webnovel

GETARAN JIWA

Kejadian masa lalu membawa seorang pria yang dulunya hanyalah seorang anak kecil manja dan penakut berubah menjadi pria tangguh dan tak takut akan kematian. Pria tersebut bernama Kenzo Alastor pemilik perusahaan Ilegal dimana perusahaan tersebut incaran polisi, namun keberadaan perusahaan ini banyak ditutupi oleh sekelompok orang-orang suruhan Kenzo. Kenzo Alastor sejak dahulu sedang mencari keberadaan pembunuh keluarganya yang telah mengilang sejak terjadinya peristiwa mengerikan itu. Kenzo bersumpah akan menghabiskan seluruh keturunan pembunuh keluarganya. Setelah belasan tahun mencari, orang-orang suruhan Kenzo telah menemukan keberadaan pembunuh tersebut. Saat informasi itu dia dengar, dirinya langsung saja menyusun rencana balas dendam dan dirinya berhasil menyingkirkan keluarga pembunuh tersebut. Namun satu fakta mengejutkan membuatnya bimbang, apakah dia harus membunuh orang yang selama ini membuatnya merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Bethoven1221_ · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
7 Chs

SARAPAN BERSAMA

Aku memencet bel pintu apartemen milik Kenzo. Sesuai isi pesan tadi malam, yang mengundangku untuk sarapan bersama. Pintu terbuka, terlihatlah Kenzo menggunakan celemek masak, dan keringat di dahi nya membuatku terpesona. Kenzo mempersilahkan diriku masuk kemudian ia menghidangkan seluruh masakannya ke atas meja. Aku kagum padanya, selain memiliki wajah tampan, ternyata bisa masak makanan sebanyak ini. Aku boro-boro masak banyak, dua menu aja terkadang udah malas. Malu sendiri jadinya jika di bandingkan dengan Kenzo notabe nya seorang pria.

Dia mengatakan agar menunggu sebentar, baiklah walaupun tak sabar ingin mencicipi tapi aku masih punya malu dan sopan santun. Ku lihat dirinya membawakan dua gelas berisi minuman yang kelihatannya tampak segar.

"Baiklah nona silahkan cicipi dan katakan bagaimana rasanya."

Aku tersenyum menanggapi perkataan itu. Sebelum mencicipi makanan, aku tak lupa untuk berdoa. Setelah selesai langsung saja menyantap makanan tersebut. Mataku melebar saat makanan-makanan tersebut terasa di mulut. Sungguh ini sangat lezat. Aku menatap wajah Kenzo kemudian mencoba satu persatu makanan yang ada di meja. Bodoamat jika dikatakan rakus, daripada nyesal tak pernah makan makanan se lezat ini. Cukup beberapa menit untuk diri ini mencoba semua makanan. Terdengar tawa kecil dari sebelah, menoleh dan melihat Kenzo yang tertawa. Saat ingin marah, dirinya menyeka sisa makanan yang ada di dekat bibirku.

Aku hari ini sedang memasak banyak makanan, entahlah rasa ingin memasak di dalam tubuh ku tiba-tiba ingin di keluarkan. Pagi ini aku memasak kurang lebih delapan menu makanan, tentu ku sajikan sendiri. Melihat jam di ponsel, lima menit lagi Renata akan datang. Wanita itu membuat ku sedikit tertarik, tingkah konyol nya membuat diri ini ingin terus berada di dekatnya. Bel berbunyi, menandakan Wanita itu telah datang. Ku matikan kompor dan berjalan membuka pintu, terlihat lah Renata dengan pakaian santai dan wajah polos tak terlalu dipoles makeup. Aku mempersilahkan masuk kemudian menuyuruhnya untuk duduk. Mengambil seluruh makanan yang telah ku masak sendiri dan menghidangkan di atas meja. Bisa ku lihat tatapan kaget saat aku menghidangkan makanan-makanan ini. Apakah ada yang aneh?

Aku menyuruhnya untuk menunggu sebentar. Berlari ke dapur, membuka kulkas dan mengambil minumann yang tadi telah ku buat. Membawa nya ke Renata dan mempersilahkan untuk dimakan. Ku perhatikan dirinya tampak ragu untuk mencoba namun tetap dimakannya. Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut, wajah kaget nya sangat ketara di mataku. Memang beda dari wanita lain, lihat lah sekarang dirinya mengambil satu per satu makanan yang ada di atas meja. Aku tertawa saat melihat wajah celemotan sisa saus di makanan yang ia makan. Sepertinya dia ingin marah, namun dengan gerak cepat aku langsung membersihkan sisa makanan yang ada di sekitaran bibir nya kemudian memasukkan jari yang digunakan untuk membersihkan makanan itu ke dalam mulutku.

