webnovel

CHAPTER 14 CEMBURU

Pagi-pagi sekali Smith bangun lebih dulu ketika sinar matahari menyelusup di antara tirai kamarnya menembus kaca dan menyinari wajah tampannya. Ia langsung melirik wajah perempuan di sampingnya yang meringkuk karena dinginnya udara kamar, walau ia sudah di selimuti kain tebal.

Tragedi tadi pagi membuat dia dan Adeline tertidur lagi.

Smith kini sudah memaksakan diri bangun dari tidur itu. Menelpon ke lantai satu rumah nya yang langsung di angkat oleh Sofia, dengan suara pelan. "Tolong bawakan sarapan untuk dua orang!" pinta Smith kemudian mematikan telepon.

Sofia dibantu satu pelayan untuk menaikan sarapan itu. Ia mengetuk dengan pelan kemudian masuk ke sana. "Sut!" Smith menaruh telunjuknya di depan bibir, menyuruh Sofia untuk tidak berisik.

Pelayan yang menemaninya masuk sampai kaget, melihat Adeline masih tidur dengan pulas nya di samping Tuan muda tanpa memakai baju atasan.

Sofia menaikan kedua alisnya, ia hanya menaruh nampan berisi makanan itu kemudian kembali turun bersama pelayan itu.

Adeline bangun dan menggeliat. Sembari meregangkan tubuhnya ia membuka mata dan menatap langit-langit. "Sayang sudah bangun! "

"Cuci muka, ayo kita sarapan!"

Hanya itu ucapan Smith yang terdengar. Adeline menurut begitu saja.

Smith duduk lebih dulu setelah membuka tirai kamarnya yang menyuguhkan pemandangan indah.

Tatapan Smith fokus pada rintik hujan yang mulai jatuh membasahi kaca kamarnya, "Ah hujan, padahal aku mau berjalan-jalan hari ini!" lirihnya.

"Sayang, mau dengar lagu? jangan dari speaker"

Smith mengangguk pelan, ia memang menanggapi semua tingkah Adeline.

Perempuan itu meninggalkan sebentar kemudian kembali ke kamar itu. Ia membawa sebuah MP3 kemudian memberikan satu earphone di telinga Smith "Ini hadiah dari Jgon saat dia gajian pertama di pekerjaan paruh waktunya, dia bilang ini untuk mengobati rinduku padanya! Atau bisa untuk semangat juga agar kita tidak menyerah dalam hidup." Adeline mengatakan itu dengan menyunggingkan senyumnya memperlihatkan sederet gigi rapihnya.

Smith menatap nya dengan seksama. Menerima perlakuan itu padanya. Kemudian satu lagu di putar, dan senyuman Adeline menjadi lebih soft, mereka kembali makan dan Smith juga lebih santai sembari menikmati lagi yang baru kali pertama di dengarnya itu.

Hari berlalu, Smith ingin membawa Adeline pergi ke perusahaan nya. Ia ingin selalu dekat dengan gadis itu, karena sudah beberapa kali ia sangat penasaran tentang gudang di samping ruangan para pelayan nya.

Hal itu membuat Smith ingin menjaga perempuan itu lebih dekat dengannya.

Seperti biasa para pelayan akan sibuk ketika mereka akan mendandani Nona muda nya.

Setelah beberapa saat berlalu dan Smith menunggu di ruang tamu, akhirnya istrinya selesai berdandan setelah sekian lama selalu dengan wajah polosnya.

"Apakah aku terlihat aneh aku sudah lama tidak keluar"

Smith tertawa mendengar itu. "Tidak masalah, ini cantik luar biasa."

Mendengar Smith memujinya membuat Adeline dan pelayan yang ada di sana mengulum senyum, membuat Smith malu karena keceplosan.

Mereka bersama terus, sampai ketika akan pulang dari kantor Smith mengajak Adeline ke pusat perbelanjaan. Bahkan lelaki itu memesan satu tempat bermain di dalam mall dengan reservasi langsung kepada pemiliknya.

Adeline sudah terbiasa dengan segala yang dilakukan Smith, ia sudah tidak kaget dengan itu.

Setelah puas, Adeline pulang dan tertidur didalam mobil. Lagi dan lagi, Smith selalu menggendong perempuan itu dan naik ke lantai dua.

Mereka berdua tidur, namun Adeline tak mengganti pakaian. Smith hanya membersihkan makeup di wajah istrinya dengan micellar water.

Malam yang dingin membuat Smith tertidur juga.

