Keesokan harinya, langit mendung sejak pagi. Hujan deras turun disertai suara petir yang menyambar-nyambar. Namun, cuaca buruk tidak menghentikan Mika, Rani, dan Liora untuk berbuat sesuatu yang selalu menjadi kebiasaan mereka: main hujan-hujanan.
"Mika, ini ide siapa lagi? Kita bisa sakit, tahu!" seru Rani sambil tertawa kecil ketika Mika memercikkan genangan air ke arahnya.
"Rani, hidup itu perlu tantangan! Nggak seru kalau cuma di rumah!" jawab Mika penuh semangat, wajahnya sudah basah kuyup.
Liora berdiri di tengah hujan, tertawa sambil mendongak menatap langit. "Tapi ini asik juga, kok! Udah lama aku nggak main hujan kayak gini."
Mika melompat ke genangan air dengan gaya superhero, membuat cipratan besar yang mengenai mereka berdua.
"WOY, MIKA!" teriak Rani kesal sambil memukul lengan Mika pelan. "Aku basah total gara-gara kamu!"
"Tenang aja, Rani. Itu berarti kamu sudah resmi jadi tim hujan!" jawab Mika dengan bangga, seolah-olah itu gelar kehormatan.
Setelah puas bermain hujan, ketiganya menggigil kedinginan.
"Udah ah, kita pulang! Nanti Mama ngomel-ngomel," kata Rani sambil menggigil.
Namun, Mika punya ide lain. "Pulang? Nggak usah! Kita ke rumah aku aja. Ada stok baju ganti, dan... PS2!"
Mata Liora menyipit curiga. "Kamu ngajak main PS2 biar bisa menang lagi, ya?"
"Enggak, kok. Aku cuma mau kasih kalian pengalaman bermain Ultraman Nexus yang sesungguhnya," jawab Mika sok bijak, tapi malah terdengar mencurigakan.
---
Begitu sampai di rumah Mika, mereka langsung berganti pakaian. Mika meminjamkan baju-baju "kebesarannya" yang, tentu saja, ukurannya terlalu besar untuk Liora dan Rani.
"Rani, kamu keliatan kayak pake baju gorden," celetuk Mika sambil menahan tawa.
Rani mendengus sambil melipat lengan bajunya yang menjuntai panjang. "Mik, kamu tuh nggak pernah bisa serius, ya?"
"Kalau serius, nanti aku nggak lucu," jawab Mika sambil mengedipkan mata penuh gaya.
Setelah semua berganti baju, Mika langsung berlari ke ruang tengah, menyalakan console PS2 kesayangannya dengan penuh kebanggaan.
"Selamat datang di markas besar PS2 Mika!" serunya dramatis.
---
Mika duduk di depan TV, stik PS2 di tangan, siap untuk bertarung.
Liora dan Rani duduk di sebelahnya dengan membawa cemilan yang sudah disediakan ibu Mika.
"Kali ini aku nggak mau kalah," ujar Liora sambil mengambil stik kedua.
"Silakan pilih karaktermu, Liora! Tapi ingat, hari ini Ultraman Noa akan jadi legenda!" kata Mika sambil memilih karakter favoritnya dengan penuh percaya diri.
Liora memutar bola matanya sebelum akhirnya memilih Dark Zagi, salah satu musuh terkuat dalam game Ultraman Nexus.
"Ini bakalan jadi pertempuran epik!" ujar Mika.
Pertarungan dimulai. Suasana ruang tengah berubah jadi penuh ketegangan. Mika berteriak-teriak setiap kali berhasil menyerang Liora.
"AMBIL INI! SERANGAN NOA LIGHTNING!" teriak Mika sambil menekan tombol dengan semangat berlebihan.
Liora tetap fokus, jari-jarinya bergerak cepat di atas stik. "Santai aja, Mik. Teriak nggak bikin karakter kamu tambah kuat."
Namun, Mika terus melancarkan serangan-serangan mematikan. Sementara itu, Rani di tengah-tengah mereka malah sibuk memakan keripik sambil menonton seperti komentator.
"Mik, jurusnya itu-itu mulu. Kreatif dikit kek!" seru Rani sambil menertawakan gaya bermain Mika yang sedikit asal-asalan tapi efektif.
Liora nyaris menang ketika darah karakter Noa Mika tersisa sedikit. Namun, di detik-detik terakhir, Mika melakukan serangan kombinasi yang sukses menjatuhkan Dark Zagi milik Liora.
"KO ! WINNER: ULTRAMAN NOA!" tampil di layar TV.
Mika langsung berdiri dan melakukan tarian kemenangan yang aneh.
"YES! AKU JUARA ! LIAT, RANI! AKU NOA YANG SEJATI!"
Liora meletakkan stiknya sambil tertawa kecil. "Aduh, Mik. Itu cuma game. Nggak usah selebrasi kayak mau dapat piala dunia."
Rani menambahkan sambil menepuk pundak Mika. "Kamu menang karena hoki aja, tahu!"
"Hoki itu nama tengahku!" jawab Mika sambil tetap menari-nari di ruang tengah.
---
Saat permainan selesai, ibu Mika datang membawa sepiring pisang goreng hangat dan teh manis.
"Anak-anak, istirahat dulu. Main game mulu nanti matanya lelah," katanya lembut.
"Wah, pisang goreng! Makasih, Tante!" seru Rani sambil mengambil satu potong.
Mika langsung mengambil dua potong sekaligus. "Ini nih, kemenangan harus dirayakan!"
Liora menatap Mika sambil tersenyum kecil. "Kemenangan apa? Kamu cuma menang satu ronde."
Mika pura-pura cemberut. "Terserah. Yang penting aku menang!"
Ibu Mika hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. "Kalian ini ramai banget, ya. Rumah jadi kayak stadion bola."
---
Setelah selesai makan, mereka bertiga duduk lesehan di karpet, berbicara sambil sesekali tertawa. Mika, seperti biasa, mulai menceritakan rencana anehnya untuk minggu depan.
"Gimana kalau minggu depan kita bikin turnamen PS2 ? Aku jamin bakal seru!" katanya penuh semangat.
Rani tertawa sambil menepuk bahu Liora. "Siap-siap kalah lagi, ya, Mik?"
Liora tersenyum. "Aku bakal latihan. Minggu depan Ultraman Dark Zagi pasti menang!"
Mika menjawab dengan senyum lebar. "Kita lihat aja nanti. Tapi yang penting, kita seru-seruan bareng ! "
Keesokan harinya, Rani datang ke rumah Liora dengan wajah penuh semangat sambil membawa sesuatu yang terlihat seperti buku besar. Mika yang kebetulan sudah datang lebih dulu langsung mengernyit.
"Rani, itu buku resep masakan, ya?" tanya Mika sambil memandang curiga.
"Bukan! Ini buku bela diri dari perpustakaan sekolah!" jawab Rani sambil meletakkan buku itu di meja dengan suara "BUK!" yang keras.
