webnovel

Gentleman, tolong.

Brian, anak pertama dari 6 bersaudara merupakan tulang punggung keluarga. Suatu hari bencana menimpa keluarga mereka. Brian terbangun, kaget, akan identitasnya sebagai penerus sebuah perusahaan besar di Negeri I. Kekhawatirannya hanya satu: apa yang terjadi dengan adik-adiknya?!

Gaboet_Jiwa · Huyền huyễn
Không đủ số lượng người đọc
5 Chs

4.

Perjalanan singkat itu berakhir ketika mobil yang ditumpangi sampai di halaman sebuah penginapan.

Erika turun bersama Felix dan yang lain, sementara si bungsu Aciel..

Erika melirik Brian yang kini menggendong Aciel. Ini kali pertama Aciel bersedia di gendong orang asing. Karena Aciel cukup berat, Brian memutuskan untuk menggendongnya. Erika hendak menolak, tapi Aciel justru enggan turun dari pangkuan Brian.

Melihat gedung penginapan yang terlihat mewah di hadapannya, Erika berdoa dalam hati. Semoga ini bukan keburukan yang lain.

Baginya, terlalu banyak yang perlu dikhawatirkan. Kedatangan Brian tak ayal lagi mengejutkan, tapi lebih dari itu, rasa was-was dalam dadanya tidak pernah hilang.

Kakaknya punya kenalan orang kaya dan orang kaya itu kini bersedia membantu adik kenalannya? Bahkan mengetahui kematian kakaknya hanya sehari setelahnya. Bukankah berarti orang ini memperhatikan pergerakan kakaknya?

Kenalan?

Kalau bukan karena terpaksa dan karena pamannya, Erika ingin mengurung diri dan adik-adiknya sendiri di rumah.

"..."

'Aku tidak boleh seperti ini.'

Erika memejamkan mata sebelum mengambil langkah mengikuti Brian masuk ke penginapan.

"Whoa.."

Sebenarnya ini juga kali pertama Brian memasuki penginapan mewah ini, tapi dia menahan ketakjubannya.

Jason, pria tua tadi yang membawa segerombol pengawal, merupakan manajer salah satu cabang DFF di daerah C. Pria tua itu membawa Brian dan rombongan ke penginapan terbaik di daerah C. Brian yang hidup selama hampir 20 tahun di daerah C, tidak pernah tahu soal keberadaan kawasan elit ini.

Brian membawa Aciel dan yang lain ke gedung di sayap kanan. Melewati pavilion, mereka sampai di sebuah halaman luas dan vila bergaya klasik yang berdiri megah dengan warna putih dan abu mendominasi.

Karena letaknya di belakang penginapan, orang tidak tahu ada vila di sini.

Pintu pagar vila terbuka otomatis begitu Brian meletakkan sidik jarinya di mesin scan.

Ehem, omong-omong, penginapan dan vila ini masih berada di bawah nama DFF grup. Brian rasa dia harus segera mempelajari susunan dan tata keluarga Anderson kalau dia mau selamat.

Entah sudah berapa kali jantungnya berdebar kencang melihat semua kemegahan dan kekayaan ini.

Brian beralih ke adik-adiknya yang masih terpaku di depan vila.

"Tempat ini aman, jadi kalian bisa tenang selama disini."

Pintu vila terbuka di waktu yang tepat. Seorang wanita paruh baya dengan apron muncul dan memberi hormat.

"Tuan muda, selamat datang kembali."

"Em." Brian mengangguk, berlaga kenal tapi acuh lalu memberi perintah.

"Layani adik-adik ini dengan sebaik mungkin."

"Tuan muda jangan khawatir. Saya akan melayani dengan sepenuh hati."

Brian mengangguk dan lega. Agak canggung kalau dia berlagak akrab dan memerintah ini itu pada adiknya dengan tubuh ini.

Wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya pada Erika dan yang lain sebagai 'Bi Ela'.

Bi Ela merupakan Eksekutif Asisten Manajer penginapan ini. Karena Jason menghubungi mendadak, Ela memutuskan untuk turun tangan langsung melayani Brian dan yang lain.

