webnovel

Jangan Memasak Kacang

Dịch giả: Wave Literature Biên tập viên: Wave Literature

Gerakan segel Qiao Jin tadi memang dibuatnya untuk mengambil kemampuan spiritual dari pria perampok itu. Hal ini dilakukannya bukan karena kejahatan yang dilakukan oleh pria itu, melainkan karena perampok itu akan segera mati.

Hal ini bisa dirasakan oleh Qiao Jin karena dirinya dapat melihat roh kematian yang sedang menyelubungi tubuh perampok ini. Dengan merasakan hal tersebut, Qiao Jin dapat menebak bahwa pria ini akan mati dalam kondisi ditangkap oleh pihak berwenang atau mati dimakan oleh monster yang bersemayam dalam dirinya.

Orang yang memanfaatkan aura monster atau iblis umumnya tidak berakhir dengan baik. Benih roh iblis adalah bukti bahwa dirinya telah membuat kesepakatan dengan salah satu monster dari Dunia Raksha. Benih seperti ini pada akhirnya akan diambil kembali oleh Dunia Raksha.

Walau terdengar sangat berbahaya, namun benih ini berguna bagi Qiao Jin untuk mengumpulkan beberapa benih roh iblis. Benih ini juga sangat berguna untuk membuat segel serangan balik yang melindungi dirinya sendiri.

Tentu saja, tidak setiap benih roh iblis dapat dimanfaatkan oleh Qiao Jin. Qiao Jin hanya akan mengambil benih seperti ini dari orang-orang yang akan sekarat. Alasannya jelas, saat seseorang mendekati kematiannya, warna pada benih iblis ini akan semakin hitam dan terasa kuat.

Setelah menyerap benih iblis tadi, Qiao Jin meninggalkan tempat itu dengan santai. Saat kembali berpapasan dengan bibi yang tadi, Qiao Jin ditatapnya kembali dengan penuh tanya. Namun, bibi tersebut juga tidak berkata apa-apa.

Setelah Qiao Jin pergi, seorang pria berkaos hitam dengan cepat mengejar ke tempat perampok itu.

Pria berkaos hitam itu pun memperhatikan sekelilingnya dan menyadari jejak perampok tersebut yang sempat hilang dari pandangannya. Kebetulan sekali, ia pun melihat bibi yang sedang mencuci baju tadi. 

Tanpa menunggu lama, pria berkaos hitam itu dengan segera bertanya dengan cemas, "Bibi, apakah kamu melihat pria yang memakai jas hitam dan pakaiannya terlihat agak kusam…."

Bibi tersebut tidak menunggunya berkata sampai selesai. Ia dengan tanpa keberatan langsung menunjukkan arah dari pria yang memiliki ciri-ciri seperti yang ditanyakan pria berkaos hitam ini.

Pria berkaos hitam pun dengan segera menunjukkan rasa terima kasih, "Terima kasih, Bi."

Setelah pria itu pergi mengejar perampok yang dicarinya, tidak lama kemudian anak bibi yang ditanyai tadi baru saja pulang dari sekolahnya. Dari penampilannya, anak ini masih sekolah di tingkat sekolah dasar.

Sepertinya, bibi itu memang cukup tua saat baru mendapatkan seorang anak. Oleh karena itu, ia menganggap anaknya bagai harta karun.

******

Saat ini hari sudah siang.

"Ibu, apa yang akan kita makan siang ini?" Tanya si anak sekolah tadi kepada bibi yang merupakan ibunya.

"Aku sudah menggorengkan kacang untukmu." Jawab si bibi kepada anaknya.

Bibi sudah membeli kacang yang akan digoreng siang ini. Ia sama sekali tidak menganggap ucapan Qiao Jin dengan serius.

Setelah menggoreng kacang, bibi juga selesai membuat nasi dan menyuruh anaknya untuk makan setelah pulang dari sekolah.

Tidak disangka, si anak malah makan dengan terburu-buru dan tiba-tiba wajahnya menunjukkan rasa sakit. Benar saja, ada sebutir kacang yang tersangkut di tenggorokannya. Kacang itu tidak bisa ditelan atau pun dikeluarkan. Hal ini menyebabkan anak itu kesulitan bernapas.

Bibi itu tentu berteriak ketakutan melihat anaknya merasa tersiksa seperti itu. Tangan dan kakinya tidak bisa tenang, namun ia juga tidak tahu cara menyelamatkan anaknya.

Semakin lama, wajah anaknya dengan cepat berubah menjadi biru keunguan.

Tepat pada saat itu, seorang pria yang barusan menggunakan kaos hitam mendobrak pintu.

Melihat situasi di dalam ruangan, sekilas ia tahu hal yang sedang terjadi. Dengan telapak tangannya, ia memberikan sedikit pukulan pada dada anak itu dan Suara "Phui" terdengar. Ya, sebutir kacang pun keluar dari mulutnya.

"Huff….!!!"

Dengan segera anak itu menghirup udara segar dan akhirnya bisa terselamatkan.

Air mata dan ingus bibi itu keluar dengan rasa terharu. Ia pun melihat anaknya yang sudah tampak baik-baik saja, dan dengan segera kepanikkannya pun berubah menjadi perasaan lega. Ia pun berterima kasih kepada pria berkaos hitam tersebut.

"Terima kasih... Terima kasih, Tuan. Aku benar-benar berterima kasih kepada Anda."

Cao Yikai, nama pria berkaos hitam itu pun berdiri, "Tidak perlu berterima kasih, Bibi harus bersyukur karena secara kebetulan bertemu denganku lagi di sini. Jika tidak, mungkin anak Bibi sudah tiada."

Tersedak kacang seperti ini kadang bisa dikatakan masalah kecil, namun tetap tidak bisa diremehkan. Bibi pasti tidak tahu cara yang tepat untuk memberikan pertolongan di situasi seperti ini. 

Sesak napas tentu dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat. Jika terlambat sedikit saja, anak ini mungkin saja sudah tiada.

Anak itu masih tidak berhenti terbatuk-batuk. Walau demikian, ia setidaknya sudah melewati masa-masa kritisnya. Bibi itu tiba-tiba teringat sesuatu dan perasaan jadi agak kesal.

"Semua ini gara-gara keteledoranku. Tadi sempat ada seorang gadis yang menyuruhku agar tidak menggoreng kacang siang ini untuk anakku dan aku mengabaikannya. Namun tidak disangka bahwa anakku hampir saja celaka karena hal ini!"

Cao Yikai terkejut, "Bibi, apa yang Anda maksud barusan?"

Bibi itu terus menangis, "Seorang gadis kecil menyuruhku untuk tidak menggoreng kacang untuk anakku…"

Cao Yikai terkejut, "Mengenai gadis itu, bagaimana bisa dia tahu bahwa Bibi seharusnya tidak boleh menggoreng kacang untuk anak Bibi?"

Bibi itu menjawab dengan semangat, "Iya, aku tidak mengenali gadis kecil itu. Selain itu, aku juga menaruh kacangnya di dalam rumah. Akan tetapi, bagaimana dia bisa tahu aku sudah membeli sekantong kacang?"

Akan tetapi, bibi itu tidak memikirkannya lagi. Ia pun pada akhirnya merasa bahwa gadis tadi bisa saja hanya asal bicara kepadanya.

Namun, asal-muasal gadis yang dimaksud bibi tadi bukanlah informasi inti yang membuat Cao Yikai penasaran. Dengan intuisi tajam miliknya, ia menyadari bahwa ada yang salah dengan masalah ini, "Apakah dia kebetulan lewat sini?"