siapa Xie Lian bertangkar yang akan lebih menarik.
Karena itu, ketika tidak ada tanggapan dari Feng Xing untuk waktu yang lama, karena tanpa diduga, dia malah berhenti berbicara dan bersembunyi, semua orang merasa sangat kecewa. Sementara itu, Xie Lian mengumpulkan keberaniannya dan merendahkan dirinya dengan berkata, "Aku juga tidak menyangka akan menyebabkan kekacauan seperti ini. Aku tak sengaja sudah membuat susah semua orang."
Mu Qing menanggapinya dengan nada dingin, "Oh, kalau begitu, pastinya itu hanya kebetulan." Kebetulan? Xie Lian juga berpikir bahwa itu tampaknya terlalu kebetulan. Bagaimana bisa lonceng itu jatuhnya tepat pada Mu Qing, sementara kenaikannya juga menghancurkan istana Feng Xin? Bagi orang lain, dia tampaknya sengaja membalas dendam. Namun, Xie Lian memanglah tipe orang yang, kalau di situ ada seribu gelas anggur dan hanya satu gelas yang beracun, maka Xie Lian pasti selalu berhasil memilih gelas beracun itu. Namun tidak mungkin untuk mengatur apa yang orang lain percaya, jadi Xie Lian hanya bisa berkata, "Aku akan mencoba sebisa mungkin untuk mengganti rugi istana emas yang rusak dan juga kerugian lainnya. Aku juga berharap kalian memberiku waktu." Tidak butuh kecerdasan untuk memahami bahwa Mu Qing ingin melanjutkan ucapan sarkastisnya. Namun, karena istana emas Mu Qing tidak mengalami kerusakan dan bahkan lonceng yang jatuh menimpanya sudah dia belah dua, tetap bersikap sombong akan terlihat tidak baik dan merendahkan jati dirinya. Karena itu, Mu Qing juga menahan diri dan tetap diam. Ketika Xie Lian melihat bahwa "masalah yang menakutkan" sudah pergi sendiri, dia pun segera melarikan diri.
Besoknya, dia masih sedang berpikir keras di mana dia bisa mendapatkan 8.880.000 pahala ketika Ling Wen mengundangnya ke Balai Istana Ling Wen.
Ling Wen adalah pejabat langit yang bertugas mengatur para staf di Kayangan. Ketika orang-orang ingin lebih maju dalam karirnya, mereka akan menyembahnya. Dari lantai sampai langit-langitnya, seluruh balai istananya dipenuhi dokumen resmi dan gulungan perkamen. Pemandangan yang benarbenar mencengangkan ini, bisa membuat orang merinding ketakutan. Sementara Xie Lian berjalan menuju ke balai istana, dia melihat bahwa setiap pejabat langit yang keluar dari Balai Istana Ling Wen menarik keluar satu tumpukan dokumen yang sangat tinggi. Wajah-wajah mereka pucat; dan kalau bukan menampilkan ekspresi "mau pingsan", maka wajah-wajah ini pasti menunjukkan ekspresi mati rasa. Ketika mereka berdua akhirnya masuk ke balai istana, Ling Wen berbalik dan langsung membicarakan intinya. "Yang Mulia, ada masalah yang membuat Di Jun ingin minta tolong padamu. Maukah kau membantunya?"*Gelar panggilan untuk Kaisar Langit.
Di Kayangan, banyak orang yang punya gelar Zhen Jun atau Yuan Jun. Namun, hanya satu orang yang
boleh dipanggil Di Jun. Namun, jika Di Jun ingin melakukan sesuatu, dia tidak akan perlu memohon
bantuan. Inilah yang membuat Xie Lian menatap kosong sejenak sebelum bertanya, "Masalah apa?"
Ling Wen menyerahkan padanya sebuah gulungan sebelum menjelaskan, "Baru-baru ini, di wilayah
utara, ada sejumlah besar penyembah yang giat, yang berulang kali berdoa memohon berkat. Bisa
disimpulkan, mereka tidak hidup dalam damai."
