webnovel

Gentleman, tolong.

Brian, anak pertama dari 6 bersaudara merupakan tulang punggung keluarga. Suatu hari bencana menimpa keluarga mereka. Brian terbangun, kaget, akan identitasnya sebagai penerus sebuah perusahaan besar di Negeri I. Kekhawatirannya hanya satu: apa yang terjadi dengan adik-adiknya?!

Gaboet_Jiwa · Huyền huyễn
Không đủ số lượng người đọc
5 Chs

1

"Data yang dilihat sekarang ini menunjukkan bahwa kepuasan klien terhadap produk menurun. Yang anda lihat sekarang ini adalah persentase angka kepuasan berdasarkan jumlah barang yang diproduksi. Semakin banyak barang yang disalurkan kepada klien, semakin besar ketidak-puasannya. Dari jumlah 1000 produk, keluhan bisa sampai satu-dua kali. Ketika produk sampai pada konsumen, keluhan bertambah jadi dua kali lipat. Dengan kata lain setiap jumlah produk yang....."

Brian mendengarkan dengan serius meskipun tidak mengerti. Setidaknya itu yang dia tampilkan di luar. Presentasi kali ini merupakan laporan hasil dari divisi retail dan salah satu bahasan penting rapat kali ini.

Brian tidak heran kenapa Ketua itu sangat ingin untuknya pergi mengikuti pertemuan kali ini. Divisi retail adalah salah satu bagian yang berada di bawah pengawasannya. Atau itulah yang dia lihat di map merah dan di bahan yang kini ada didekatnya.

"Kalau hal ini terus berlanjut, permintaan yang sampai akan berkurang. Nilai pemasukan bulan ini hampir menyeimbangi nilai pengeluaran dan ini tidak masuk akal."

Sebenarnya hal itu bisa terjadi. Tapi untuk perusahaan sekaliber DFF Grup, hal ini merupakan salah satu krisis yang penting dan perlu diselidiki.

"Menunggu bulan selanjutnya, mungkin pengeluaran ini akan lebih besar angkanya dibandingkan dengan pemasukan yang diterima."

Ketua Ferdi, duduk di kursinya, mendengarkan dengan serius dan mengangguk setelah laporan selesai.

Meskipun Brian hanya menunduk dan berlagak seperti tengah membaca laporan, dia merasakan dengan jelas tatapan yang menusuk kearahnya.

"Keluhan ini tidak berhenti hanya pada konsumen yang menikmati dan memakai produk, tapi bisa menjadi rantai bersambung dan memberi kesan buruk pada produk kita." Seorang pria gemuk yang Brian tidak ketahui apa posisinya buka suara. Lalu dengan nada tajam pria itu menyerang Brian.

"Manajer Brian, penurunan ini mulai terjadi setelah Manajer Peter tidak lagi menjabat dan sudah hampir 5 bulan. Kalau terus seperti ini, kita hanya akan makan makanan bekas,"

Brian bertanya-tanya siapa Peter. Kalau Rio tidak membisikinya, dia tidak akan tahu.

Jadi Peter adalah manajer yang menjabat sebelum Brian mengambil alih. Pria gendut itu menyatakan secara tidak langsung bahwa penurunan ini terjadi setelah Brian menjabat. Kalau itu memang benar, tidak ada yang bisa dia lakukan selain segera memperbaikinya. Tapi,

"Laporan itu sedikit keliru. Hanya kalau barang itu lepas dari klien dan langsung menuju konsumen, barulah jadi berlipat ganda. Kalau kecacatan terdeteksi sebelum lepas menuju konsumen, maka angka tersebut tidaklah tepat. Lalu katakanlah mulai dari 5 bulan yang lalu barang mulai menurun. Produksi TV mentah misalnya, satu hari 8000 buah. Masuk logistik, perjalanan, hingga tiba di klien, waktu tergantung jauh-dekatnya jarak. Paling dekat dalam waktu seminggu, setelah diterima barang akan di audit dan di proses ulang hingga menjadi produk lengkap, kemudian proses yang sama selanjutnya hingga sampai pada retail. Dari situ tidak serta merta langsung sampai ke konsumen, benar? Orang tidak langsung beli begitu melihat. Ada jarak. Data yang anda tunjukkan, angka paling krisis adalah 1 bulan pertama setelah Peter berhenti menjabat. Dengan kata lain produk yang cacat di bulan tersebut terjadi di masa produksi jabatan Tuan Peter.

