webnovel

Helena

"Kyaaah..."

Saya terbangun karena merasakan sesuatu yang menusuk di leher saya.

Saya melihat Helena sudah berada di sana, di sudut ruangan yang gelap, dan dengan raungannya yang seperti biasa.

"Sudah kubilang, kau tidak boleh seperti itu! Aku bisa memberikanmu darahku, tapi tidak dengan gigitanmu itu. Kau tahu, ini sakit sekali. Bahkan kau meninggalkan bekas gigitan taringmu itu di leher saya."

"Grrr..."

Terbangun di tengah malah seperti ini, itu rasanya menyebalkan. Helena selalu saja membangunkan saya karena menghisap darah saya melalui leher saya di saat saya tertidur. Saya sudah memperingatinya, tapi dia tetap melakukan itu. Ah, melelahkan, aku bisa mati karena kekurangan darah kalau seperti ini terus.

"Darah..."

Dia adalah Helena, gadis vampir yang terlihat seperti berusia 10 tahun dan yang saya pungut dan saya rawat satu bulan yang lalu. Saya sudah bersamanya dan tinggal di rumah ini, tapi saya masih belum terbiasa dengan sikap-sikapnya itu. Saya tahu bahwa saya bisa dibunuhnya kapan saja, tapi setidaknya, saya tidak ingin mati karena kekurangan darah. Itu sama sekal tidak keren.

"Kemarilah!"

Well, meski begitu, pada akhirnya, saya merasa tidak tega karena telah melarangnya. Lagi pula, sayalah yang membawanya kemari. Jadi, saya akan membiarkannya menghisap darah saya.

"Darah."

Saya membiarkannya menghisap darah saya. Itu menarik keluar dan masuk ke dalam mulut Helena. Darah saya dihisap oleh Helena dan saya mulai merasa lemas.

Ah, gawat ini. Menyebalkan. Aku harus mencari cara untuk mengatasi ini.

Ada beberapa pilihan untuk saya, termasuk mencari monster-monster yang masih segar untuk diambil darah mereka. Itu semua demi Helena, supaya dia tidak lagi menghisap darah saya. Dengan begitu, saya tidak akan kerepotan dan memikirkan darah saya telah berkurang sangat banyak hanya dalam kurun waktu 1 bulan.

"Lezat. Darahmu lezat, Pak Darren."

Dia puas dengan itu, sedangkan saya harus menderita.

"Kau ini... Kau sehari membutuhkan berapa banyak darah memangnya? Kau tidak puas dengan darah yang kuberikan pas makan malam tadi?"

Dia merepons dengan menggeleng. Setelah itu, matanya tertuju ke saya, menatap saya seakan ingin menghisap darah saya lagi.

"Hentikan!"

"Aku harus minum darah untuk mengisi tenagaku."

"Bisakah kau tidak berbohong? Aku tidak pernah mengajarimu berbohong. Sama sekali tidak."

"Aku tidak bohong."

"Kalau begitu, yang tadi siang apa? Juga, yang tadi makan malam apa? Kau sudah menghisap darah saya sebanyak 5 kali untuk hari ini. Lalu mengapa kau masih membutuhkan darah saya untuk tenagamu itu, padahal kau tidak melakukan apa pun?"

Dia membuang wajahnya, tampak seakan saya benar.

"Darah... Aku membutuhkan darah."

Setelah mengatakan itu, setelah dia menatap saya kembali, kedua taringnya menggigit leher saya.

"Kyaaahh... Hentikan!"

"Suka..."

Saya rasa saya akan mati sekarang. Tidak perlu menunggu hingga melawan monster kuat ataupun memotong sayap malaikat, saya bisa mati sekarang karena kekurangan darah.

Malam itu saya menderita, begitu pula dengan malam-malam sebelumnya. Darah saya semakin hari makin berkurang, itu dikarenakan pasokan darah tuk Helena kosumsi semakin bertambah. Meski begitu... meski begitu, saya senang karena bisa merawatnya dengan benar, baik, dan layak.

Sejujurnya, saya tidak menyangka bahwa dia akan menerima saya. Saya takut bila dia menolak saya dan membalaskan kematian keluarganya kepada saya. Saya takut bila itu terjadi. Karena itu, saya tidak pernah memberitahukan kepadanya bahwa sayalah yang membunuh kedua vampir itu, yang kemungkinan adalah ayah dan ibunya. Saya benar-benar pecundang yang tidak bisa jujur kepadanya.

