Suara sorak sorai bahagia anak-anak terdengar sangat jelas ketika Alland baru saja menginjakkan kakinya di rerumputan taman yang hijau. Sejak Marsha meninggalkan hotel, Alland langsung menyuruh orang-orangnya untuk mencari keberadaan Marsha. Dan beberapa jam kemudian, akhirnya Alland mendapat kabar jika Marsha berada di salah satu taman yang ada dipinggir kota. Entah bagaimana wanita itu bisa sampai di tempat ini mengingat jaraknya yang lumayan jauh dari keberadaan hotel yang mereka tempati.
Alland kembali melangkah dan menemukan Marsha yang duduk di atas rerumputan hijau yang cukup jauh dari keramaian orang. Alland pun menghampiri Marsha dan menempatkan dirinya tepat di sebelahnya.
"Kau tidak harus kemari." Kata Marsha dengan suara yang terdengar serak.
"Kau tidak perlu menceritakannya. Aku hanya akan menemanimu." Kata Alland yang sadar jika perkataan Marsha barusan adalah untuk mengusirnya.
"Aku tidak butuh kau. Aku hanya ingin sendirian saja."
"Kau bisa mengabaikanku, aku tidak akan mengganggumu." Kata Alland membuat Marsha mendesah pasrah.
Marsha pun beranjak dari duduknya dan spontan Alland juga mengikutinya berdiri.
"Apa aku bisa menagih janjimu sekarang?" Tanya Marsha ketika Alland menatapnya bingung.
"Apa aku menjanjikan sesuatu padamu?" Tanyanya yang tidak ingat pernah menjanjikan sesuatu pada Marsha.
Marsha mencebikkan bibirnya lucu. "Kau pelupa sekali Alland. Kau bilang kau akan mengajakku jalan-jalan jika aku menemanimu menemui pria tua itu. Ya, walaupun aku langsung pergi. Tapi apa itu masih bisa ku dapatkan?" Katanya dengan nada terdengar.... memohon?
Alland tersenyum lebar. Tidak menyangka jika Marsha sangat antusias pada janjinya untuk membawa wanita itu berjalan-jalan. Tentu saja, ia pasti akan menepati janjinya itu pada Marsha. Paling tidak hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghibur Marsha.
"Tentu. Katakan kau mau kemana." Kata Alland yang sudah menarik pinggul Marsha dengan kedua tangannya. Mereka pun terjebak dalam pelukan kehangatan itu.
Bukannya marah, Marsha malah tersenyum lebar membalas perkataan Alland. "Aku tidak ingin jalan-jalan, tapi jika aku mengatakan keinginanku bisakah kau kabulkan?" Tanyanya yang sudah membalas pelukan Alland di pinggul pria itu.
Ah, kau membuatku gila Marsha.
Alland berdeham kecil. "Everything for you, baby."
Marsha pun kembali tersenyum senang. "Kalau begitu aku ingin kau membawaku ke suatu tempat dimana aku bisa memasak." Katanya antusias.
"Memasak?" Herannya.
"Iya, sudah sangat lama aku tidak melakukannya. Aku ingin memasak Alland, hanya itu yang ingin aku lakukan saat ini." Lirihnya sembari merengek gemas. Tanpa Marsha sadari, Alland sedang bersusah payah menjaga ritme jantungnya yang berdegup sangat cepat.
"Damn it, Marsha!" Pekiknya dalam hati.
"Kalau begitu kau akan mendapatkannya." Kata Alland membuat kedua bola mata Marsha berbinar senang. Terlihat sangat jelas terpancar kebahagiaan di manik mata itu.
Marsha pun semakin mengeratkan pelukannya. "Kau yang terbaik Alland!" Pekiknya kelewat bahagia. Alland pun tersenyum senang melihat keceriaan Marsha telah kembali dan itu karena dirinya.
"Tentu saja. Dan kau akan memasak untuk makan malam kita, deal?"
"Deal!"