Yang disebut penyembah yang giat umumnya mengacu pada tiga jenis orang. Yang pertama, orang
kaya: Mereka membayar orang untuk membakar dupa dan membangun kuil-kuil untuk dewa. Yang
kedua terdiri dari para pendeta yang akan berkhotbah pada orang-orang di sekelilingnya. Dan yang
terakhir, tipe penyembah giat yang ketiga adalah orang yang jiwa raganya penuh iman dan
kepercayaan. Di antara penyembah itu, yang paling banyak berasal dari kategori pertama, karena di
dunia ini, orang kaya jumlahnya banyak, seperti ikan di sungai. Kategori ketiga memiliki jumlah yang
paling sedikit, karena jika seseorang benar-benar bisa mencapai level iman yang seperti itu, maka
tingkat kemampuan mereka tentu saja cukup tinggi, dan orang itu tidak akan lama lagi terangkat ke
Kayangan. Orang-orang yang disebut oleh Ling Wen tentu saja berasal dari kategori yang pertama.
Ling Wen lanjut berbicara, "Saat ini, Di Jun tidak bisa pergi ke utara. Jika kau bersedia
menggantikannya pergi ke sana, ketika tiba waktunya, tidak peduli seberapa banyak persembahan
yang diberikan para penyembah yang giat ini, semuanya akan diberikan pada altarmu. Bagaimana
menurutmu?"
Sambil menerima gulungan itu dengan kedua tangannya, Xie Lian berkata, "Terima kasih banyak."
Sudah jelas bahwa Jun Wu membantunya, tetapi dia sengaja membuatnya terdengar seperti dia yang
meminta bantuan Xie Lian. Bagaimana mungkin Xie Lian tidak menyadarinya? Namun, Xie Lian tidak
dapat menemukan kata-kata yang lebih tepat untuk mengungkapkan pemikirannya itu, selain dari tiga
kata yang barusan dia ucapkan. "Aku hanya bertanggung jawab melimpahkan perkara ini," kata Ling
Wen. "Jika kau ingin berterima kasih pada seseorang, kau harus menunggu Di Jun kembali sebelum
berterima kasih padanya secara pribadi. –Oh iya, apa kau ingin meminjam beberapa senjata sihir
dariku?"
"Tidak perlu," jawab Xie Lian. "Biarpun kau beri aku senjata sihir, ketika aku turun, aku tidak akan
punya kekuatan spiritual, jadi aku tidak akan bisa menggunakannya."
Xie Lian sudah ditendang dua kali, jadi dia sudah kehilangan kekuatan spiritualnya. Lebih mudah kalau
berada di Kayangan, tempat di mana para immortal berkumpul. Lagi pula, kekuatan spiritual
melimpah di sini dan sumbernya tidak akan pernah kering, jadi dia bisa mengambilnya begitu saja dan
menggunakannya. Namun, begitu dia kembali ke alam manusia, dia akan kehilangan kekuatannya. Jika
Xie Lian ingin bertarung menggunakan kekuatan spiritual, maka dia baru bisa menggunakannya kalau
menemukan seseorang yang bisa dipinjam kekuatan spiritualnya; suatu hal yang benar-benar tidak
praktis.
Ling Wen mempertimbangkan sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu lebih baik meminjam beberapa
dewa perang untuk membantumu."
Dewa perang yang ada sekarang, kalau bukan tidak mengenalnya, maka tidak menyukainya. Xie Lian
paham betul situasinya. "Itu juga tidak perlu. Kau tak kan bisa meminjam seorang pun," katanya.Namun, Ling Wen tampaknya serius dengan pertimbangannya. "Akan kucoba."
Tidak akan ada bedanya apakah dia mencoba atau tidak. Karena itu, Xie Lian tidak menyetujui atau pun
membantahnya; dia membiarkan saja Ling Wen mencobanya. Alhasil, Ling Wen memasuki Jaringan
Komunikasi Langit sebelum mengumumkan dengan nada gembira, "Semuanya, Di Jun punya tugas
penting untuk ditangani di utara dan butuh orang secara mendesak. Yang Mulia dewa perang mana
yang bisa meminjamkan dua anggota istananya untuk membantu?"