Liora, yang sedang minum teh, nyaris tersedak. "Hah? Bela diri? Buat apa, Ran?"
Rani mengangkat dagunya dengan bangga. "Supaya kita bisa jadi kuat! Bayangkan aja, kalau ada orang jahil kayak Fikri datang, kita bisa ngeluarin jurus bela diri sambil bilang, 'Hiyaa!'."
Mika langsung memasang pose lucu ala pendekar kungfu. "Kalau gitu, aku mau jurus tendangan naga api! Tapi... buku ini ngajarin kita bela diri pake tongkat nggak?"
"Ini buku teori dasar, Mik. Bukan jadi superhero," jawab Rani sambil membolak-balik halaman.
---
Mereka bertiga akhirnya memutuskan mencoba beberapa gerakan dasar dari buku tersebut di halaman belakang rumah Liora.
Rani bertindak sebagai "pelatih" sambil membaca instruksi keras-keras. "Langkah pertama, kuda-kuda dasar. Berdiri tegap, kaki selebar bahu, lalu turunkan lutut sedikit!"
Liora mengikuti instruksi dengan hati-hati, tapi Mika malah berdiri seperti patung dengan pose aneh.
"Mik, itu kuda-kuda atau lagi nyiapin pose foto?" ledek Rani.
"Ini namanya kuda-kuda kreatif!" jawab Mika sambil memutar-mutar tangannya seperti seniman tari.
Ketika mereka mencoba "gerakan pukulan cepat," Mika malah berlebihan dengan menirukan suara efek film kungfu.
"HIYAA! DOR! WUSHH!" teriak Mika sambil berputar-putar dan akhirnya menabrak pohon kecil di halaman. "BRUKK!"
Liora dan Rani langsung tertawa terbahak-bahak.
"Makanya serius, Mik! Itu jurus apaan? Kungfu mabok?" ujar Rani sambil memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa.
Mika bangkit dengan wajah datar sambil menepuk celananya. "Itu bagian dari latihan jatuh, biar lebih realistik."
Liora menyeka air matanya sambil berusaha tenang. "Mik, mungkin bela diri bukan bakat kamu. Kamu lebih cocok jadi komedian."
---
Setelah sesi "latihan" yang penuh kekacauan, Rani punya ide lain untuk menutup hari senin yang penuh kebahagiaan.
"Kita belajar bela diri udah cukup. Sekarang waktunya main PS4 di rumahku! Aku punya banyak game keren!" kata Rani dengan semangat.
Mika langsung melompat kegirangan. "PS4? Gak bilang dari tadi, Ran! Udah, yuk, cepetan!"
---
Di rumah Rani, suasana berubah menjadi keseruan tak terhingga.
Rani menyalakan PS4 dan memilih game pertama: GOD OF WAR RAGNAROK.
"Siapa yang mau main dulu?" tanya Rani.
Mika langsung merampas stik. "Aku dulu! Kratos adalah versi dewasa dari aku."
Liora memutar bola matanya. "Mik, kamu itu versi anak-anak Kratos. Sama-sama berisik, tapi gak punya otot."
Mika mulai bermain sambil berakting seolah-olah dia adalah Kratos. "BOY! AYO LAWAN MONSTER ITU!" teriaknya menirukan suara Kratos, membuat Rani dan Liora tertawa sampai jatuh dari sofa.
Namun, kepercayaan diri Mika mulai goyah ketika ia berhadapan dengan boss besar. Kratos di layar mati berkali-kali.
"Mik, nyerah aja, deh," saran Rani sambil menyuap keripik.
"TIDAK! Kratos tidak akan kalah!" seru Mika sambil menekan tombol seperti orang kesurupan. Tapi akhirnya... GAME OVER lagi.
Liora tertawa sambil mengambil stik. "Kasih aku coba. Aku nggak akan kalah kayak kamu."
Liora memainkan game dengan penuh ketenangan, berhasil mengalahkan boss dalam waktu singkat. Mika terdiam sambil mengerutkan dahi.
"Kamu ini Kratos dalam bentuk kecil, Li," gumam Mika dengan nada iri.
---
Setelah God of War, mereka beralih ke TEKKEN 8.
Mika dan Liora kembali berhadapan dalam pertarungan sengit.
Rani berperan sebagai komentator dadakan. "Saudara-saudara, pertandingan hari ini mempertemukan Mika Si Tukang Kalah melawan Liora Sang Pendiam Mematikan!"
Mika memilih karakter Jin Kazama, sementara Liora memilih Asuka Kazama. Pertarungan dimulai dengan Mika yang berteriak-teriak seperti biasa.
"RASAKAN JURUSKU! TENDANGAN ANGIN SAKTI !" teriak Mika sambil menekan tombol asal-asalan.
Namun, Liora dengan tenang melakukan kombo mematikan. Mika hanya bisa pasrah saat karakter Jin miliknya terlempar ke luar arena.
"KO! WINNER: ASUKA!" muncul di layar.
"NOOO! KENAPA AKU SELALU KALAH?!" teriak Mika sambil melempar bantal ke sofa.
Rani tertawa sampai terbatuk-batuk.
"Mik, kamu nggak kalah. Kamu cuma... kurang latihan."
---
Sebagai penutup, mereka memutuskan untuk memainkan Red Dead Redemption 1 & 2. Kali ini, mereka bermain secara bergiliran. Mika menjadi pemain pertama dan segera memulai petualangan sebagai Arthur Morgan.
"Ran, ini seru banget! Aku bisa jadi koboi jagoan!" kata Mika sambil menunggang kuda di dalam game.
Namun, masalah muncul ketika Mika mencoba menyelesaikan misi. Alih-alih mematuhi instruksi, ia malah sibuk "menembak ayam dan kejar-kejaran dengan sapi."
"Mik, itu bukan misi! Kamu malah bikin kekacauan!" ujar Liora sambil tertawa.
"Aku ini koboi kreatif," jawab Mika santai.
Ketika gilirannya tiba, Liora bermain jauh lebih serius dan berhasil menyelesaikan banyak misi dengan cepat. Rani mengacungkan dua jempol.
"Ini baru Arthur Morgan yang sebenarnya! Bukan yang sibuk main sama ayam."
Mika pura-pura ngambek sambil menjatuhkan diri di karpet. "Aku ini jago di game lain. Ini cuma... pemanasan."
---
Hari itu berakhir dengan tawa yang tak ada habisnya. Mereka menghabiskan sore bersama di ruang tamu Rani, ditemani hujan yang masih turun di luar.
"Mik, kenapa ya, di setiap game kamu selalu kalah ?" tanya Rani sambil memakan keripik terakhir.
Mika menjawab dramatis. "Karena aku ini bemain dengan hati. Bukan cuma sekadar menang!"
Liora tertawa kecil. "Hati-hati kebanyakan kalah, nanti hati kamu patah."
Hari itu, suasana sekolah terasa lebih menegangkan dari biasanya. Ruang kelas dipenuhi gumaman dan wajah-wajah khawatir. Hari ini adalah pengambilan rapor.