Dia juga sudah mendengar soal cerita anak-anak ini. Sebagai bawahan yang kompeten, informasi harus bisa diakses secepat mungkin.

Dengan kata lain.... yang kini menjadi pelayannya adalah.. Eksekutif penginapan.. seorang elit..

Brian ingin merenungi kehidupan namun waktu tidak memberinya kesempatan.

Ela melakukan sebagaimana yang dia ucapkan. Mulai dari makan, tidur hingga menyiapkan dongeng sebelum tidur.

Erika dan yang lain, meski mereka waspada dan tinggi rasa was-wasnya mereka masih anak kecil. Hanya Gangster dan preman tukang buli, serta paman bibinya yang dikelompokkan sebagai orang jahat dalam pandangan mereka.

Melihat kehangatan dan perhatian yang Bi Ela limpahkan, anak-anak itu berhenti bersikap kaku dan memanggil "Bi Ela..!" penuh afeksi.

Erika membantu menata meja makan yang diterima dengan senang hati. Bi Ela dan Erika dalam sekejap berbincang selayaknya nenek dan cucu. Saking hangatnya, Brian bertanya-tanya mungkin dia sedang bermimpi?

Selesai makan malam, Bi Ela menuntun mereka ke kamar di lantai dua.

Laki-laki dan perempuan terpisah. Meski kamarnya bersebelahan, Erika dan yang lain merasa tak nyaman dipisahkan.

Melihat ekspresi enggan tapi malu mengungkapkan itu, Bi Ela tersenyum.

"Kamar ini terhubung dengan pintu dan bisa di buka dari sisi kamar perempuan." kata Bi Ela penuh pengertian.

Mendengar itu, anak-anak berhenti gelisah.

Sebelum masuk, Bi Ela bertepuk tangan.

Dari tangga muncul dua orang pelayan, laki-laki dan perempuan.

Yang perempuan masih terlihat seperti remaja, tapi wajahnya lembut dan penuh senyum. Sementara pelayan laki-laki itu justru kebalikan. Punggungnya sedikit bungkuk, rambutnya putih, dan wajahnya penuh keramahan kakek 'tetangga sebelah'.

Brian pikir Bi Ela muncul sendirian karena dia datang mendadak. Tapi menyaksikan semua ini, Bi Ela benar-benar mempertimbangkan emosi anak-anak dan berusaha sebisa mungkin mengurangi rasa ketidaknyamanan mereka.

"Yang ini Kakak Sefa dan ini Kakek Wana. Karena waktu sudah larut, kalian tidurlah. Kak Sefa dan Kek Wana akan berjaga di kamar lain dekat kalian. Kalau ada apa-apa, tinggal tekan tombol sisi ranjang, atau tarik tali lonceng di dalam kamar."

Setelah mengantar anak-anak, Bi Ela membawa Brian ke kamar utama.

"Terimakasih untuk hari ini." kata Brian di muka pintu kamar. Bi Ela yang hendak beranjak terlihat kaget. Tidak menyangka kalau tuan muda Brian yang hedonistik ini menaruh kepentingan pada anak-anak yang bukan siapa-siapanya.

"Tuan muda, ini sudah tugas saya." bi Ela tersenyum lembut. Kerutan yang menggaris membuat auranya terlihat semakin hangat dan lembut.

"Aku tahu. Tapi aku tetap berterima kasih." ini pertama kalinya Brian melihat adik-adiknya begitu nyaman. Seandainya dia bisa melihat pemandangan itu setiap hari..

"Anak-anak ini sudah melewati hari yang berat. Saya senang kalau yang saya lakukan bisa membuat mereka tenang."

Bi Ela kemudian pamit.

Brian menutup pintu kamar. Melihat ruangan luas yang rapi namun tampak dingin ini, Brian pikir hidup sebagai orang kaya tidak melulu baik. Tapi dia tidak bisa menafikan bahwa kekayaan inilah yang bisa membuat adik-adiknya aman.

'Aku ambil tanggung jawabmu.. sebagai gantinya, biarkan aku menggunakan milikmu.' Brian bersaksi pada dirinya sendiri, untuk 'Brian' lain yang entah kemana.

***

Belum edit yo~

Gaboet_Jiwacreators' thoughts