Ketika suara Ling Wen menghilang, terdengarlah suara ringan Mu Qing, "Aku sudah dengar bahwa Di
Jun sedang tidak berada di utara sekarang, jadi aku khawatir, kau sebenarnya ingin meminjam orang
untuk Yang Mulia Pangeran, kan?"
Apa kau berjaga di Jaringan Komunikasi Langit sepanjang hari?, batin Xie Lian.
Ling Wen berpikiran sama dengannya. Walaupun sebenarnya dia ingin menampar Mu Qing yang
menghalangi kerjanya di jaringan komunikasi ini, dia hanya bisa berbicara dengan tersenyum, "Xuan
Zhen, kenapa aku selalu melihatmu di jaringan selama dua hari ini? Tampaknya kau sedang mencuri
waktu dan bermalas-malasan sekarang. Selamat, selamat."
Mu Qing membalas dengan nada ringan, "Tanganku cedera, jadi aku sedang memulihkan diri."
Semua pejabat langit di jaringan itu berkata dalam hati, Dulu, tidak sulit bagi tanganmu itu untuk
membelah gunung. Jadi, apa yang bisa terjadi pada tanganmu hanya karena menghancurkan lonceng
bodoh itu jadi berkeping-keping?
Awalnya, Ling Wen hanya ingin mengelabui dua orang untuk ikut bekerja sebelum menjelaskan
detailnya. Namun, bukan saja Mu Qing telah menebak detailnya dalam satu kalimat, dia bahkan
mengatakannya keras-keras. Dengan keadaan yang seperti ini, sudah jelas Ling Wen tidak bisa
mendapatkan seorang pun. Bisa dipastikan, tidak ada yang menjawab pertanyaannya dalam waktu
yang cukup lama. Xie Lian juga tidak percaya akan ada orang yang datang, jadi dia berkata pada Ling
Wen, "Kau lihat, kan? Sudah kubilang kau tak akan bisa meminjam seorang pun."
"Kalau Xuan Zhen tidak mengatakan apa pun, aku pasti sudah berhasil," gerutu Ling Wen.
Xie Lian tersenyum. "Kata-katamu itu seperti kau membawa kecapi, tapi menyembunyikan separuh
wajahnya, lalu dengan indah mengaburkan keadaannya sampai ke tingkat tertentu. Orang-orang akan
berpikir bahwa mereka akan membantu Di Jun, jadi tentu saja mereka akan datang. Tapi ketika
mereka datang dan menyadari bahwa mereka sebenarnya akan bekerja denganku, aku khawatir akan
ada masalah. Bagaimana kami dapat bekerja sama? Bagaimanapun juga, aku sudah terbiasa sendiri,
dan aku juga bukannya tak punya lengan atau kaki. Jadi, biarlah begini saja, ya? Maaf sudah
menyusahkanmu. Aku akan pergi sekarang."*Jenis kecapi yang dimaksud Xie Lian. Biasa disebut Pipa ( 琵琶) dalam bahasa Mandarin.
Ling Wen juga tak berdaya lagi. Karena itu, dia menangkupkan tangannya sambil memberi hormat,
"Baiklah. Kuharap perjalanan Yang Mulia lancar. Semoga langit memberkati."