Liora, Mika, dan Rani duduk di bangku belakang dengan ekspresi yang sama—takut, cemas, dan gemetar. Mika memeluk tasnya sambil meratap pelan.
"Aku udah siap pindah ke Planet Mars kalau raporku jelek," kata Mika dengan wajah dramatis.
Rani menghela napas sambil memeriksa buku catatannya. "Aku sih lebih siap diceramahi sama Mama sampai tengah malam. Kalau jelek, bisa-bisa HP-ku disita!"
Liora hanya bisa menggigit kuku jari pelan. "Aku takut juga… gimana kalau nilaiku turun? Mama sama Papa pasti kecewa."
Mika langsung menepuk pundak Liora dengan semangat. "Tenang, Liora! Kalau kita sama-sama jelek, kita bikin grup remedial aja. Nama grupnya 'Tim Satu Bangku'!"
Rani mendengus sambil tertawa kecil. "Kamu itu nggak ada serius-seriusnya, Mik."
---
Ketika tiba giliran mereka untuk mengambil rapor, ketiganya berbaris di depan meja Bu Sinta. Mika adalah yang pertama dipanggil.
"Nilai kamu lumayan, Mika. Tapi coba lebih fokus belajar, ya. Jangan kebanyakan main!" ujar Bu Sinta sambil menyerahkan rapor.
Mika menatap angka-angka di rapornya dan langsung menarik napas lega. "YES! Aku masih selamat!" ujarnya sambil menari kecil di depan meja.
Rani mendapat giliran berikutnya. Setelah melihat rapornya, ia tersenyum tipis. "Oke, ini bisa dibilang aman."
Terakhir, giliran Liora. Ia menerima rapor dengan tangan gemetar. Namun, saat membuka halaman pertama, ia kaget—nilai-nilainya ternyata cukup bagus.
"Nggak jelek kok, Li," ujar Bu Sinta dengan senyum lembut. "Terus semangat, ya!"
Mika mendekat dan melongok ke rapor Liora. "Wah, kamu ini pintar, Liora! Nilai kita kalah jauh!"
Liora tersenyum lega. "Syukurlah. Aku takut banget tadi."
---
Setelah pengambilan rapor, suasana sekolah berubah ketika Bu Sinta memperkenalkan murid baru di kelas. Seorang anak perempuan masuk ke ruangan dengan langkah percaya diri dan senyum lebar.
"Anak-anak, ini teman baru kalian. Namanya Anya. Dia pindahan dari sekolah lain. Tolong ajak Anya berkenalan dan berteman, ya," kata Bu Sinta.
Anya berdiri di depan kelas dengan tangan di pinggang, menatap semua orang dengan tatapan tajam. "Hai, semua! Nama aku Anya. Aku suka tantangan, dan aku nggak suka yang lemah!"
Mika, yang duduk di belakang, berbisik pada Rani dan Liora. "Wah, anak ini kayak karakter antagonis di film, ya?"
Rani menahan tawa. "Mik, kamu bisa aja. Tapi… keliatannya dia emang sedikit… serem."
Anya langsung memilih duduk di bangku kosong dekat Liora. Awalnya Liora tak merasa apa-apa, tapi Anya mulai menunjukkan sifatnya yang usil.
---
Hari demi hari, Anya mulai sering mengganggu Liora. Namun, caranya sangat halus dan sulit ditebak. Kadang, ia menarik tali sepatu Liora ketika tidak ada yang melihat. Lain kali, ia sengaja menyembunyikan penghapus Liora dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
"Loh.. , penghapus aku hilang lagi," ujar Liora pelan pada Mika dan Rani suatu hari.
Mika langsung curiga. "Kayaknya itu kerjaan si Anya, deh. Aku lihat dia ketawa-tawa di belakang tadi!"
Rani mendesah sambil memelototi meja Anya. "Dia sengaja banget. Tapi gimana ya, susah buktiin kalau itu perbuatan dia."
Klimaksnya terjadi ketika Anya menyenggol botol minum Liora hingga jatuh dan tumpah ke bukunya.
"Eh, maaf ya, Liora. Tadi aku nggak sengaja," kata Anya dengan senyum liciknya.
Liora hanya bisa terdiam sambil membersihkan bukunya yang basah. Namun Mika langsung berdiri dan mendekati Anya.
"Anya, kalau nggak sengaja, jangan senyum kayak gitu. Itu namanya sengaja!" kata Mika tegas.
Anya menatap Mika sinis. "Kamu kenapa, sih? Bela-belain Liora terus. Emangnya kamu pahlawan?"
Mika mendengus sambil berkacak pinggang. "Kalau ada yang ganggu Liora, aku emang pahlawan! Ada masalah?"
Suasana kelas mendadak hening. Anya mendengus dan akhirnya kembali ke bangkunya.
Rani menepuk bahu Mika sambil berbisik, "Kamu keren, Mik. Kayak Ultraman bela manusia kecil."
"Ultraman? Nggak! Aku ini Mika-Man," jawab Mika sambil menyengir.
Liora menatap Mika dengan senyum kecil. "Makasih, Mik. Kamu selalu ada buat aku."
---
Sore harinya, setelah pulang sekolah, Mika dan Rani mengajak Liora duduk di taman dekat sekolah untuk bicara.
"Li, kenapa sih kamu diam aja kalau diganggu Anya?" tanya Rani lembut.
Liora menunduk. "Aku nggak tahu… aku takut kalau ngelawan, semuanya bakal jadi lebih parah."
Mika langsung duduk di sebelahnya sambil tersenyum. "Liora, kamu nggak sendiri. Ada aku, ada Rani. Kalau Anya berani usil lagi, kita bisa bantu!"
"Tapi kalau aku melapor ke guru, nanti aku dikira pengadu," ujar Liora cemas.
Rani memegang tangan Liora. "Ngelapor bukan berarti ngadu. Kalau ada yang salah, kita harus kasih tahu biar berhenti, kan?"
Mika mengangguk antusias. "Benar! Kita bikin misi khusus: Operasi Anti-Usil. Kalau Anya nyoba lagi, kita tangkap basah!"
Liora akhirnya tertawa kecil mendengar ide konyol Mika. "Operasi Anti-Usil? Kayak nama film detektif aja, Mik."
"Detektif itu jago ngungkap kebenaran. Kita juga harus begitu," kata Mika sambil berpose ala Sherlock Holmes, lengkap dengan tangan di dagu dan tatapan serius ke langit.
Rani tertawa kecil. "Kamu ini ada-ada aja. Tapi bener, Liora. Kamu nggak sendirian."
Mendengar dukungan dari sahabat-sahabatnya, Liora merasa sedikit lebih kuat. Walaupun Anya masih menjadi masalah, setidaknya ia tahu ada Mika dan Rani yang selalu berada di sisinya.
---
Keesokan harinya, ketika Anya mulai mencoba usil lagi dengan menjatuhkan buku Liora, Mika langsung mendekat dan berkata dengan lantang, "Anya, aku udah lihat apa yang kamu lakuin. Kalau terus-terusan, aku bakal kasih tahu Bu Sinta."