"Bagaimana rasanya? Kau suka?" Aku bertanya kepada dirinya dan di balas anggukan olehnya, Arghhh wanita ini mengapa sangat menggemaskan ingin rasanya aku makan, namun tak ingin membuatnya menjadi takut padaku. Dirinya tampak melihat jam di tangannya, mengatakan ingin berangkat kerja. Aku menawarkannya tumpangan untuk mengantar ke kerjaan. Dia mau dan mengatakan ingin berganti pakaian. Aku menunggunya di ruang tamu milik Wanita itu, tampak sedikit berantakan. Ku lihat dirinya keluar dari kamar, berjalan mendekati ku dan mengajak untuk segera berangkat. Aku mengangguk dan menggandeng tangannya. Membawa ke parkiran, membukakan pintu mobil dan mempersilahkan dirinya masuk. Selama di perjalanan aku dan dirinya hanya diam-diam saja, canggung dan aku tak menyukai suasana ini. Mencoba mencari topik apa yang dapat mencairkan suasana.

"Re, bolehkah aku minta nomor mu?" Aku hanya bisa mengatakan itu, sungguh aku ini bukan pria humoris yang bisa mencari topik pembicaraan. Terdengar diri nya mengatakan boleh dan meminta ponsel ku, memberikan padanya kemudian mengembalikan ponsel kepadaku. Aku tersenyum dan mengirim pesan padanya agar memberitahu untuk menyimpan nomorku. Sampailah di depan toko butik, sebelum dirinya turun aku menahan tangannya. Tampak Renata kebingungan, aku tersenyum canggung saat di tatap seperti itu.

"E-ee itu kau pulang jam berapa biar ku jemput." Bibir ini sangat susah mengatakan satu kalimat. Ku lihat dia mengatakan tak perlu repot-repot, namun aku tak mau menyerah begitu saja. Aku mengatakan harus aku yang jemput, sedikit terkesan memaksa, namun mau bagaimana lagi. Akhirnya Renata mengatakan jam pulangnya, aku mengangguk dan menatap tubuhnya semakin tak kelihatan, berjalan masuk ke dalam toko.

Aku menuju ke club, hanya ingin minum tak berniat menggila bermain bersama gadis-gadis lain. Entahlah, hari ini pikiranku hanya di bayang-bayangin oleh wajah Renata. Masuk ke dalam club dan langsung di sambut beberapa penjaga dan bertanya gadis apa yang ku mau. Apakah aku datang kesini hanya untuk menggila? Mengapa setiap aku kesini selalu saja disungguhi pertanyaan itu, sepertinya aku harus mengubah kebiasaan mereka.

"Kalian! Kalian hanya punya satu pertanyaan saja kah?" Aku bertanya dengan wajah datarku, terlihat mereka menundukkan kepalanya. Ah sudahlah mood ku lagi bagus dan tak ingin hancur hanya karena masalah sepele. Aku menyuruh mereka ambil minuman yang biasa aku pesan, kulihat mereka pergi ke stand minuman. Aku mengambil ponsel dari saku celana ku dan membuka galeri. Menatap foto Renata sedang tertawa lebar. Aku tak sadar seorang penjaga club datang membawa minuman pesananku.

Saat ini aku sedang menatap fokus layar komputerku. Melihat peraturan dan mengisi biodata kontes desainer Internasional. Ya aku tak terlalu memperhatikan hadiahnya, hanya saja aku berharap bisa menang dalam kontes ini. Aku ingin memperkenalkan karyaku ke seluruh dunia, hanya itu saja yang ku harapkan. Aku mengambil pensil dan kertas mencoba untuk menggambar beberapa desain yang ada dalam imajinasi ku. Aku dari kecil sangat suka menggambar, mulai dari menggambar desain pakaian, rumah dan banyak lagi. Perjuangan ku untuk menjadi desainer cukup dikenal banyak kalangan menurutku sangat susah. Mulai dari orang tua yang menentangku untuk mengambil jurusan ini, bahkan seluruh keluarga besar papa dan mamaku juga menentang. Diriku kuliah juga pakai uang tabungan saat SMA, tak ada komunikasi antara aku dan orang tua. Hingga aku bisa menunjukkan aku mampu menjadi yang terbaik di kampus, membuktikan pilihan ku tak salah selama ini. Kampus mewawancarai ku, bertanya tips apa yang membuat aku bisa mendapatkan nilai terbaik di kampus. Aku mengatakan bahwa tekad dan semangat lah yang membuat aku bisa sampai di titik ini. Tanpa dukungan siapapun hanya mengandalkan Tuhan saja lah. Beberapa hari setelah aku diwawancarai, orang tuaku menelpon dan meminta maaf. Agak berat rasanya, namun aku mengingat perjuangan mereka yang mendidik ku sampai sebesar ini. Pada akhirnya aku memaafkan mereka.

Ku tatap gambar yang kubuat, masih belum terlalu bagus, mencobanya kembali di kertas lain. Mencoba mencari inspirasi diartikel dan majalah-majalah. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, diriku segera bangkit dan membereskan sedikit meja yang tadi ku pakai. Berjalan keluar dan mengunci toko. Terlihat seorang pria di dalam mobil, menungguku pulang. Pria itu adalah Kenzo, hampir saja melupakan janji tadi siang. Aku mendekat kearah mobil tersebut.