"Tentu saja, bukan berarti saya lepas tanggung jawab. Untuk bulan selanjutnya angka berkurang masih tidak membanggakan. Saya juga tidak akan mempertanyakan kenapa angka itu, sampai nilai meternya merah, di bulan pertama setelah dia pergi, bisa terjadi."

Ferdi berdehem mengambil perhatian.

Dalam hati Brian bernapas lega. Masalahnya, dia tidak lagi tahu apa yang harus dia ocehkan. Mungkin selanjutnya dia harus melemparkan kesalahan pada Peter?

Entah hanya perasaannya saja tapi raut wajah Ketua kini sedikit melembut. Dia yakin pria baya itu adalah ayah dari tubuh ini. Kalau tidak, bagaimana bisa pria itu nampak memiliki segunung emas begitu Brian selesai bicara? Apakah se-mengagumkan itu?

"Hal ini perlu di periksa ulang, terutama bagian quality. Setiap Leader di line perlu melakukan inspeksi ketat untuk mengurangi kejadian serupa." kata Ferdi kalem.

"Manajer Brian, saya rasa ini waktu yang tepat untuk anda melakukan pemeriksaan dan pengamatan mendalam di pabrik."

"Tentu saja." Brian menjawab dengan cekatan.

Ferdi, ayah tubuh ini sudah membantunya mencari jalan keluar, tentu saja dia harus mengiyakan.

Setelah bertukar kata lebih dalam, topik berlanjut ke hal lain. Pertemuan kali itu berakhir setelah pukul 2 siang.

Brian tidak mengerti lagi, kenapa dia yang hanya perlu hadir di sesi awal, harus duduk sampai selesai sementara semua itu tidak ada hubungannya dengan apa yang dia atasi.

Brian bertanya-tanya kapan dia harus pergi memeriksa pabrik? Melihat Rio yang mengekori di belakangnya, Brian memutuskan untuk menggunakannya sepenuh hati.

"Atur jadwal untuk kunjungan ke pabrik."

"Baik. Apa saya harus ikut serta?"

'Maksudmu, aku yang nob ini harus audit sendirian?'

"Tentu saja." kata Brian tanpa berkedip. "Apa jadwal selanjutnya?"

"Tidak ada lagi pertemuan untuk hari ini..."

dengan cepat Rio menambahkan, seperti takut Brian berpikir kalau pekerjaannya sudah selesai. "Namun banyak berkas yang perlu diperiksa dan di cek ulang. Juga rapat bersama manajer in-line mungkin di perlukan sebelum memulai pemeriksaan." gelagat sekretarisnya menunjukkan seakan ini pertama kali dia mengutarakan pendapatnya.

Karena kali ini tidak ada paksaan dari Ketua, Brian rasa dia bisa bolos sesaat. Yang dia perlukan sekarang adalah istirahat dan mencari pencerahan untuk keadaannya yang sekarang.

"Baiklah, kalau begitu kau yang ambil alih sementara aku pergi."

Brian masuk ke ruangannya, mengambil info data soal Yuna, lalu berbalik. Dia menepuk bahu Rio sebelum meninggalkan ruangan.

"Aku akan periksa hasilnya besok bersama berkas yang lain. Hari ini kepalaku sangat sakit jadi aku akan pulang."

***

Sekeluarnya Brian dari kantor, dia tidak mengambil supir, melainkan pergi untuk mencairkan uang di ATM lebih dulu karena isi dompet orang ini hanya ada kartu di dalamnya.

Dia berjalan menuju halte terdekat dan memeriksa jalur. Begitu mendapati kalau dia berada jauh di daerah T, hatinya mencelos seketika.

Rumah Brian sebelumnya terletak di daerah C, yang mana berada di luar daerah. Dengan bus, dia baru akan sampai di rumahnya dalam 8 jam.

Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepalanya, tapi tangannya tidak berhenti bergerak. Dengan cepat dia mencari tiket pesawat menuju daerah C, sebelum berangkat dengan taksi ke bandara.

Sesaat setelah turun dan memasuki bandara, Brian tidak menyadari bahwa taksi yang dia naiki diikuti oleh seseorang selama ini.

Pria di mobil hitam itu menggunakan kacamata hitam dan berjas, duduk di mobil tak jauh dari taksi yang Brian tumpangi. Setelah melihat Brian masuk, dia segera menghubungi majikannya.