Anya yang kaget karena Mika berbicara tegas di depan kelas, langsung mundur perlahan dan kembali ke bangkunya.
Liora menatap Mika dengan mata berkaca-kaca. "Kamu bikin dia berhenti, Mik. Terima kasih."
Mika mengacungkan jempolnya sambil menyeringai. "Tim Satu Bangku nggak pernah kalah, Li. Ingat itu!"
Rani menambahkan sambil tersenyum. "Kita bakal selalu ada buat kamu, kok."
Keesokan harinya, suasana kelas terasa sedikit berbeda. Anya—yang biasanya sibuk mencari cara untuk mengusili Liora—kali ini menemukan "target baru": Fikri.
Pagi itu, Fikri datang ke kelas dengan wajah sok serius seperti biasa. Namun, Anya langsung bergerak cepat.
"Eh, Fikri, tali sepatu kamu kebuka tuh!" seru Anya dengan senyum licik.
Fikri, yang tidak curiga, langsung menunduk untuk mengecek. Tapi begitu ia melihat, ternyata tali sepatunya baik-baik saja. Ketika ia mendongak, Anya sudah kabur sambil tertawa keras.
"YA AMPUN, FIKRI! Itu jebakan!" seru Mika dari belakang sambil tertawa terbahak-bahak.
Fikri menggerutu sambil menatap Anya tajam. "Kamu nih ngapain, sih?! Kayak nggak ada kerjaan aja!"
Namun, Anya malah menjawab santai. "Usil itu hiburan, Fik. Kamu harusnya bersyukur jadi sumber kebahagiaan aku!"
Seluruh kelas tertawa, bahkan Dina dan Eni ikut menimpali. Liora dan Rani hanya menonton dari bangku belakang sambil berbisik.
"Kasian juga, ya, Fikri," ujar Rani.
"Untung dia yang jadi target sekarang, bukan aku," jawab Liora dengan sedikit lega.
Namun, Liora terlalu cepat merasa lega. Karena ternyata, badai belum benar-benar berlalu.
---
Beberapa hari kemudian, Liora mulai merasakan ada sesuatu yang aneh. Kali ini bukan Anya, tetapi dua teman sekelasnya: Eni dan Dina.
Awalnya, perilaku mereka terlihat biasa saja—seperti teman yang hanya suka bercanda. Tapi perlahan, candaan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih mengganggu.
"Pagi, Liora!" sapa Dina dengan senyum lebar sambil menarik kursi Liora sedikit ke belakang tepat sebelum Liora hendak duduk.
"BRUK!" Liora nyaris jatuh, tapi untungnya ia berhasil menahan tubuhnya di meja. Dina tertawa kecil sambil menutup mulutnya.
"Eh, maaf, maaf! Aku cuma bercanda, kok," ujarnya dengan nada yang dibuat-buat.
Sementara Eni ikut menambahkan, "Iya, Liora. Jangan baper dong. Itu kan seru-seruan."
Liora hanya diam sambil merapikan kursinya. Hatinya terasa tidak nyaman, tapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
---
Saat jam istirahat, kejadian lain terjadi. Ketika Liora meninggalkan mejanya untuk ke kantin bersama Rani, ia kembali menemukan sesuatu yang aneh.
"Loh, buku catatan aku mana?" gumam Liora sambil memeriksa laci mejanya yang kosong.
Rani ikut membantu mencari. "Kamu yakin tadi ditaruh di sini, kan?"
Dari jauh, Dina dan Eni terlihat cekikikan sambil menutupi mulut mereka. Mika, yang kebetulan datang dari kantin sambil membawa roti, langsung menyadari ada yang tidak beres.
"Mereka pasti yang sembunyiin buku kamu, Li," ujar Mika sambil melirik ke arah Eni dan Dina.
Liora mendesah. "Tapi gimana buktinya, Mik? Aku nggak bisa nuduh sembarangan."
Mika mendekati Dina dan Eni sambil pura-pura tersenyum manis. "Hai, kalian lihat buku Liora nggak? Kalian kan sahabat sekelas yang baik hati!"
Dina memutar bola matanya. "Ngapain tanya ke kita? Bukan urusan kita."
Mika langsung menjawab santai. "Oh ya? Kalau gitu nggak apa-apa, sih. Tapi hati-hati aja, karma suka dateng lebih cepat dari yang kalian kira."
Dina dan Eni saling berpandangan. Meski wajah mereka tetap tenang, terlihat jelas ada sedikit rasa tidak nyaman. Mika kemudian kembali ke Liora dan Rani sambil tersenyum lebar.
"Tenang aja, Li. Buku kamu pasti bakal 'muncul' lagi besok," ujar Mika yakin.
"Darimana kamu tahu, Mik?" tanya Rani heran.
"Percaya aja sama keahlian Mika-Detektif," jawab Mika sambil menggigit rotinya penuh percaya diri.
---
Keesokan harinya, benar saja—buku catatan Liora tiba-tiba muncul kembali di mejanya. Namun, di beberapa halaman terdapat coretan-coretan kecil yang tidak jelas.
Liora menatap buku itu sambil mendesah. "Aku capek, Mik. Kenapa sih mereka nggak bisa berhenti?"
Mika berpikir sejenak, lalu berkata, "Kalau kita nggak bisa balas dengan cara mereka, kita kasih mereka pelajaran dengan cara kreatif."
Rani tertarik. "Maksudnya gimana?"
"Begini…," bisik Mika sambil menjelaskan rencananya dengan wajah penuh semangat.
---
Di akhir pelajaran, Mika sengaja meminta izin kepada Bu Sinta untuk membuat "pengumuman penting" di kelas. Semua anak, termasuk Eni dan Dina, menatap Mika penasaran.
"Teman-teman, aku punya kejutan spesial untuk kalian!" kata Mika sambil berdeham dramatis. "Mulai besok, aku dan Liora mau jadi panitia Projek Kebersihan Meja. Jadi semua meja harus bersih dari coretan, barang aneh, atau… hantu iseng yang sembunyi di laci!"
Kelas langsung ribut, sebagian tertawa, tapi sebagian lagi bingung. Dina dan Eni saling berpandangan, wajah mereka terlihat sedikit pucat.
Rani berbisik ke Liora sambil menahan tawa. "Mik ini bikin pengumuman kocak, tapi berhasil bikin mereka ketar-ketir."
"Ya, begitulah Mika," jawab Liora dengan senyum kecil.
---
Setelah "Operasi Mika" itu, Dina dan Eni mulai mengurangi aksi usil mereka terhadap Liora. Meskipun tidak langsung berhenti, mereka terlihat lebih berhati-hati.
Suatu sore, Mika, Rani, dan Liora duduk di taman sekolah sambil menikmati es krim.
"Rencana kamu tadi berhasil, Mik. Mereka jadi takut sendiri," kata Rani sambil tertawa.