"Maafkan aku. Sudah menunggu ku lama ya?" Aku tak enak hati, sepertinya dia sudah menungguku dengan lama. Aku merasa lega saat dia mengatakan baru sampai. Aku masuk ke dalam mobil, duduk di sebelahnya. Keheningan terjadi, aku mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Memainkannya agar bosan tak melanda. Hingga beberapa saat aku tersadar bahwa ini bukan jalan menuju ke apartemen, menoleh ke arahnya dan bertanya mau kemana. Dia menjawab bahwa perutnya terasa lapar dan ingin makan sebentar. ya aku mengangguk dan mengatakan tak apa-apa.

Aku melihat jam di tangan ku, ternyata masih pukul setengah delapan. Menatap kearah Renata wanita yang saat ini sedang bermain ponselnya. Sepertinya aku memiliki ide menarik, mengubah arah tujuanku membawa ke sebuah restoran. Sepertinya wanita ini baru tersadar, lihatlah dia baru bertanya pada ku ingin kemana. Tentu aku tak ingin mengatakan secara jujur bahwa mau mengajaknya makan bersama, mencari alasan dan mengatakan perutku sangatlah lapar dan ingin makan. Bisa kulihat dia mengangguk-anggukan kepalanya. Arghhhhh canggung sekali Ya Tuhan!!!

"Bagaimana hari mu Re?" Aku bertanya ini, tak ada kata-kata lain yang bisa ku ucapkan hanya ini saja menurutku sudah hebat. Aku mendengar suaranya yang mengatakan bahwa hari ini dia mendaftarkan diri di sebuah kontes desainer internasional. Tentu aku memberikan semangat padanya. Baru kali ini aku mendengarkan cerita dari mulutnya, ya lumayan Panjang. Setidaknya ini awal yang bagus agar kami berdua tak canggung lagi saat bertemu.

Sampailah mereka di restoran yang menurut Renata tampilannya klasik. Selera Kenzo cukup bagus juga menurutnya. Sepertinya dia harus membiasakan diri jika tangannya tiba-tiba di pegang Kenzo. Lihatlah sekarang tangannya di gandeng Kenzo, beberapa pasang mata menatap mereka lebih tepatnya kearah Kenzo. Ya siapa coba yang tak mau menatap pria ini, sudah tampan menawan pula. Kami duduk di bangku yang paling pojok. Seorang pelayan wanita datang ke meja kami, tatapan nya terus tertuju pada Kenzo. Entahlah aku merasakan sedikit kepanasan, apa pendingin diruangan ini mendadak mati atau pelayan ini mempunyai energi panas? Ah sudahlah.

Hari ini aku membawa Renata ke sebuah restoran favorite ku. Jarang-jarang aku makan di luar, biasanya menyuruh seseorang untuk membelikannya. Datang lah seorang pelayan ke meja kami dan bertanya menu apa yang akan kami pesan. Aku mengetahui arah tatapan pelayan ini kepadaku, namun aku hanya membiarkannya saja. Saat ingin bertanya kepada Renata tentang apa yang ingin dipesan, diriku tersenyum saat melihat wajah kesal milik Renata. Menatap bergantian antara Renata dan pelayan itu, sepertinya aku mengetahui sesuatu. Ku merengkuh pinggang Renata, bisa kurasakan tubuh perempuan ini menegang. Tersenyum miring saat melihat wajah kaget Renata dan pelayan wanita itu.

"Kau ingin pesan apa sayang? Jika cemburu katakan lah, jangan simpan perasaanmu sendiri."

Astaga Kenzo ini mengapa tiba-tiba mengatakan kata-kata itu. Aku tak cemburu tapi sudahlah pusing jika memikirkannya. Aku melihat tangan yang melingkar di perutku, astaga pipiku memanas. Tak ingin Kenzo mengetahui aku sedang salah tingkah, segera aku mengatakan untuk terserah padanya mau pesan apa saja. Ku lihat senyum menawannya dan melihat wajah kesal milik pelayan itu. Dia pergi membawa catatan pemesanan milik kami.

"Kau cemburu saat pelayan itu menatap ku?"

Aku mendengar pertanyaan milik Kenzo yang membuatku semakin grogi untuk menatapnya. Segera aku menggelengkan kepalaku menunjukkan bahwa aku tak cemburu, ya memang tak cemburu ya kan. Ku lihat dirinya yang tertawa kecil, aku mencoba melepaskan tangan Kenzo di perutku. Sepertinya dia tahu bahwa aku tak nyaman dengan posisi seperti ini. Akhirnya aku sedikit merasakan kelegaan, tak segugup tadi saat tangannya berada di perutku. Pesanan kami datang, dan menyantap bersama.