***
Aroma daging panggang menguar begitu saja ketika Marsha baru mengangkat daging steak dari panggangan. wanita itu dengan telaten meletakkan daging panggang di atas piring beserta beberapa potongan kentang goreng dengan lelehan mayones dan keju di atas daging. Saat ini Marsha sedang memasak Steak Frites, makanan khas dari Paris. Ia lebih menyukai memakannya dengan lelehan mayones beserta keju, daripada entah apa itu namanya yang selalu di sajikan di restaurant. Alland yang sedari tadi memperhatikan Marsha dalam kesibukannya tersenyum penuh. Melihat Marsha memasak untuk makan malam mereka saat ini, membuatnya berkhayal tentang bagaimana mereka hidup di masa depan nantinya. Ah, mungkin Alland sudah gila.
"Apa itu?" Tanya Alland ketika Marsha sudah beralih pada jenis makanan ringan, seperti roti.
Marsha tersenyum lebar sembari berkata. "Ini Croque Monsieur. Aku sangat menyukainya sejak kecil. Dan aku jamin, kau pasti akan sangat menyukainya!"
Alland terkekeh kecil melihat keantusiasan Marsha. "Tentu saja. Apa pun itu aku pasti suka." Katanya.
Setelah mengatakan itu, Marsha tidak lagi mengeluarkan suaranya. Ia masih disibukkan dengan kegiatannya menata Croque Monsieur di dua piring yang terlihat begitu menggugah selera. Marsha pun tersenyum penuh melihat hasil karyanya.
"Sudah selesai." Kata Marsha membuat Alland langsung menghampirinya.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah taman yang letaknya tepat di belakang mansion milik keluarga Alland. Taman itu sudah di sulap menjadi dapur yang menyatu dengan alam. Alland memang sengaja mengajak Marsha ke mansionnya supaya wanita itu bisa berekspresi dengan bebas tanpa harus risih diperhatikan oleh orang lain.
Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan kecil di antara keduanya karena Marsha menginginkan untuk memasak di dapur saja, tapi Alland sedang ingin suasana baru. Ia ingin menciptakan suasana baru bersama Marsha. Jadi, disinilah mereka. Di taman nan luas yang di penuhi banyak tanaman dan bunga-bunga. Bahkan dapur dadakan yang di perintahkan Alland kepada para orang-orangnya terlihat begitu sempurna, beserta meja dan kursi yang hanya diperuntukkan untuk dua orang saja. Sungguh sempurna.
"Biar ku bantu." Tawar Alland yang membawa makanan-makanan itu ke meja bundar yang ada disana.
"Bagaimana? Apakah enak?" Tanya Marsha penasaran kala Alland baru memasukkan sepotong daging steak ke mulutnya.
Alland mengernyit merasakan daging itu di dalam mulutnya. Sungguh, rasanya sangat enak. Alland berani bersumpah kalau Marsha melamar pekerjaan menjadi koki, maka restaurant berbintang 5 akan segera menantinya.
"Tidak enak ya?" Desahnya kecewa melihat kernyitan di kening Alland.
"Ya, tidak enak jika hanya memakan sepotong saja. Masakanmu sangat enak Marsha, sungguh." Jawab Alland cepat membuat Marsha tertawa lepas.
"Benarkah?"
"Apa kau mau aku katakan ini tidak enak?"
"Ah, tidak. Kalau begitu cepat habiskan karena kalau sudah dingin rasanya akan berbeda." Kata Marsha kemudian mulai memotong daging steak miliknya.
Mereka pun makan dalam diam. Sesekali Alland mencuri pandang pada Marsha yang sedang asyik dengan makanan yang wanita itu masak sendiri dan tidak mempedulikan Alland yang sedari tadi sibuk memperhatikannya. Melihat raut kebahagiaan di wajah Marsha membuat hati Alland menghangat.
"Darimana kau bisa mendapatkan keahlian memasakmu? Kupikir kau hanya seorang wanita yang manja." Cibirnya.