"Ya, mereka pikir aku bakal bongkar semua rahasia mereka," jawab Mika sambil mengacungkan stik es krim seperti tongkat sihir.
Liora tersenyum sambil menatap dua sahabatnya. "Makasih, ya, Mik, Ran. Kalau nggak ada kalian, mungkin aku udah nyerah."
Mika menjawab sambil mengedipkan mata. "Tim Satu Bangku nggak pernah nyerah, Liora! Kalau ada masalah, kita hadapi bareng-bareng!"
Kalender Dunia Menunjukkan
Hari = Senin
Tanggal = 01
Bulan = January
Tahun = 2019
Dua tahun berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, Liora, Mika, Rani, dan teman-teman lainnya sudah mencapai momen penting: perpisahan sekolah dasar. Hari itu, tepat di bulan Januari 2019, suasana sekolah dipenuhi dekorasi meriah. Balon warna-warni, spanduk besar bertuliskan "Selamat Lulus, Angkatan 2019!", serta panggung kecil di halaman sekolah membuat suasana penuh semangat.
Liora berdiri di samping Rani sambil memandangi keramaian. "Aku nggak percaya kita lulus secepat ini. Rasanya baru kemarin kita masuk kelas 1."
Rani mengangguk sambil tersenyum. "Iya, ya? Waktu cepat banget berlalu. Aku bahkan masih ingat Mika nyangkut di pohon waktu karya wisata dulu."
Mereka berdua tertawa, tetapi tawa mereka langsung terhenti ketika Mika datang sambil berlari ke arah mereka, membawa dua buah topi kelulusan yang sudah ia "modifikasi" dengan penuh kreativitas.
"Hei, kalian! Lihat topi kelulusan spesial dari aku!" seru Mika sambil menunjukkan topi hitam itu, yang sekarang penuh tempelan kertas warna-warni dan gambar-gambar kecil buatan tangannya.
Rani mengerutkan dahi sambil menahan tawa. "Mik, kenapa topi aku jadi kayak pohon Natal begini?"
Mika cengengesan. "Biar kalian jadi yang paling berkilau di hari perpisahan ini!"
Liora memegang topi kelulusannya sambil tertawa kecil. "Kamu ada-ada aja, Mik. Tapi makasih, ya. Ini… lucu juga."
---
Acara perpisahan dimulai dengan pidato dari kepala sekolah dan penampilan dari beberapa siswa. Semua anak mengenakan seragam rapi dengan topi kelulusan di kepala. Namun, Liora merasa ada sesuatu yang aneh.
Mika tiba-tiba menghilang dari pandangan. Rani berbisik pelan, "Kayaknya dia lagi bikin ulah lagi deh, Li."
Dan benar saja. Setelah sesi foto bersama guru dan murid selesai, Mika tiba-tiba muncul di atas panggung dengan mikrofon di tangan.
"Teman-teman, perhatiannya sebentar! Aku—Mika si anak paling keren di angkatan ini—punya sesuatu buat kita semua. Tapi khususnya buat Liora!" serunya dengan suara lantang.
Liora langsung menutup wajahnya malu. "Aduh, Mika mau apaan lagi, sih…"
Di belakang Mika, layar kecil muncul menampilkan slideshow foto-foto kebersamaan mereka selama dua tahun terakhir. Ada foto mereka bertiga saat bermain hujan-hujanan, momen ketika Mika kalah main PS2, foto waktu karya wisata di taman kota, serta gambar mereka saat belajar "bela diri" dengan hasil yang kacau.
"Ini adalah kenangan kita, teman-teman!" lanjut Mika. "Supaya kita nggak lupa betapa serunya kita selama SD. Dan ini… khusus buat kamu, Liora. Terima kasih udah jadi temen yang kuat, keren, dan bisa nerima kita apa adanya!"
Semua siswa bertepuk tangan riuh. Rani menyikut Liora sambil tersenyum. "Kamu harus bangga punya sahabat kayak Mika. Walaupun kadang aneh, dia baik hati."
Liora menatap Mika di panggung dengan senyum kecil. "Makasih, Mik…" gumamnya pelan.
---
Setelah acara panggung selesai, semua siswa bergerak ke lapangan untuk sesi foto-foto. Mika, Rani, dan Liora sibuk bergaya di setiap sudut yang bisa dijadikan latar.
Namun, di sela-sela sesi foto itu, beberapa teman Liora datang dengan membawa sesuatu.
1. Surat Cinta
Seorang anak laki-laki dari kelas sebelah datang dengan wajah merah padam sambil menyodorkan sepucuk surat ke Liora. "Ini… ini buat kamu, Liora. Dari aku."
Liora mengambil surat itu dengan kikuk sambil tersenyum. "Makasih, ya. Tapi…"
Mika langsung menyela dengan suara sok serius. "Tenang, Bro. Liora itu fokus sama masa depannya. Kamu simpan aja perasaan itu buat 10 tahun lagi!"
Anak itu hanya bisa tersenyum malu dan berlari pergi. Liora menatap Mika sambil tertawa kecil. "Kamu ngapain ngomong kayak gitu, Mik?"
"Menjaga kamu dari serangan 'surat cinta' yang nggak perlu," jawab Mika sambil mengedipkan mata.
2. Puisi dan Pantun
Tidak lama setelah itu, Dina dan Eni datang membawa selembar kertas berisi tulisan tangan mereka. "Liora, ini hadiah perpisahan dari kami. Maaf kalau dulu kami suka usil, ya."
Liora mengambil kertas itu dengan bingung. Dina membaca puisinya dengan suara lantang.
"Liora yang manis dan baik hati,
Maaf kami pernah jadi usil sekali,
Sekarang kita lulus, jadi teman sejati,
Semoga sukses sampai nanti!"
Sementara Eni menambahkan pantun:
"Jalan-jalan ke taman kota,
Pulang-pulang beli roti,
Selamat lulus, Liora tercinta,
Jangan lupa sama kami di sini!"
Mika langsung bertepuk tangan. "Bagus! Bagus! Puisi kalian level tinggi!"
Liora tersenyum tulus. "Makasih, Dina, Eni. Aku nggak akan lupa kalian kok."
Saat matahari mulai turun, semua murid berkumpul untuk foto terakhir bersama. Mika, Rani, dan Liora duduk di tengah sambil tersenyum lebar.
"Rani, Liora, inget ya! Kita harus tetap main bareng meskipun udah beda sekolah nanti," kata Mika dengan nada serius.
"Iya, kita harus bikin banyak kenangan lagi!" sahut Rani sambil melingkarkan tangannya di bahu Liora.
Liora menatap mereka berdua dengan penuh rasa haru. "Aku seneng banget punya kalian. Kita nggak akan pernah lupa momen-momen ini."
Mika menunjuk kamera sambil berteriak. "Ayo senyum lebar! Ini foto spesial Tim Satu Bangku!"
Dengan tawa dan senyum yang tulus, mereka berfoto bersama untuk terakhir kalinya di sekolah dasar.