Smith tiba-tiba terbangun dan mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia berlari keluar dari kamarnya kemudian berteriak sembari memegangi kepalanya, hal itu membuat Adeline yang paling dekat terbangun, ia segera berlari keluar dan mendapati suaminya tersungkur, lututnya membentur lantai. Ia segera bergegas menghampiri.

"Sayang, kenapa ada apa?" Ia menyentuh tangan Smith yang digunakan untuk memegangi kepalanya.

Mata lelaki itu langsung menatap ke arah Adeline. "Mimpi buruk itu datang, aku membencinya. Aku tidak tahu aku tidak bersalah," ucapan Smith di nilai melantur oleh Adeline ia segera membawa Smith ke pelukan nya sembari mengelus kepalanya.

Mereka berdua duduk, dan Smith menangis di pelukan Adeline.

Suara Smith tadi membuat seantero rumah mendengar nya.

Begitupun Sofia pun segera berlari ke lantai dua dengan asisten lainnya.

Mereka sangat shock begitu mendapati Smith yang menangis di pelukan Adeline, mereka bertanya-tanya dan sangat kaget melihat itu.

"Aku membenci mimpi itu, maafkan aku !" ucap Smith terus menerus.

Sofia mengernyitkan kedua matanya, ia bertanya mengapa Smith meminta maaf pada gadis itu. Pelukan Smith saja sudah membuat ia kebingungan, ia merasa lelaki itu terlalu berlebihan pada perempuan itu meskipun istrinya.

Adeline dengan sabar mengajak Smith bangun kemudian kembali ke kamarnya.

Semua orang kembali ke kamarnya masing-masing.

Adeline memegangi tangan suaminya yang mulai terlelap, pria itu menggenggam nya dengan erat juga.

Hal itu pun membuat Sofia lebih terganggu.

****

Malam di New York! Negara yang dilabeli kota yang tak pernah tidur itu membuat panas dari pagi hingga pagi lagi.

Malam cepat berlalu matahari belum muncul seluruhnya, namun terang tampak menyelinap karena gorden kaca yang tidak tertutup rapih.

Perempuan pemilik rambut coklat dan mata hijau itu membuka matanya yang terasa berat tidak seperti biasanya. "Ah"lirih gadis itu, ia merasa sesuatu yang sakit dibawah tubuhnya.

Ia kemudian merasa angin di kamarnya terlalu dingin, dan ia berniat menarik selimut namun kain itu tertahan oleh sesuatu, begitu ia menoleh ia begitu terkejut, seorang pria bertelanjang dada sedang terlelap di sampingnya. Kemudian tak kalah membuatnya kaget, ia tanpa busana sudah dipastikan mereka bersama semalaman.

"Apa ini, apa yang aku lakukan tadi malam, ah Ayah!" tampak dirinya memegang kepala yang sangat terasa berat.

Pikiran perempuan itu sangat kacau, ia mengumpulkan bajunya dan mengambil baju lain dari kopernya. Kemudian pergi ke kamar mandi dengan pelan, ia berganti baju segera setelah memasukan semua barang-barang nya ke koper.

Ia benar-benar merasa sesuatu yang aneh, seluruh tubuhnya juga sakit.

Pikirannya kini sedikit terbuka, ia mengetahui ia kehilangan kegadisannya begitu melihat bercak darah di atas seprai putih yang ditidurinya.

"Tidak, apa yang ku lakukan," gadis itu menutup mulutnya, ia menggeret koper tanpa pikir panjang, dan segera pergi ke lobby hotel kemudian melakukan check out.

"Atas nama siapa?" sapa seorang staf hotel yang berjaga di resepsionis.

"Clarissa!"

"Baik, akan saya cek! untuk Clarissa dengan nomor kamar 69 betul?"

Ia segera mengangguk, dan namanya yang terdaftar sebagai tamu VIP membuatnya bisa keluar tanpa pengecekan ulang pihak hotel.

"Tapi masih ada sisa 2 hari lagi dari pemesanan!" ucap sang staff hotel, tentang hotel yang sudah di bayarnya untuk beberapa hari kedepan. Mengingat hotel itu adalah hotel mewah dengan fasilitas VIP.

"Hangus tidak masalah," jawab Clarissa.

Ia memasuki taksi segera menuju bandara setelah memesan tiket paling cepat terbang hari ini. Ia menengadahkan kepalanya, berharap kejadian itu hilang dari ingatannya. Namun air matanya meleleh begitu saja sekarang.