"Sehingga tak ada jalan buntu!" jawab Xie Lian. Sambil melambaikan tangan, dia pergi dengan riang
dan
percaya
*Tiga hari kemudian, di alam manusia di bagian utara*
Di pinggir jalan utama, ada sebuah kedai teh kecil. Bagian depan kedai itu tidaklah besar dan si pemilik
kedai adalah orang yang sederhana, tapi jajanan di kedainya mahal karena pemandangan di situ cukup
bagus. Dari kedai ini, bisa terlihat gunung dan sungai, kota dan orang-orang yang lalu lalang. Kedai ini
punya semua pemandangan itu, walaupun tidak banyak, semua pemandangannya bagus. Terletak di
tengah-tengah pemandangan seperti ini, jika seseorang kebetulan mengunjungi kedai teh ini, maka
kunjungan itu akan meninggalkan kenangan yang indah. Pemilik kedai teh itu sedang bermalas-
malasan, karena saat ini sedang tidak ada pelanggan. Jadi, dia memindahkan sebuah bangku kecil ke
pintu kedai dan mulai memandangi gunung, sungai, orang-orang dan kota. Dia sedang asyik
memandang ketika dari jauh, dia melihat seorang pendeta Tao yang berpakaian putih berjalan
mendekat. Pendeta Tao itu terlihat penuh debu, sepertinya dia telah berjalan cukup lama. Ketika
pendeta itu sudah semakin dekat, dia berjalan melewati kedai teh itu, sebelum tiba-tiba
menghentikan langkahnya dan pelan-pelan mengingat kembali rutenya. Pendeta Tao itu memiringkan
topi bambunya dengan tangan sebelum mengangkat kepalanya. Dia hanya melihat sekilas kedai itu
sebelum mulai berbicara dengan tersenyum, "Kedai kecil Xiang Feng, nama yang menarik."
*Xiāng Féng ( 相逢) artinya bertemu secara kebetulan.
Orang ini, walaupun agak lelah, raut wajahnya penuh senyum, membuat orang yang melihatnya juga
balas melengkungkan senyuman. "Permisi, numpang tanya, apa Gunung Yu Jun sudah dekat?" tanya si
pendeta Tao.
diri.Pemilik kedai teh menunjukkan arah padanya, sebelum menjawab, "Ada di daerah sini."
Orang ini mengembuskan napas, dan untuk sekali ini, bukanlah napas yang membuat jiwanya ikut
tercabut. Akhirnya sampai juga, katanya dalam hati.
Orang tersebut adalah Xie Lian.
Hari itu, ketika meninggalkan Kayangan, awalnya dia sudah memutuskan lokasi di mana dia ingin
turun. Dia ingin turun di dekat Gunung Yu Jun. Siapa sangka, karena pergi dan lompat seenaknya,
lengan bajunya tersangkut di awan yang melayang bebas. Ya, lengan bajunya tersangkut di awan.
Bahkan Xie Lian juga tidak tahu bagaimana lengan bajunya bisa tersangkut di awan. Jadi, dia terguling-
guling di ketinggian, dan ketika meluncur turun, dia tidak tahu di mana dia berada. Setelah berjalan
selama tiga hari, dia akhirnya sampai pada lokasi awal yang direncanakannya untuk turun. Karena itu,
untuk sejenak, dia merasa sangat terharu.
Ketika memasuki kedai teh, Xie Lian memilih meja yang berada di samping jendela sebelum memesan
teh dan camilan. Dia akhirnya bisa duduk setelah melalui kesulitan-kesulitan sebelumnya. Namun
mendadak, terdengar suara-suara ratapan dan pukulan gendang dari luar kedai.
Dia mengalihkan pandangannya ke jalan dan melihat sekumpulan orang dari segala usia mengawal
tandu pernikahan merah tua melewati kedai teh itu.
Prosesi ini diliputi suasana yang sangat aneh. Kalau dilihat sekilas, mereka tampak seperti para kerabat
yang mengantar pengantin wanita. Namun kalau diperhatikan, kau akan menyadari kalau ekspresi
wajah para pengantar ini tampak serius. Ada yang tampak sedih, marah, takut, tetapi satu-satunya
yang tak tampak adalah ekspresi kebahagiaan. Pokoknya, sama sekali tak tampak seperti pernikahan.
Namun, semua orang tetap memakai bunga merah sambil memainkan alat musik tiup dan memukul
gendang. Situasi ini benar-benar terlalu aneh. Pemilik kedai membawa teko tembaga di tangannya dan
mengangkatnya tinggi-tinggi untuk menuang teh. Dia juga sudah menyaksikan kejadian tadi, tetapi
hanya menggelengkan kepalanya sebelum pergi.
