webnovel

Hakim Tengah Malam (Midnight Judge)

Kesombongan dan keserakahan telah merajalela di mana-mana, termasuk telah memenuhi semua platform media sosial. Seorang Pahlawan suci telah diutus, karena kesombongan mereka menimbulkan Mamon-mamon yang berkeliaran di tengah malam, untuk menyebarluaskan budak uang. Dan seorang pelajar SMA yang membenci keinginan duniawi, terpilih sebagai Pahlawan Suci tersebut, yang dinamakan "Hakim Tengah Malam." Bagaimana kisah Seorang pelajar tersebut, yang menjalani hidup sebagai Hakim Tengah Malam? Ikuti kisahnya di sini!

Writethetext · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
24 Chs

Terungkap

Malam semakin larut, dan restoran Kak Joshua telah tutup dengan rapih. Terlihat dengan memakai costum yang baru, Rafael kembali berpatroli di titik kejadian yang tadi diberitakan itu.

"Tidak ada suatu pun dari barang-barang yang tersisa di sini. Sepertinya sudah diambil semua oleh polisi. Tapi, jikalau memang ini ulah Mamon lain, pasti Mamon itu masih berkeliaran di sekitar tempat ini."

Ia memutuskan untuk berjaga-jaga di tempat itu, termasuk berpatroli di area atau wilayah sekitarnya. Sudah tiga jam berlalu dan sudah dua kali berkeliling, ia tak menemukan apapun di tempat kejadian itu dan di daerah sekitarnya.

"Sudah kuduga. Bukan Mamon yang berkeliaran," kata Rafael yang tengah bertengger di atap gedung. Rafael menunda perburuannya pada malam itu, karena telah memakai tiga jam yang cukup melelahkan, agar tidak terlambat lagi ke sekolah.

"Tiga jam saja, cukup bagiku agar tidak memakan jam tidurku. Karena Aku tidak mau lagi datang terlambat ke sekolah, terlebih lagi Ibuku sudah berada di apartemen."

"Meskipun, Aku telah mengunci pintu kamarku dari dalam. Tetap saja Aku masih khawatir akan ketahuan. Tapi untungnya saja, part time selalu pulang jam tujuh malam. Sisanya Aku gunakan untuk mencari Mamon-mamon hingga jam sebelas malam."

Mata Rafael secara tiba-tiba tercengang, melihat sesuatu melintas dengan cepat, di sampingnya saat tengah melompat dari atap ke atap. Bentuknya tidak jelas alias samar-samar, benar-benar sangat cepat dan tengah menuju ke suatu wilayah yang terkenal dengan pasar orang mabuk.

Bergegas cepat oleh rasa penasarannya, ia mengikuti sesuatu tersebut yang menuju wilayah orang-orang mabuk. Dan tiba di atas atap tempat pasarnya minuman keras, yakni tempat minum-minum bagi orang malam. Rafael mengawasi seluruh tempat itu dengan seksama, dari tempatnya berdiri di atas atap salah satu tempat minum. Memasang tajam-tajam mata serta kupingnya, menanti sesuatu hal terjadi di area itu.

Sepuluh menit berlalu, terdengar suara kencang namun anehnya, tidak mengusik orang-orang yang sedang berada di bawah kakinya. "Mereka memakai earphone, atau mengidap gangguan pendengaran sih?" ucapnya sebelum menuju sumber suara itu.

Pendaratan sempurnanya mengejutkan mereka mata mereka, terdapat seseorang berpakaian Jaz hitam dan seekor Mamon yang berada di sebuah gang selebar tiga meter. Ia melihat, seseorang itu tidak terlihat sedang mabuk, tapi lebih terlihat sedang mengalami ketakutan yang hebat. "Siapa lagi orang ini?! Masalah itu belum, ini belum, dan sekarang ada lagi," gumam pria tersebut sambil menutupi kepalanya.

Sementara, Mamon itu masih menatap Rafa seperti sedang menunggu apa yang ingin Rafael lakukan. "Siapa Kau?" ujar dengan suara seram dari Mamon itu, bentuknya seperti kuda namun memiliki tangan monyet dan kaki bebek.

"Hakim Tengah Malam."

"Aku tidak ada urusan denganmu!" sangar suara Mamon kuda.