Helena masih terlalu kecil meskipun dia adalah vampir. Dia masih belum mengenal hal-hal busuk tentang dunia ini. Mungkin yang hanya dia tahu adalah kesenangan dan keinginan yang harus dicapainya saja. Itu pasti adalah keinginan kanak-kanak. Dia adalah gadis yang masih polos, belum ternodai, masih banyak hal-hal yang perlu diketahui olehnya. Jadi bila saya menceritakan itu kepadanya, dan dia tahu bahwa sayalah yang membunuh ayah dan ibunya, well, mungkin dia akan membenci saya. Itu tidak saya inginkan.

Saya tidak ingin dibenci oleh gadis yang saya selamatkan dan yang telah saya rawat. Saya benci untuk dibenci. Rasa kebencian adalah hal yang paling buruk di dunia ini, dan saya mengetahui itu lebih daripada siapa pun.

Kebencian adalah perasaan di mana kau ingin membunuh, melukai, mencelakai seseorang yang kau benci. Bila kau memulai kebencian, tepat di mana orang itu memulai, kau akan terus membenci orang itu. Jadi itulah mengapa kebencian sangat mudah tuk mempengaruhi emosi seseorang.

Di mana ada kebencian, di situlah terjadi perang.

Lalu repons seperti apa yang harus dilakukan ketika memiliki kebencian? Aku tidak tahu itu. Bahkan untuk diriku yang membenci para bangsawan di negeri ini pun tidak tahu jawaban dari itu. Saya hanya hidup dengan kebencian ini saja, dan tidak melakukan apa pun selain tuk hidup dan bertahan.

Bila Helena memiliki kebencian itu terhadap saya, dia akan menjauhi ataupun meninggalkan saya begitu saja, atau mungkin dia akan membunuh saya. Itu semua karena saya telah memulai kebencian di dalam dirinya dengan membunuh kedua orang tuanya, dan itu juga karena dia masih polos.

"Ha-chim."

Wajah saya memucat. Saya mengetahui itu saat melihat pantulan dirinya saya di genang air.

"Ah, ternyata benar, saya kekurangan darah cukup banyak tadi malam. Gawat ini, saya harus mengonsumsi beberapa makanan bergizi."

Tentu, makanan itu adalah daging yang selalu saya beli di pedagang di kota.

"Grrrr..."

Helena tampak mencoba untuk keluar dari rumah, tapi dia ditahan oleh cahaya matahari pagi. Saya pun dengan cepat menarik lengannya, memaksanya tuk keluar dari sana. Itu semua demi dia berani untuk keluar di pagi hari yang cerah ini.

Dia tidak menghilang ataupun terbakar karena terkena sinar matahari. Dia adalah vampir spesial, yang bisa hidup di siang hari, di tengah panasnya matahari. Itu bagus untuknya. Meski begitu, dia tetap tidak boleh terlalu lama terkena sinar matahari. Daya tubuhnya masih belum mampu beradaptasi dengan itu, jadi dia hanya bisa bertahan sampai 10 menit di bawah sinar matahari saja.

"Grrr..."

Dia cukup tenang meskipun selalu meraung.

Taringnya tidak tampak ketika dia tenang, bahkan matanya pun berwarna kecokelatan, bukan kehitaman ataupun kemerahan. Itu terlihat seperti dia adalah gadis normal. Dia sama sekali tidak terlihat seperti dari ras Vampir. Akan tetapi, aura gelap di dalam dirinya itu, yang seperti menunjukkan bahwa dia adalah demon, masih dapat saya rasakan sampai saat ini. Meski begitu, well, itu tidak masalah untuk saya.

Karena masih memiliki waktu, saya memutuskan untuk memandikannya. Saya membanjiri badannya dengan air—tentu, itu adalah air hangat, yang sudah saya panaskan sebelumnya. Saya tidak membuat kesalahan lagi ketika merawatnya.

Dengan pakaian gaun hitam itu, yang saya buatkan untuknya, dan dengan pedang yang berkilau di tangannya itu, saya mengajarinya teknik berpedang di lingkungan luar rumah ini.

Dia setidaknya perlu belajar seni bela diri. Itu dilakukan supaya dia siap untuk berada di luar sana. Bila saya tidak ada, dia bisa menjaga dirinya sendiri di luar sana.

"Serang saya!"

Dia meluncur ke arah saya dengan pedang itu, menyerang saya beberapa kali tapi mampu saya halau.

