webnovel

Debar

Selamat membaca

Seperti biasa Arfan datang ke sekolah lebih cepat dari pada yang lain. Karena tidak ada hal lagi yang bisa dia lakukan di rumah, jadi dia datang lebih awal.

Menyusuri koridor-koridor yang sepi membuat langkah kakinya terdengar, padahal dia tidak punya maksud seperti itu. Menghitung anak tangga, satu persatu, menghitung pintu-pintu kelas selama sisa perjalanannya cukup membuat Arfan sedikit terhibur. Tidak ada yang tahu kesenangan kecilnya.

Tangan Arfan mendorong pintu kayu kelasnya, membuat derit suaranya terdengar nyaring. Sepi menyambut kedatangannya. Membuat Arfan menghembuskan napas lega.

Mata cokelat Arfan terhenti pada meja yang bertengger di depan meja guru. Dia mengingat sesuatu, maka dia membuka tasnya mengeluarkan sapu tangan berwarna hijau polos.

Dia mencoret sesuatu pada selembar kertas, lalu meletakan kertas itu di dalam laci dan meletakkan sapu tangan di atasnya pada meja itu.

Arfan pergi ke luar kelas, berjalan ke arah paling sudut. Dia menumpukan berat badannya di balkon, Arfan menatap langit yang masih tertutup gumpalan awan. Bertanya-tanya dalam hati kapan itu akan terbelah.

Rambutnya yang mulai sedikit memanjang, menari-nari di permainkan angin pagi. Satu persatu orang mulai datang, Arfan memperhatikan mereka dari atas yang terlihat kecil. Dia menjadi mengantuk, bukan berarti dia tidur malam terlalu larut. Hanya pukul sembilan malam dia sudah tertidur.

Suara langkah pelan memecah lamunan Arfan, dia menoleh ke arah kiri. Tepat saat itu matanya bertemu pada manik sehitam malam, menatapnya tanpa sengaja. Arfan terpaku hanya seperkian detik, lalu keduanya memalingkan wajah.

Astaghfirullah.

Wajah Arfan seperti terbakar, matanya menjelajah kemanapun untuk mengalihkan fokusnya pada murid baru tadi. Lagi, kenapa jantungnya tak mau berkompromi?

"Woy Bro!" Arfan tersentak, kepalanya langsung menoleh ke arah Abrisam yang barusan berteriak sedang berjalan ke arahnya.

"Kenapa?" katanya cepat.

"Ngetes telinga. Kamu tadi melamun, tau-tau nanti tidur sambil berdiri," jawabnya sambil tertawa.

Di sekitar Arfan mulai ramai, kedatangan orang yang masuk ke kelas. Membuat Arfan tidak nyaman. Jadi dia melangkah ke dalam kelas begitu saja mengabaikan Abrisam, yang baru hendak membuka mulut.

"Aku baru mau tanya, kenapa nggak masuk kelas aja karena sudah mulai ramai." kekeh Abrisam berjalan di samping Arfan. "Ada PR ya?

Arfan menggeleng kepalanya, sebagai jawaban. Saat dia berjalan ke kursinya, tanpa sengaja matanya melirik pada tangan murid baru itu yang menggenggam sapu tangan hijau dengan catatannya.

Seolah musim panas terjadi di sekitarnya, Arfan merasa kepanasan. Dia menggenggam tangannya kuat. Menetralkan detak jantungnya yang kembali berdebar tidak normal. Mungkin dia harus berobat secepat mungkin.

Arfan menghempaskan tubuhnya ke kursi dia menghembuskan napas kasar.

"Arfan, Kenapa?" Abrisam dengan semena-mena mengguncang tubuhnya.

"Kenapa Apa?" Arfan menatap sahabatnya heran. Dia menjadi malu karena beberapa pasang mata menatap dirinya dengan tanya.

"Bukannya kamu orang paling nggak punya beban hidup ya. Ada apa dengan dirimu?" kata Abrisam dramatis. Arfan menahan untuk tidak memutar matanya. Dia menepis tangan Abrisam, melipat tangannya di atas meja dan meletakkan kepala di atasnya.

"Serius Arfan? Tidur?"

Terima kasih telah membaca.