"Justru, Kaulah yang akan menjadi urusanku!" balas Rafael yang terlihat menatap dingin Mamon aneh itu, dibalik Suit barunya. *Suit : Costum/Pakaian Hero.

"Kalau begitu, untuk Kau nanti saja. Setelah Aku melahap manusia yang terlihat menyedihkan ini!" katanya sebelum mengeluarkan suatu serangan aneh dari tangannya. Dengan sigap, Rafael menangkis Mamon itu sehingga terkaget lah serta tertegun Mamon itu, melihat seseorang yang dapat menepis serangannya.

"Oh, jadi Kau bukan manusia biasa ya? Menarik sekali."

Tak lama kemudian, terdengarlah bunyi jam tangan hadiah ultah dari Mickle, memberitahunya waktu sudah lewat tengah malam. "Gawat!" paniknya.

Rafael langsung menggunakan skill tiga level empatnya, dan menghubungkannya ke level tiga. Ia memakai Speed of light dengan level empatnya; Skill Healthy and Power Up, untuk yang kedua kalinya. Dalam kejapan mata, Rafael berhasil membuat Mamon itu lenyap begitu saja usai terbelah-belah, tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. Pria yang hampir menjadi korban Mamon itu, tersentak melihat hal itu di depan matanya. "Cepat sekali!"

"Kau tidak apa-apa?" kata Rafael setelah mengalahkan Mamon jelek itu.

"Kau siapa? Bagaimana Kau bisa melakukannya?" kata pria itu yang terlihat panik raut wajahnya.

"Tidak usah takut. Aku datang hanya untuk memburu Mamon itu. Kau sendiri, kenapa bisa bertemu dan menjadi incaran Mamon jelek itu?" tanya Rafael.

"Aku sendiri tidak tahu. Sebenarnya, Aku sedang meratapi beban hidupku yang begitu berat. Aku ingin pergi meminum minuman keras agar, Aku bisa lebih tenang menjalani hidupku."

"Kenapa Kau memiliki cara berpikir bodoh seperti itu? Cara itu tidak bisa menyelesaikan beban hidupmu, justru hanya memperkeruh keadaanmu saja! Apa Kau sudah tidak ada harapan?"

"Bisa dibilang begitu. Semakin lama, hidupku semakin berat. Ditambah lagi, Aku pernah membawa kabur uang ayahku dan menggunakannya untuk hal yang sia-sia. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Hidupku benar-benar sudah hancur, takdirku benar-benar buruk."

Rafael diam beberapa saat.

"Kau salah! Semua ucapanmu salah, Bung," kata Rafael yang membuat Pria itu terheran-heran.

"Maksud Kau apa? Aku tidak mengerti."

"Apakah, Kau menganggap bebanmu lebih besar daripada Tuhan? Jikalau, Kau punya hati yang tertuju pada Tuhan. Segala perkara dapat Kau tanggung di dalam Dia, yang memberi kekuatan kepadamu dan kepadaku."

Seseorang itu masih terdiam.

"Kau tidak harus menanggungnya sendiri! Serahkanlah bebanmu pada Tuhan, artinya Kau tidak perlu memikirkannya bagaimana-bagaimana. Tapi berdoalah dan lakukan bagianmu untuk menyelesaikannya. Percayalah, Tuhan akan memulihkan mu dan tidak ada yang namanya takdir."

"Ketahuilah dan ingatlah, Kau masih punya harapan jika datang kepada Tuhan. Harapan yang membawamu kepada perubahan yang lebih baik. Dari yang kau anggap hidupmu sudah hancur, akan Tuhan ubahkan menjadi baru dan lebih bermakna. Datanglah pada Tuhan dan berdoalah!"

"Apakah Aku pantas diterimaNya? Kesalahanku banyak sekali. Kesalahanku bukan hanya kepada ayahku saja! Tapi juga teman-teman kantorku, dan bahkan Tuhan. Apakah Aku ini layak untuk diterima, dengan semua kesalahanku itu. Mereka semua pasti sangat marah dan tidak mau memaafkanku."