Kemampuannya cukup luar biasa, padahal pedang itu cukup berat untuk saya. Dia tampak seperti memiliki bakat dalam berpedang di usianya yang terlihat seperti 10 tahun itu. Dia memiliki keterampilan yang unik, itu berasal dari gerakannya yang terkadang melambat dan tiba-tiba berubah sangat cepat. Keterampilannya itu terlihat seperti dia memiliki bayangan, bahkan mata saya terkadang ditipu oleh itu.

Daya serangannya cukup kuat, mungkin itu karena pengaruh dari pedang yang digunakannya. Meski begitu, meski dia tidak menggunakan pedang itu, dia masih memiliki daya serangan yang kuat. Itu terbukti ketika dia menggunakan katana saya, yang lebih ringan daripada pedang itu. Dia mampu memotong pohon besar menjadi dua bagian. Itu menjelaskan bahwa dia memiliki daya serangan yang kuat.

Kaki mungilnya itu juga mempengaruhi kecepatannya. Dia cukup lincah untuk bergerak dan menciptakan pola serangan. Pergelangan kedua kakinya itu tampak masih stabil sehingga memberikan kecepatan yang cepat.

Dia juga ahli untuk memegang sesuatu dengan tangan kanan dan kirinya. Itu menandakan bahwa dia tidak masalah untuk memegang sesuatu dengan tangan kiri ataupun kanan. Tapi dia sangat sering menaruh pedang itu di tangan kanannya.

Sepuluh menit berlalu dan dia sudah cukup kelelahan karena sinar matahari.

"Ayo kita istirahat di dalam."

Masuk ke dalam rumah, saya membersihkan wajahnya yang dibanjiri keringatnya itu. Setelah itu, dia tiba-tiba berlari setelah menyadari sesuatu di belakang saya, yang berada di atas meja kayu itu.

Dia mengambil itu, sebuah buku yang saya dapatkan dari hasil membunuh keluarganya. Itu adalah buku sihir yang diberikan Serikat Petualang sebagai hadiah dari quest itu. Dia tertarik dengan itu, jadi dia selalu membaca dan mempraktikkan apa yang berada di dalam sana.

Saya membiarkannya selagi dia menikmati waktu membacanya. Saya pergi memasak untuk sarapan. Tentu, sarapan, makan siang, ataupun makan malam adalah dengan daging.

Jujur, selama ini, makanan kami adalah daging. Saya tidak terlalu pandai memasak makanan lain selain daging. Bahkan, saya tidak tahu bagaimana mengolah makanan dengan baik kecuali dipanggang dengan api panas. Untuk itu, daging panggang adalah yang terbaik di rumah ini. Ini adalah yang bisa saya lakukan untuk diri saya maupun untuk dirinya.

"Makanlah ini!"

Saya melempar itu ke meja, dan dia hanya melirik itu dan kembali membaca buku itu.

"Makanlah! Aku sudah membuatkan itu dengan susah payah. Kau tahu, aku ini-"

"Aku bosan dengan daging."

"I-Ih..."

Itu adalah kata-kata yang seharusnya tidak pernah saya dengar. Kata-kata bosan dengan daging adalah lumrah bagi saya. Saya cukup terkejut ketika dia mengatakan itu dengan jujur di depan saya.

"Daging itu sangat bergizi, kau tahu. Kau akan tumbuh dengan cepat bila kau memakan daging."

"Aku memang tubuhmu cepat meskipun tanpa memakan daging. Yang terpenting adalah darah."

"Ih, kau ini... Makanlah!"

Saya memaksa dalam hal ini. Saya tidak ingin kali ini makanan yang telah saya buat malah berakhir mubazir.

"Baiklah."

Dia akhirnya menuruti itu setelah saya memaksanya. Tapi, entah bagaimana, dia makan dengan membaca buku itu. Itu tidak sopan.

"Fokuslah ke makananmu terlebih dahulu!"

Saya mengambil buku itu darinya.

Ini sangat penting untuknya. Ini sama seperti kau melakukan sesuatu yang harus kau tuju. Kau tidak boleh melakukan hal ini selain tujuanmu itu. Bila kau melakukan yang lain, tujuanmu tidak akan pernah tercapai. Itulah mengapa kau harus fokus ke si satu terlebih dahulu sebelum memulai ke si dua.

Dia menikmati daging itu, dan saya hanya bisa tersenyum melihatnya. Saya cukup senang karena dia telah mengalah karena keegoisan saya ini yang baik untuknya.

"Terima kasih."

Setidaknya saya harus berterima kasih kepadanya karena telah menuruti saya.