Kini, Liora sudah berusia 14 tahun, memasuki masa remaja dengan lebih percaya diri.
tahun ini adalah hari ulang tahunnya Liora.
Liora terasa sangat spesial, bukan hanya karena usianya bertambah, tetapi juga karena sebuah perayaan mewah yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Semua murid dari sekolah dasarnya diundang ke acara ini.
Orang tua Liora ingin memberikan hadiah spesial bagi anak perempuan mereka yang telah melalui banyak tantangan dengan berani dan kuat.
Tentu saja, di balik semua itu, Mika dan Rani ikut membantu merancang kejutan untuk Liora.
---
Pesta ulang tahun diadakan di sebuah hotel megah bintang lima yang terkenal di pusat kota. Ruang ballroom hotel itu dihias dengan elegan.
—
lampu gantung kristal yang berkilauan, meja-meja bundar dengan taplak mewah, serta dekorasi bertema warna emas dan putih.
Liora, mengenakan gaun berwarna pastel yang sederhana namun anggun, berdiri di depan cermin sambil menarik napas panjang. "Apa nggak terlalu berlebihan, ya ma ?" tanyanya pada ibunya, Nadira, yang tersenyum lembut.
"Kamu pantas mendapatkan ini, sayang. Ini hari spesialmu," jawab Nadira sambil membenarkan rambut Liora.
Sementara itu, di luar hotel, pemandangan luar biasa terjadi: deretan mobil termahal di dunia yang digunakan oleh teman-teman SD Liora untuk datang ke acara tersebut. Ada Rolls-Royce, Lamborghini, Ferrari, hingga Bugatti, semuanya berkilau seperti baru keluar dari pameran mobil.
Mika, yang tiba dengan gaya seperti bintang film, turun dari sebuah Bugatti Chiron berwarna hitam. Ia memakai jas kecil yang sedikit kebesaran namun tetap berpose keren.
"WOAH! Ini hotel atau istana, sih?" seru Mika sambil memandang ke arah bangunan megah itu.
Rani, yang tiba tak lama setelahnya dengan Bentley mewah, turun sambil tertawa kecil. "Mik, kamu itu norak banget. Padahal bajumu aja masih kayak mau jadi tukang sulap."
"Ini gaya eksklusif! Liora pasti terkejut lihat aku nanti," jawab Mika sambil menyisir rambutnya dengan tangan.
---
Begitu semua tamu masuk ke dalam ballroom, suasana menjadi meriah.
Anak-anak saling berteriak kagum melihat dekorasi hotel yang indah.
Meja prasmanan dipenuhi berbagai makanan lezat dari hidangan lokal hingga internasional.
Ada panggung kecil dengan band musik akustik dari artist fopuveria yang memainkan lagu berjudul "Keajaiban" lalu di iringi instrumental santai dari alat musik seperti gitar - piano dan biola.
lagu-lagu ini menciptakan suasana elegan namun tetap ramah bagi semua tamu.
Ketika Liora memasuki ruangan, semua mata tertuju padanya.
Teman-temannya bertepuk tangan riuh, dan Mika langsung bersiul keras sambil melambai-lambai dari tengah ruangan.
"Liora, kamu cantik banget hari ini!" teriak Mika tanpa malu-malu, membuat Liora tersipu malu.
Rani, yang berdiri di samping Mika, menyikutnya pelan. "Mik, jangan bikin dia malu, dong."
"Tapi itu fakta! Kalau nggak percaya, tanya aja ke semua orang di sini," jawab Mika santai.
Liora tertawa kecil sambil berjalan menuju panggung di mana kue ulang tahunnya sudah siap. Kue itu bertingkat tiga dengan hiasan bunga-bunga kecil dan lilin berbentuk angka "14" di atas.
---
Ketika semua tamu sudah berkumpul, MC acara meminta semua orang untuk diam sejenak. Musik berhenti, lampu sedikit diredupkan, dan semua perhatian tertuju pada Liora.
"Selamat ulang tahun, Liora!" teriak semua orang bersamaan.
Liora tersenyum bahagia, menatap lilin angka "14" di hadapannya. Sebelum meniup lilin, Mika berteriak dari belakang, "Liora, jangan lupa doanya! Semoga kita tetap jadi sahabat selamanya!"
Semua anak tertawa mendengar suara Mika yang selalu nyaring di mana pun. Rani menepuk jidatnya sambil terkikik. "Mik, doanya kan harus personal."
Liora tertawa kecil, menutup mata, dan berdoa dalam hati sebelum meniup lilin. Begitu lilin padam, semua orang bertepuk tangan dan musik kembali diputar dengan lebih meriah.
"Selamat ulang tahun, Liora!" kata Rani sambil memeluknya.
"Selamat ulang tahun, si anak cantik dan kuat!" ujar Mika sambil menyerahkan kotak kecil berwarna biru.
"Apa ini, Mik?" tanya Liora penasaran.
"Bukalah nanti di rumah. Itu hadiah spesial dari aku, nggak ada di toko mana pun!" jawab Mika sambil menyeringai penuh misteri.
---
Setelah makan malam dimulai, beberapa teman SD Liora maju ke panggung untuk memberikan kejutan spesial berupa puisi dan pantun.
Dina, yang dulu pernah usil, kini berdiri dengan malu-malu sambil membaca puisinya.
"Liora, teman yang selalu kuat,
Jalannya lembut, hatinya hangat,
Terima kasih pernah mau berteman,
Kamu sahabat yang tak tergantikan."
Sementara Eni menambahkan pantun:
"Pergi ke taman naik sepeda,
Melihat bunga di pagi ceria,
Selamat ulang tahun, Liora tercinta,
Semoga bahagia sepanjang usia!"
Liora merasa haru mendengar semua itu. Dulu, Dina dan Eni adalah anak-anak yang sering membuatnya tidak nyaman, tetapi sekarang mereka datang dengan senyum tulus.
---
Setelah semua acara selesai, sesi foto-foto dimulai. Mika, Rani, dan Liora berpose bersama di depan kue ulang tahun, bergaya konyol seperti biasa. Mika mengambil topi kelulusan lama mereka dan memakainya lagi.
"Topi ini legendaris, Kita nggak boleh lupa sejarah Tim Satu Bangku," kata Mika sambil memamerkan pose ala superhero.
Rani tertawa. "Mik, gaya kamu nggak ada lawan !"
Liora memandang kedua sahabatnya dengan penuh rasa syukur.
"Aku nggak tahu apa jadinya hidupku kalau nggak ada kalian berdua. Makasih, ya, udah selalu ada."
Mika menjawab sambil tersenyum lebar. "Kita ini kan satu paket, Li. Dimana ada kamu, pasti ada aku dan Rani!"
Rani menambahkan, "Iya, persahabatan kita ini nggak ada yang bisa gantiin."
Di tengah malam yang meriah, Liora merasa hari ulang tahunnya sempurna.
Dikelilingi oleh teman-teman lama, sahabat sejati seperti Mika dan Rani, serta keluarga yang mencintainya.