"Jika kau sungguh-sungguh datang kepada Tuhan. Tidak mustahil, mereka mau mengampuni segala kesalahanmu, termasuk Tuhan. Jangan meragukan Tuhan! Tuhan tidak pernah memandang rendah orang yang patah jiwanya dan yang remuk hatinya. Dan Dia tidak akan menolakmu! Karena Tuhan menerima Kau apa adanya."

Orang berJaz hitam itu tampak termenung mendengarnya, sebelum Rafael bangkit berdiri dari sebelahnya. Seseorang itu memberikan pertanyaan lagi kepada Rafael, sebelum Rafael hendak pergi.

"Kau ini, Super Hero atau malaikat?"

"Sudah kubilang, Aku Hakim Tengah Malam!" ujar Rafael.

Rafael tengah membuka Suit Heronya, usai tiba di kamarnya, dan terlihat jam alarm di meja belajarnya menunjukan pukul satu malam. Membuat Rafael bergegas menyikat gigi dan mencuci wajah sebelum berbaring di kasurnya.

"Tidak menyangka. Aku bertemu Mamon di tempat lain dan jaraknya lumayan jauh. Untung saja, langsung cepat-cepat kulenyapkan dengan skill terbaru itu. Masalahnya, Aku tidak bisa membuka Skill Tingkat Tinggi karena langsung lenyap begitu saja. Ya sudahlah." Rafael tertidur lelap di ranjangnya sepanjang malam, mempersiapkan raganya untuk esok hari. Agar bisa pergi ke sekolah seperti biasa, namun ia ingin melanjutkan penyelidikannya lagi kepada Bu Hana.

Pagi yang cerah, Rafael berangkat di waktu yang tepat ke sekolahnya. Meskipun sedikit terlihat seperti, mata panda pada bagian kantung matanya. "Uwahh. Ngantuk sekali."

Tiba di sekolahnya, ia menjalani kegiatan belajarnya seperti biasa hingga petang menyambut. Pada waktu itulah, Rafael kembali mengintai Bu Hana, dari tempat yang sama.

"Tumben, lewat limat menit." Rafael melihat Bu Hana yang baru saja keluar dari Kantornya. Pelan-pelan mengikutinya tanpa suara, tapi sampai di tempat parkir yang sepi. Tiba-tiba, tanpa sebab apapun Bu Hana menoleh ke arah belakang, dan ketahuanlah Rafael olehnya.

Rafael hanya bisa terdiam, menanti apa yang akan terjadi setelahnya. Bu Hana, pelan-pelan mendekatinya dengan senyuman sexy yang pernah dikatakan oleh preman-preman itu.

"Kau? Kenapa mengikutiku?" tanya Bu Hana kepadanya.

"Aku hanya ingin bertanya soal tugas biologi kemarin."

"Maksudmu, soal yang Reproduksi?" ujar Bu Hana sambil menaikan salah satu alisnya.

"Tidak, tidak, tidak. Tugas yang kemarin Ibu berikan di kelas, sebelas Ipa dua puluh, bukan itu! Tapi soal yang fotosintesis."

"Baiklah, ikuti Aku," kata Bu Hana yang dengan sigap menggandeng tangan kanan Rafael, menuju suatu tempat yang belum diketahui Rafa. Ia hanya bisa menuruti dan terdiam, entah dibawa kemana, padahal hanya ingin bertanya. Rafael pun mulai curiga, setelah ia dibawa ke dalam lorong yang dimana terkhusus bagi tamu sekolah. Lorong yang terdiri dari kamar-kamar penginapan tamu, khusus tamu sekolah yang sangat penting.

Rafael dibawanya masuk ke salah satu kamar kosong, dan disuruh menunggu di sofa yang berada di kamar itu.

"Bu! Kita kan tidak punya hak, ke kamar khusus tamu ini? apa nanti tidak dimarahi oleh Kepala Sekolah?" pertanyaan dari Rafael yang diabaikannya. Ia mulai waspada ketika merasa aneh, melihat Bu Hana membuka satu per satu lapisan bajunya, di depan matanya. Kemudian hanya tersisa setengah telanjang dan terduduk di pangkuan Rafael. "Ayolah, sisanya biar Kau yang melakukannya sendiri," katanya sambil membelai bagian wajah Rafael.

"Maksud Ibu apa?" gemetar Rafael menahan belaian gurunya itu.