"Hari ini Tuan Brian memasuki bandara menggunakan taksi.

"Taksi?" dari seberang suara segar perempuan muda terdengar kaget. "Taksi??"

Pria itu tidak tahu apa yang mengejutkan soal taksi, namun tetap beretika dan menjawab superior-nya dengan serius. "Benar, taksi."

"Cek penerbangan apa yang dia ambil."

"Saya mengerti."

***

Brian memeriksa tiketnya sekali lagi. Perjalanan menuju daerah C berubah jadi satu jam dengan pesawat. Setelah memeriksa waktu keberangkatan yang tersisa, barulah Brian bisa duduk dan mulai memeriksa ponsel yang dia pegang.

"...Uwah, lihat nomor-nomor ini? Dari riwayat panggilannya sepertinya dia rajin berinteraksi dengan perempuan-perempuan ini?"

Brian mengabaikan whatsapp dan media sosialnya, karena pesan-pesan yang masuk berasal dari orang yang tubuh ini kenal, tapi tidak dia kenal. Kelihatannya dia tidak memiliki teman/kenalan dekat. Baguslah.

Dan lagi, bukankah tubuh ini adalah tuan muda yang suka seenaknya? Justru malah akan aneh kalau dia membalas dengan atentif satu persatu pesan yang masuk.

Dia menghapus riwayat panggilan juga video mesum yang tersimpan di ponselnya. Tak lupa dia menghapus habis histori serta chache browser dan menghapus aplikasi kencan.

Serius, rasanya ponsel ini seperti pintu yang berbahaya. Tidak ada password, tidak ada pengaman. Kalau ponsel ini sampai hilang, nasib penerus DFF grup akan tamat.

Saat itu, sebuah pesan dengan nama familiar muncul di layar ponselnya.

'Yuna.'

Dalam keadaan gamang itu, tanpa sadar dia menekan tombol pesan, dan melihat hampir setiap tanggal pesan dari Yuna datang namun tidak satu pun ada yang di balas.

Brian membuka foto profilnya dan menemukan gadis cantik bersurai panjang tersenyum. Gambarnya terlalu kecil, tapi dia bisa merasakan aura seorang perempuan yang apik dan patuh dari gambar tersebut.

"Sepertinya aku harus membalasnya..." atau tidak.

Dua bulan lagi Yuna pulang, Brian rasa tidak ada salahnya mengakrabkan diri. Mungkin akan sedikit OOC, tapi dia tidak bisa mengabaikan Yuna karena dia tidak yakin apakah hal itu akan memancing kecurigaan atau tidak.

Lupakan. Dia hanya tidak mau ada masalah. Ayahnya tubuh ini dan keluarga Yuna sudah pasti tidak akan diam kalau dia seenaknya.

Katakanlah, Brian hanya membantu pemilik tubuh ini untuk menjalani hidup tanpa kebencian dan penuh rasa saling menghormati karena sudah membuatnya menghadapi semua kekacauan ini. Tidak perlu sampai cinta.

[Ya.]

Tanpa sadar tangannya berkeringat. Karena sepertinya tubuh ini tidak pernah berinteraksi dengan Yuna, Brian rasa sapaan singkat itu tidak berlebihan.

[Kau membalas.]

Ada jeda lama, namun sebelum Brian sempat mengetik, balasan selanjutnya datang:

[Aku akan pulang dua bulan lagi.]

Brian menghela napas. [Ya, aku tahu.]

Y: [Kau sedang apa?]

B: [Menunggu penerbangan.]

Y: [Oh.

Bisnis?]

B: [Semacam itu.]

Bisnis pribadi, iya.

Untuk beberapa saat balasan datang terlambat.

Y: [Baiklah kalau begitu, masih ada yang perlu kulakukan. Sampai jumpa.]

B: [Oke.

Sampai jumpa.]

Saat itu waktu penerbangan mulai dekat, pengumuman mulai terdengar. Brian memutuskan untuk mengirim pesan terakhir pada Yuna.

[Aku pergi mengunjungi seorang teman. Aku berangkat sekarang.]

Brian tidak ambil pusing apakah perempuan itu akan peduli atau tidak. Dia hanya berpikir bahwa ini perlu karena hubungan mereka sangat rentan. Mungkin berteman pun akan sulit.

Ketika Brian check-in dan duduk di kursi pesawat ekonomi, dia memeriksa kembali ponselnya namun tidak ada balasan sebelum mematikannya.

***