Sebelum pulang, Mika berbisik, "Liora, inget ya. Nanti pas kamu ulang tahun ke-15, aku bakal bikin kejutan yang lebih heboh !"
Liora tertawa kecil. "Kamu itu nggak ada capeknya bikin rencana aneh, Mik."
"Ya iyalah! Biar kamu nggak lupa sama aku," jawab Mika sambil menyeringai.
Malam itu, semua kenangan terekam sempurna dalam hati Liora—sebuah perayaan ulang tahun yang tak terlupakan, penuh tawa, haru, dan kebahagiaan.
Liburan panjang satu bulan telah berlalu. Hari itu, pagi yang cerah menyelimuti rumah Liora. Namun, suasana hatinya justru terasa sebaliknya. Liora duduk di pinggir tempat tidurnya sambil memandangi album foto kecil yang berisi kenangan-kenangan masa SD bersama Mika, Rani, dan teman-temannya.
Setiap foto bagaikan lembaran cerita yang hidup. Ada foto saat mereka bermain hujan-hujanan, gambar karya wisata yang penuh tawa, foto Mika dengan ekspresi lucunya saat kalah main PS2, dan foto perpisahan sekolah dengan senyum mereka yang lebar.
Tanpa disadari, air mata menetes di pipinya. "Kenapa waktu berjalan cepat banget, ya…" gumam Liora pelan. Ia merasa rindu dengan hari-hari penuh kebersamaan itu.
Liora menangis pelan selama beberapa menit, tenggelam dalam kenangan. Namun suara ibunya, Nadira, memecah keheningan.
"Liora, ayo siap-siap! Ini hari pertama kamu di SMP. Jangan sampai telat, Sayang!" panggil Nadira dari luar kamar.
Liora cepat-cepat menyeka air matanya dan menarik napas panjang. "Iya, Ma. Aku siap."
---
Hari ini adalah hari pertama Liora masuk ke sekolah barunya, MTS Roudlotul Qur'An—sebuah sekolah yang menggabungkan pendidikan umum dan agama. Bangunan sekolah itu sederhana namun bersih, dengan halaman luas dan pohon-pohon rindang di sekelilingnya.
Liora berjalan pelan menuju gerbang sekolah dengan perasaan campur aduk: gugup, cemas, tapi juga penasaran. Ini adalah awal yang baru, lingkungan baru, dan ia tidak tahu apakah akan mudah mendapatkan teman seperti Mika dan Rani di sekolah ini.
"Semangat, Liora! Kamu pasti bisa," gumamnya pada diri sendiri.
Begitu masuk ke dalam, ia diarahkan oleh guru piket ke kelas barunya. "Kamu di kelas 7A, ya. Itu ada di lantai dua," kata guru itu ramah.
Liora mengangguk dan melangkah menuju kelasnya. Setiap langkah terasa berat.
---
Ketika sampai di depan pintu kelas 7A, Liora menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu. Ruangan itu sudah ramai oleh murid-murid baru yang sibuk mencari tempat duduk, berkenalan, atau sekadar ngobrol.
Liora melangkah masuk dengan hati-hati dan mulai mencari kursi kosong. Namun, saat ia menoleh ke salah satu sudut kelas, ia tertegun.
Duduk di barisan tengah, dua sosok yang sangat familiar sedang tertawa dan bercanda. Liora mengucek matanya, memastikan ia tidak salah lihat.
Itu Mika dan Rani!
Mika, dengan wajah ceria seperti biasa, sedang berceloteh sambil membuat Rani tertawa. Liora hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Mika? Rani?" gumam Liora tanpa sadar.
Mika yang sedang bercerita tiba-tiba menoleh ke arah suara itu. Begitu melihat Liora berdiri di pintu, mata Mika melebar.
"LIORA?!" seru Mika sambil berdiri dengan dramatis, membuat seluruh kelas menoleh ke arah mereka.
Rani menoleh juga, dan ekspresinya langsung berubah menjadi senyum lebar. "Liora! Ini beneran kamu?"
Liora mengangguk kikuk sambil menahan tawa kecil melihat reaksi Mika. Tanpa basa-basi, Mika langsung berlari ke arahnya.
"Ya ampun! Aku kira kita bakal pisah selamanya! Ini keajaiban abad ini!" ujar Mika sambil menggenggam bahu Liora seperti dalam adegan film.
"Mik, kamu nggak perlu heboh gitu, deh. Semua orang liatin kita," bisik Liora, wajahnya merah karena malu.
Rani mendekat dengan senyum hangat. "Aku juga nggak nyangka kita bakal ketemu di sini. Kamu mau duduk sama kita nggak?"
Liora mengangguk cepat, Rasanya seperti mendapatkan kembali potongan puzzle yang hilang.
---
Mika segera menarik kursi kosong di sebelahnya dan mempersilakan Liora duduk. "Selamat datang di Tim Tiga Serangkai Reuni!" serunya sambil memukul dada penuh gaya.
Rani tertawa kecil sambil memandang mereka berdua. "Dari dulu sampai sekarang, kamu nggak berubah, Mik."
"Kalo aku berubah, dunia bakal kehilangan kebahagiaannya," jawab Mika santai.
Liora tersenyum. "Aku seneng banget bisa ketemu kalian lagi. Aku pikir kita bakal beneran berpisah."
"Nggak mungkin dong! Kalo ada drama kayak gitu, ceritanya malah sedih. Aku kan spesialis bikin cerita seru," jawab Mika dengan bangga.
Sambil berbicara, mereka bertiga mulai berbagi cerita tentang liburan mereka selama satu bulan. Mika, tentu saja, dengan cerita absurdnya tentang mencoba belajar memancing tapi malah tercebur ke sungai.
"Terus, kamu tahu apa yang terjadi?" kata Mika dengan penuh drama. "Aku berhasil dapet ikan… pake tangan kosong!"
Rani memutar matanya sambil tertawa. "Mik, itu cuma ikan kecil. Paling gede juga segede sendok!"
Liora tertawa terbahak-bahak, merasa nyaman berada di tengah dua sahabat lamanya.
---
Setelah bel masuk berbunyi, semua murid mulai duduk tenang. Bu Farida, wali kelas mereka, masuk ke dalam ruangan dan memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi, anak-anak. Selamat datang di kelas 7A. Saya senang bisa menjadi wali kelas kalian di tahun ajaran ini. Mari kita belajar dan bermain bersama dengan penuh semangat."
Liora memandang ke sekeliling kelas, merasa lega dan bahagia. Ia tidak lagi merasa canggung atau sendirian. Dengan Mika dan Rani di sisinya, ia yakin bahwa masa SMP ini akan penuh petualangan dan tawa seperti dulu.
Mika menoleh ke Liora dan berbisik pelan, "Li, kita harus bikin sejarah baru di SMP ini. Siap, kan?"
Liora tersenyum kecil dan mengangguk. "Siap, Mik. Bersama kalian, aku pasti bisa."
Mereka bertiga tersenyum lebar, duduk bersama di bangku yang sama seperti dulu.