"Apa kau tidak mau? Atau Kau tidak tertarik?" ucap Bu Hana sambil membelai Rafael yang terlihat geli. Merasa sudah kelewatan, Rafael memutuskan untuk menodorong Bu Hana ke kasur, lalu dengan sigap berlari keluar meninggalkannya dari kamar itu.

"Tidak mau, tidak mau. Aku tidak mau masa depanku dicap suram. Sebenarnya, Dia itu Mamon atau manusia sungguhan sih!" dalam hatinya yang sangat keheranan. Ketika Rafael sampai di lapangan parkir, terlihatlah Bu Hana mencegatnya dari depan yang entah Dia lewat mana. Tapi dengan bentuk setengah dari aslinya, bagian atas yang masih mengenakan pakaian dalam sexy dengan wujud manusia. Dan pada bagian bawah dengan wujud monster kelabang.

"Kenapa Kau terburu-buru sekali, sayang? Padahal, Kau belum menikmatinya kan?" pertanyaan Mamon itu yang membuat Rafael menahan gemetar. "Whahaha... Kau tak usah kaget, sayang! karena Aku ini Mamon yang berasal dari orang-orang, yang menjual dirinya, demi kehidupan yang bergelimangan harta. Seharusnya, Kau nurut saja da menikmatinya dulu tadi. Padahal sudah ku kasih kesempatan, untuk membuatmu merasakan reproduksi sebelum Aku lahap."

"Hei, Mamon! Bagaimana Kau bisa menyamar di antara para Guru? Apa Kau punya ijazah Sarjana, hah? Jawab!" Rafael termenung, "Bagaimana Dia bisa dapat posisi guru, agar bisa mencakup penghasutan secara luas?" dalam hatinya.

"Tidak penting untukmu bocah! Yang sebentar lagi akan menjadi makananku. Kemarilah, sayang! Biar Aku mulai dari ciuman pertamaku."

"Kau itu menjijikan! Mana mungkin Aku tertarik denganmu!" teriak Rafael.

"Uhh.." Mamon itu menutup mulutnya. "Kasar sekali bicaramu, sayang. Siapa yang mengajarimu sayang?"

"Enyalah dari sini!" teriak Rafael yang telah men-summon pedang kilat birunya. Saat Mamon itu hendak menyerang Rafa, tiba-tiba ia tertegun lalu seperti sedang menerima kabar dari teman semakhluk anehnya. Lalu setelahnya, tepat Rafael yang menghunuskan pedangnya, tertegun Rafael.

"Sungguh beruntung sekali kamu, sayangku. Kau kali ini kubiarkan lolos. Tunggu Aku yang akan datang lagi padamu, Aku harus menemui kaptenku sekarang," ujarnya sebelum dengan cepat meninggalkan Rafael.

"Tunggu!" ucap Rafael yang berusaha mengejar, tapi gagal oleh asap tebal berwana ungu yang dikeluarkan dari mulutnya. Sehingga Rafael tidak bisa mendekati asap tersebut, terdiam di depan asap tebal itu yang seketika hilang dan Mamon tersebut berhasil kabur.

"Sekarang, Aku dilanda oleh kebingungan. Dimana, besok adalah mata pelajaran Bu Hana. Apakah dia akan masuk dengan identitas yang sudah terbongkar olehku? Atau jika Aku menghabisinya, bagaimana jikalau para guru mencarinya? Padahal dia itu monster."

Di suatu tempat aneh, yang terlihat seperti tempat berkumpul, namun berada di dalam Goa yang gelap. Hanya ada sedikit cahaya yang menerangi bagian depan wajah mereka. Dalam wujud setengah kelabang, Bu Hana datang dan berlutut kepada seseorang yang duduk di atas batu besar. "Ada apa tuan? Kenapa memanggilku sebelum Aku kenyang?" ujarnya sambil menjulurkan lidah.

"Sudah! Biarkan saja. Aku punya rencana yang lebih baik untuk membuat Bocah itu dilanda kengerian, sebelum kita melahapnya."

"Kita? Apa tuan bermaksud untuk melawannya bertiga?"

"Iya. Kurang menarik jika Kau bertarung dan melahapnya sendirian." Mereka bertiga tersenyum begitu saja seakan sangat menyetujui saran dari makhluk itu.

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Writethetextcreators' thoughts