Xie Lian hanya menyaksikan iring-iringan pengantar aneh itu lewat, sebelum merenung sejenak. Dia
baru saja akan mengeluarkan gulungan yang diberikan Ling Wen untuk dilihat sekali lagi, ketika tiba-
tiba merasakan sesuatu melintas dengan cepat.
Ketika mengangkat kepala, seekor kupu-kupu perak terbang melintasi matanya.
Kupu-kupu itu berkilau dan tembus cahaya, tampak murni dan jernih. Saat terbang di udara, kupu-
kupu itu meninggalkan jejak yang bersinar. Xie Lian tidak tahan dan mengulurkan tangannya. Kupu-
kupu ini sangat cerdas. Bukan hanya tidak takut, kupu-kupu ini bahkan hinggap sementara di ujung
jarinya, kedua sayapnya berkilau dan sangat indah. Di bawah cahaya matahari, kupu-kupu itu tampak
seperti bagian dari ilusi. Namun, setelah beberapa saat, kupu-kupu itu terbang meninggalkannya.
Xie Lian melambai ke arahnya sebagai tanda perpisahan, dan ketika berbalik, di mejanya sudah ada
tambahan dua orang lagi.
Meja ini punya empat sisi. Satu orang duduk di kiri dan yang lainnya duduk di kanan, masing-masing
menempati satu sisi. Keduanya adalah anak muda yang terlihat berusia sekitar delapan belas atau
sembilan belas tahun. Orang yang duduk di sebelah kiri lebih tinggi, dengan ekspresi wajah yang
terlihat agak tegas dan sangat tampan. Dalam tatapannya ada cahaya kesombongan dan keras kepala.
Yang duduk di sebelah kanan, kulitnya sangat putih. Dia tampak lembut dan menarik, juga sopan.
Namun, ekspresinya terlihat terlalu dingin dan apatis, membuatnya jadi terkesan tidak terlalu senang.Sebenarnya, air muka kedua orang ini tidak begitu bagus.
Xie Lian mengedipkan matanya sebelum bertanya, "Kalian berdua adalah?"
Orang yang di sebelah kiri menjawab, "Nan Feng."
Orang yang di sebelah kanan menjawab, "Fu Yao."
Aku bukan tanya nama kalian ... , gumam Xie Lian dalam hati.
Pada saat itu, Ling Wen tiba-tiba mengirim pesan. "Yang Mulia, ada dua dewa perang kecil dari
Kayangan Tengah yang bersedia membantu. Mereka sudah turun untuk mencarimu, jadi harusnya
mereka sudah tiba sekarang, ya?"
Yang disebut Kayangan Tengah sebenarnya berhubungan dengan Kayangan Atas. Para pejabat langit,
secara sederhana dan kasar, dapat dibagi dalam dua kategori: Mereka yang terangkat, dan mereka
yang tidak terangkat. Para pejabat langit di Kayangan Atas semuanya terangkat karena kemampuan
sendiri. Jumlah mereka hanya sekitar seratus dari seluruh Kayangan, dan setiap dari mereka sangat
agung. Namun dalam Kayangan Tengah, dewa-dewa di sana adalah orang-orang yang diangkat dengan
cara ditunjuk sebagai wakil. Sebenarnya, nama lengkapnya harusnya 'Anggota Pejabat Langit'. Akan
tetapi, ketika orang-orang menyebut mereka, lebih sering tanpa kata 'Anggota' itu.
Jadi, karena ada Kayangan Atas dan Kayangan Tengah, apakah ada Kayangan Bawah?
Tidak ada.
Sebenarnya, waktu Xie Lian terangkat pertama kali, betul-betul ada yang namanya Kayangan Bawah.