Setelah pertemuan tak terduga dengan Mika dan Rani di kelas 7A, hari-hari Liora di sekolah barunya, MTS Roudlothul Qur'an, resmi dimulai. Sekolah ini memiliki suasana yang berbeda dibandingkan sekolah dasarnya dulu—lebih disiplin, lebih terstruktur, dan tentu saja memiliki sistem pembelajaran yang berfokus pada pendidikan agama dan akademik secara seimbang.
---
Di MTS Roudlothul Qur'An, kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai setiap hari pukul 07.00 pagi dengan agenda muroja'ah (mengulang hafalan Al-Qur'an) dan doa bersama. Semua siswa, termasuk Liora, Mika, dan Rani, berkumpul di kelas masing-masing.
"Anak-anak, sebelum kita mulai belajar hari ini, mari kita muroja'ah surat yang sudah kita hafalkan minggu lalu," kata Bu Farida, wali kelas mereka, dengan suara lembut namun tegas.
Semua siswa membuka Al-Qur'an kecil mereka. Suara hafalan bergema di seluruh ruangan dengan lantunan merdu dari setiap siswa. Liora, yang sudah terbiasa dengan hafalan dasar, merasa nyaman mengikuti ritme ini, meskipun terkadang Mika terlihat ketinggalan satu-dua ayat dan malah menoleh ke arah Rani.
"Mik, fokus!" bisik Rani sambil menyenggol lengan Mika.
"Ini fokus, kok. Tapi otakku kayaknya masih ngantuk," jawab Mika setengah berbisik, membuat Rani memutar bola matanya.
Setelah muroja'ah selesai, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan doa pagi dan sedikit tausiyah dari Bu Farida tentang pentingnya menjaga kejujuran dan kedisiplinan.
---
Kegiatan belajar dimulai pukul 08.00 pagi. Di sekolah ini, setiap mata pelajaran dibagi menjadi dua kategori besar: mata pelajaran umum seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS, serta mata pelajaran agama seperti Fiqih, Akidah Akhlak, Al-Qur'an Hadis, dan Bahasa Arab.
1. Mata Pelajaran Agama
Di jam pertama, Ustaz Ali, guru mata pelajaran Al-Qur'an Hadis, masuk ke kelas. Beliau mengenakan baju koko putih, kopiah hitam, dan membawa sebuah kitab besar serta buku tulis.
"Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang keutamaan membaca Al-Qur'an. Silakan buka buku catatan kalian dan tuliskan materi ini," kata Ustaz Ali sambil menuliskan judul pelajaran di papan tulis dengan spidol hitam.
Semua murid dengan sigap membuka buku catatan mereka. Liora mencatat setiap poin yang ditulis di papan:
Keutamaan membaca Al-Qur'an:
1. Mendapatkan pahala berlipat ganda.
2. Memberikan syafaat di hari kiamat.
3. Menenangkan hati dan jiwa.
"Sekarang, kita akan membaca hadis tentang keutamaan membaca Al-Qur'an. Perhatikan, ya!" ujar Ustaz Ali sambil membuka kitabnya dan membacakan hadis dengan nada tenang.
Liora mencatat hadis tersebut dengan teliti di buku catatannya. Di sebelahnya, Mika berusaha menulis cepat, tapi tulisan tangannya jadi mirip "cakar ayam".
"Mik, itu tulisan apa? Nanti kamu sendiri nggak bisa baca," bisik Rani sambil terkikik.
"Aku ini seniman, Ran. Seni tulisanku abstrak!" jawab Mika dengan bangga, membuat Rani dan Liora menahan tawa.
Setelah membaca hadis, Ustaz Ali memberi tugas hafalan singkat yang harus disetorkan pada akhir pekan.
---
Di jam berikutnya, giliran Bu Sri, guru Matematika, yang masuk kelas. Dengan mengenakan jilbab coklat rapi, beliau membawa spidol warna-warni dan buku tebal berisi soal-soal latihan.
"Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang bilangan bulat," kata Bu Sri sambil menulis contoh soal di papan tulis.
Contoh soal:
(-5) + (+3) = ?
(+7) - (-4) = ?
Liora langsung membuka buku tulis matematikanya dan mulai mencatat rumus dan contoh soal yang diberikan. Di sebelahnya, Mika terlihat kebingungan.
"Mik, itu cuma tambah sama kurang biasa," bisik Liora pelan.
"Aku ngerti, kok. Tapi kenapa minus ketemu minus malah jadi plus? Itu kan bikin otak jungkir balik," keluh Mika sambil menggaruk kepalanya.
Bu Sri, yang mendengar Mika bersuara, mendekat sambil tersenyum. "Mika, jangan bingung. Bayangkan saja kalau kamu punya utang dua kali tapi nggak jadi ditagih. Nah, kamu untung, kan?"
Semua siswa tertawa mendengar penjelasan sederhana itu, sementara Mika bertepuk tangan kecil. "Oh, jadi matematika bisa untung rugi juga, ya?"
Rani menahan tawa. "Aduh, Mik, nggak ada habisnya tingkah kamu."
---
Jam istirahat tiba, dan seperti biasa, Mika, Liora, dan Rani langsung bergerak ke kantin. Kantin di MTS Roudlothul Qur'an memiliki suasana sederhana dengan menu khas seperti nasi goreng, bakso, dan aneka jajanan tradisional.
"Mik, kali ini gantian kamu yang traktir," kata Rani sambil memilih jajanan.
Mika pura-pura berpikir sambil membuka dompetnya yang kosong melompong. "Ehm, dompetku lagi mogok hari ini. Tapi… jangan khawatir, aku punya utang kebaikan di masa lalu!"
Liora tertawa sambil membayar tiga porsi bakso. "Ya udah, anggap aja ini bonus ulang tahun dari aku."
"Tuh kan, sahabat sejati!" jawab Mika dengan senyum lebar.
---
Di hari pertama itu, Liora merasa bahwa sistem KBM di MTS Roudlothul Qur'an memang berbeda—lebih teratur, disiplin, namun tetap ramah. Perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum membuatnya merasa mendapatkan pengalaman baru yang berarti.
Saat bel pulang berbunyi, Mika melompat dari kursinya sambil mengangkat tasnya tinggi-tinggi. "YES! Hari pertama lulus dengan selamat!"
Rani menepuk punggungnya. "Baru juga hari pertama, Mik. Masih ada ratusan hari ke depan."
Liora tertawa kecil, berjalan di antara kedua sahabatnya sambil berkata, "Aku seneng kita bisa bareng lagi. Sekolah ini bakal jadi seru, aku yakin."
Dengan langkah ringan, mereka bertiga berjalan keluar gerbang sekolah sambil bercanda.
Hari baru, teman lama, dan cerita baru—
ini semua membuat Liora merasa bahwa perjalanan di sekolah ini akan penuh dengan kenangan indah dan pembelajaran berharga.
Dan di dalam hatinya, ia bersyukur karena persahabatan mereka tetap utuh.