Marsha mendengus kesal mendengar cibiran Alland. Bagaimana pun ia bukan wanita manja, terlihat dari caranya ia mendapatkan posisinya hingga sampai saat ini.
"Aku bukan wanita yang seperti kau pikirkan. Aku bisa memasak karena uncleku yang mengajarinya sejak aku masih kecil!" Ketusnya dengan kesal.
"Apa unclemu itu juga bisa memasak?" Tanyanya yang dibalas anggukan cepat dari Marsha.
"Tentu saja. Kalau tidak dari mana aku mendapatkan keahlianku ini? Asal kau tahu saja, uncleku itu koki terhebat yang pernah ada." Katanya dengan sombong.
"Memangnya dia saja yang bisa sombong?!" Batin Marsha.
Alland menautkan kedua alisnya. Sepertinya ia bisa menebak siapa yang sedang di bangga-banggakan oleh Marsha ini. Tapi apakah itu benar? Jika ia mengapa Marsha memanggilnya uncle? Entah perasaan Alland saja atau apa, tapi yang jelas ada yang janggal di pikirannya. sepertinya Alland tidak benar-benar mengetahui asal-usul Marsha sebenarnya.
"Kau hanya menyombongkan unclemu itu. Aku yakin kau hanya membual, beruang kecil." Kekehnya memancing Marsha agar lebih terbuka lagi.
"Kau tidak percaya? Terserah kau saja aku juga tidak perlu meyakinkanmu akan hal itu, itu tidak penting." Katanya dengan malas karena Alland tidak mempercayainya.
"Kalau begitu, kau bisa menemuiku dengan unclemu itu. Kalau dia koki yang hebat, pasti unclemu itu bekerja di restaurant ternama bukan?" Kata Alland yang langsung membuat Marsha menundukkan kepalanya dalam. Alland tidak tahu jika Marsha sangat merindukan unclenya itu.
"Sayangnya dia sudah pensiun." Lirihnya pelan, tapi masih mampu di dengar oleh Alland.
Tidak salah lagi!
"Apa unclemu itu bernama Martin Charlotte?" Tanya Alland dengan lantang. Marsha sontak saja mengangkat kepalanya dengan wajah yang langsung pucat pasi. Bahkan kedua bola matanya membulat dengan sangat lucu.
"Darimana kau tahu?!" Pekiknya.
Ternyata benar.
"Siapa yang tidak tahu Martin Charlotte? Dia koki yang hebat." Jawab Alland dengan tenang walaupun sebenarnya ia juga sama terkejutnya mendapati fakta baru tentang Marsha.
"Sayangnya memang tidak banyak yang tahu tentangnya." Desisnya pelan. Dan lagi, Alland mampu mendengarnya.
Dasar Marsha. Untuk apa ia berkata pelan jika orang lain masih bisa mendengarnya.
"Jadi, boleh aku bertanya?"
Marsha memilih untuk diam. Ingin mendengarkan pertanyaan Alland selanjutnya. Mendapat ijin, Alland pun bertanya tanpa ragu.
"Mengapa margamu sama dengan milik Martin Charlotte? Dia unclemu bukan?" Tanyanya sembari menaikkan sebelah alisnya.
Marsha gelagapan. Sial, tidak ada yang pernah menguak tentang keluarga dan kehidupan pribadinya sebelumnya. Dan yang paling penting, tidak ada yang boleh tahu tentang hal itu.
"Tentu saja karena daddyku anak tertua dan uncleku adik darinya. Jelas bukan?" Jawabnya mencoba untuk terdengar meyakinkan.
Alland menganggukkan kepalanya mengerti. "Kita sudah selesai. Lebih baik kita masuk ke dalam. Udara malam tidak baik untuk kesehatan." Kata Alland yang langsung disanggupi oleh Marsha. Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke dalam mansion milik Alland.
"Sebenarnya kau siapa Marsha?" Batinnya dengan frustasi.
***