Waktu itu, Kayangan masih dibagi atas Kayangan Atas dan Kayangan Bawah. Namun kemudian, semua
orang menemukan masalah. Ketika mereka memperkenalkan diri dan mulai dengan berkata, "Aku dari
Kayangan Bawah, begini dan begitu", kedengarannya sangat tidak enak. Dengan adanya kata 'bawah',
membuat mereka merasa rendah. Di antara para dewa di Kayangan Tengah, jelas-jelas tidak
kekurangan orang berbakat. Kekuatan spiritual mereka penuh dan kuat, dan masing-masing dari
mereka adalah orang yang unggul dan terkenal. Satu-satunya perbedaan antara mereka dengan
pejebat langit yang asli hanyalah bahwa mereka belum mengalami cobaan langit. Namun siapa yang
tahu jika suatu hari cobaan langit yang ditunggu-tunggu itu akan datang. Karena itu, beberapa orang
mengusulkan untuk mengganti satu kata—mengubah kalimat perkenalan menjadi "Aku dari Kayangan
Tengah, begini dan begitu". Ini lebih enak didengar, walaupun keduanya punya arti yang sama.
Singkatnya, setelah perubahan itu, Xie Lian belum terbiasa menggunakannya bahkan setelah
beberapa waktu sudah berlalu.
Xie Lian memandangi kedua dewa perang kecil ini. Kedua wajah dewa ini sama tidak
menyenangkannya; kelihatannya tidak seperti mereka 'ingin datang dan membantu'. Jadi, dia tidak
tahan untuk bertanya, "Ling Wen, hm...kurasa mereka tidak terlihat seperti turun untuk membantuku,
melainkan seperti ingin mengambil kepalaku. Apa kau menipu mereka untuk datang ke sini?"
Sayangnya, tampaknya pertanyaan ini tidak tersampaikan. Sekarang dia juga tidak bisa mendengar
suara Ling Wen di telinganya. Mungkin karena sekarang dia berada sangat jauh dari Kayangan, dan
sudah lama berlalu sejak dia turun, jadi kekuatan spiritualnya sudah habis. Xie Lian tidak bisa
melakukan apa pun lagi, jadi dia tersenyum dulu pada kedua dewa perang kecil itu sebelum berkata,
"Jadi nama kalian Nan Feng dan Fu Yao? Karena sudah bersedia datang dan membantu, kuucapkan
terima kasih sebelumnya."Mereka berdua hanya menganggukkan kepala, tampaknya bersikap sombong. Kelihatannya, sifat
dewa perang yang mengepalai mereka tergambar pada mereka ini. Xie Lian meminta pemilik kedai teh
membawa dua cangkir teh lagi. Sambil mengangkat cangkirnya, dia membersihkan daun tehnya
sebelum dengan santai bertanya, "Kalian berasal dari istana dewa mana?"
"Balai Istana Nan Yang," jawab Nan Feng.
"Balai Istana Xuan Zhen," kata Fu Yao.
" ... "
Kenyataan ini benar-benar menakutkan.
Xie Lian menelan seteguk teh. "Jenderal dari istanamu mengizinkanmu datang?"
"Jenderal di istanaku tidak tahu kalau aku datang," jawab keduanya.
Setelah berpikir sejenak, Xie Lian bertanya lagi, "Kalau begitu, apa kau tahu siapa aku?"
Kalau kedua dewa perang kecil ini datang karena mereka bodoh dan ditipu oleh Ling Wen, maka
setelah menolong Xie Lian, mereka akan dimarahi oleh Jenderal mereka. Menolong Xie Lian tentu saja
tidak sepadan.
"Kau adalah Yang Mulia Pangeran," jawab Nan Feng.
"Kau adalah jalan yang benar di dunia ini, pusat dari alam semesta," jawab Fu Yao.
Xie Lian tersedak, dengan ragu bertanya pada Nan Feng, "Barusan, apa dia memutar bola matanya?"
"Iya. Suruh pergi saja," jawabnya.
Hubungan Nan Yang dan Xuan Zhen tidaklah baik. Ini bukan rahasia. Jadi ketika Xie Lian mendengar hal
itu, dia tidak terkejut. Ini karena, di masa lalu, hubungan Feng Xin dan Mu Qing juga tidak begitu baik.
Hanya saja, waktu itu, Xie Lian yang menjadi pemimpin dan mereka itu bawahan. Sang Pangeran
berkata, jangan berdebat, ya? Kalian harus menjadi teman baik. Jadi mereka berdua menahan diri
sehingga tidak saling bermusuhan. Ketika mereka sedang teramat jengkel, paling-paling, mereka
hanya menggunakan kata-kata untuk menyerang pihak lawan. Hubungan mereka tetap kacau hingga
hari ini, di mana tidak perlu lagi bersikap terlalu sopan. Karena itu, bahkan para penyembah dari
Tenggara dan Barat Daya pun tidak punya hubungan yang baik, sementara anggota Balai Istana Nan
Yang dan anggota Balai Istana Xuan Zhen bahkan lebih saling membenci satu sama lain. Dua orang di
depannya ini adalah contoh utamanya. Fu Yao menyunggingkan senyum ejekan sambil berkata, " Ling
Wen Zhen Jun bilang bahwa siapa saja yang mau membantu secara sukarela bisa datang. Jadi, kenapa
aku harus pergi?"
Kata 'sukarela' yang diucapkan dengan ekspresi itu tampak tidak meyakinkan. Karena itu, Xie Lian
berkata, "Biar kupastikan dulu. Apa kalian berdua benar-benar ingin membantu dengan sukarela? Jika
tidak, tolong jangan paksakan diri kalian."
"Aku bersedia membantu dengan sukarela," jawab keduanya bersamaan.
Melihat kedua wajah mereka yang sangat tertekan itu, Xie Lian berkata dalam hati, Kata-kata yang
sebenarnya ingin kalian ucapkan adalah 'Aku ingin bunuh diri', kan?
"Singkatnya--"Xie Lian mulai berkata, "Ayo diskusikan dulu pekerjaan kita yang sebenarnya. Kalian berdua sudah tahu alasan kita datang ke utara kali ini, jadi aku tak akan menjelaskannya dari awal...."
"Aku tak tahu alasannya," kata keduanya. " ... "
Xie Lian tak sanggup lagi berbuat apapun dan hanya bisa mengeluarkan gulungannya sebelum berkata, "Kalau begitu lebih baik aku jelaskan semuanya dari awal."
Dikatakan bahwa beberapa tahun yang lalu di Gunung Yu Jun, ada seorang pengantin wanita dan seorang pengantin pria yang akan melangsungkan pernikahan.
Pasangan itu saling mencintai satu sama lain. Si pengantin pria menunggu iring-iringan yang akan mengantar pengantin wanita, tetapi bahkan setelah menunggu sangat lama, dia tak juga melihat si pengantin wanita tiba. Si pengantin pria mulai cemas, karena itu dia pergi mencari ke rumah pengantin wanita. Hasilnya, ayah mertua dan ibu mertuanya mengatakan bahwa sang pengantin wanita sudah lama berangkat. Kedua pihak keluarga melaporkan hal ini kepada para pejabat sebelum mereka mulai mencari ke segala arah. Namun, sejak awal hingga akhir, mereka tidak pernah menemukannya. Akan tetapi, bahkan jika dia dimakan oleh binatang buas di pegunungan, harusnya ada sisa lengan atau kakinya atau apa pun. Jadi apa alasan sebenarnya di balik menghilangnya si pengantin wanita? Karena itu, sudah pasti orang-orang menaruh kecurigaan kalau sebenarnya si pengantin wanita tidak ingin menikah, sehingga dia bersekongkol dengan para pengiringnya sebelum melarikan diri. Namun tak disangka, beberapa tahun kemudian, ketika ada pasangan pengantin lainnya yang akan menikah, mimpi buruk itu terulang lagi.
Si pengantin wanita menghilang lagi. Akan tetapi, kali ini dia tidak menghilang tanpa jejak. Di sebuah jalanan kecil, orang-orang menemukan sebuah kaki yang belum habis dimakan oleh entah apa.