webnovel

Tidak Seharusnya Ada

Plak ...

Rani menepis tangan Olive dari wanita yang sangat di benci oleh Rani sejak beberapa tahun yang lalu.

Alis Rani bahkan sudah mencuram dalam saat menatap kehadiran wanita tersebut.

"Lepaskan tanganmu, dia bukan istri Tama. Dia mantannya! Yang istrinya itu, yang ada di sana! Di belakang Tama– eh???!"

Melihat raut wajah Rani yang tegang Tama langsung menolehkan kepalanya ke belakang.

Glek ...

Tama menelan ludahnya sudah saat melihat wajah cantik Mina yang tengah tersenyum horor dengan tatapan kaku.

"Tunggu–"

"Diam. Tidak ada yang perlu di jelaskan. Aku tidak peduli!" bentak Mina, menambah ketegangan pada ketiga orang tersebut.

Sementara seorang wanita yang di sangka adalah mantan Tama malah mengulas senyuman culas saat melihat amarah Mina yang membeludak.

Namun beberapa saat Mina terkekeh geli dan menatap wajah Tama dengan senyuman miring.

"Ah, apa ingin aku bereaksi seperti itu? Aku kan sudah bukan anak kecil. Kenapa pula harus seperti itu? Lalu, kamu," -Mina menatap Tama dengan tatapan damai- "jika memang kamu mengundang mantan kamu, berarti ia sudah menjadi teman kamu? Benar begitu? Setidaknya menurutmu ia hanya seorang teman dan itu sudah cukup untuk menjelaskan hubungan kalian!"

Tama, Rani dan Olive hanya bisa terdiam saat mendengarkan penjelasan Mina yang bahkan belum tentu bisa keluar dari mulut Rani yang sudah menjadi wanita dewasa sesungguhnya.

"Kamu tidak marah?" Tama berjalan mendekat dan menatap wajah Mina yang terlihat sedikit letih.

Mina mendekatkan wajahnya ke telinga Tama dan berbisik, "Untuk apa aku marah? Kita kan tidak saling menyukai."

Tama membulatkan matanya dan menatap wajah Mina dengan tatapan terkejut sementara Mina mengulas senyum manis.

Tama hanya bisa diam sambil menatap Mina yang mulai mendekati wanita yang berstatus 'mantan' itu.

"Nama saya Mina. Saya dengar Nona besar YX Entertainment memang seperti dewi. Ternyata jika di lihat secara langsung, Anda benar-benar lebih cantik dari dewi," ucap Mina, mengulurkan tangannya ke arah Sharla.

Sharla menatap tangan Mina dengan tatapan fokus beberapa saat sebelum akhirnya menjabat tangannya.

"Saya tidak pernah berpikir akan bersalaman dengan mempelai wanita dari mantan saya saat berniat datang kemari tanpa undangan. Namun siapa sangka jika saya malah mendapatkan sambutan hangat seperti ini?!" ucap Sharla, tersenyum manis.

Tapi di sisi lain, Sharla meremas tangan Mina dengan begitu kuat. Bahkan sampai ujung kukunya menancap dalam permukaan kulit Mina.

Mina menatap tetesan darah yang keluar dari tangannya dengan tatapan tenang. "Salaman selamatnya penuh dengan amarah ya? Anda melukai tangan saya."

Tama yang mendengar itu langsung melepaskan kedua tangan wanita tersebut dan membuat tangan Mina semakin tergores oleh kuku panjang Sharla.

Keributan yang di buat oleh ketiga orang itu mulai mengundang perhatian orang-orang yang ada di sekitar mereka. Bahkan sekarang beberapa media mulai melakukan liputan langsung atas insiden tersebut.

"Ma-maafkan aku. Kamu baik-baik saja?" tanya Tama, panik.

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu gemetaran begitu, aku sudah terbiasa terluka. Tidak perlu cemas. Lebih baik kamu antar saja wanita ini keluar dari tempat itu sebelum besok saham perusahaannya merosot tajam karena kejadian hari ini!" ucap Mina, menarik tangannya yang di genggam oleh kedua tangan Tama yang gemetaran hebat.

Setelah mengucapkan hal tersebut, bahkan Mina langsung berjalan pergi mendekati Kakaknya yang terlihat geram dengan kelakuan Sharla.

"Jaga pandangan kamu, Kak. Itu tidak akan baik jika kamu ikut dalam rombongan berita yang keluar besok pagi. Lebih baik ka–"

Greb ...

Betapa terkejutnya semua orang saat melihat Zhair yang dengan sigap mengeluarkan sapu tangan miliknya dan membalut luka Mina dengan kain tersebut.

Di seluruh penjuru tempat acara ini, siapa yang tidak mengenal Zhair dan hubungan apa yang pernah berjalin di antara mereka berdua.

Karena itu, saat Zhair melakukan hal serampangan ini banyak orang yang terkejut hingga tidak bisa berkutik dengan kejadian tersebut.

"Kenapa kamu sangat ceroboh!" marah Zhair, menatap tajam wajah Mina yang menatapnya dengan pandangan fokus.

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu cemas," jawab Mina, menurunkan pandangannya ke arah kedua tangan Zhair yang menggenggam tangannya.

"Baik-baik apanya, ugh ... dasar. Pelayan, kenapa kau malah diam saja! Mana kotak P3Knya?!" bentak lelaki bermanik gelap itu, pada seorang pelayan.

Pelayan itu langsung menundukkan kepalanya meminta maaf dan berlari pergi untuk mengambil barang-barang yang di perlukan.

Sementara Arci yang ada di antara keduanya hanya bisa melihat raut wajah Zhair yang terlihat begitu khawatir karena adiknya terluka.

"Air. Kak bisa tolong bawakan saya air untuk membasuh lukanya?" tanya Zhair pada Arci yang masih tidak bergeming dari tempatnya.

"Kak!"

"Ah-oh ... baiklah. Aku akan mengambilnya."

"Hem ... terima kasih. Sekarang kau, duduk di sana!" pinta Zhair, memerintahkan.

Namun Mina tidak bergeming sama sekali dan hanya menatap wajah Zhair yang sampai berkeringat dingin karena melihat darah Mina yang tidak mau berhenti.

"Kenapa kau hanya diam saja?! Duduk kataku."

"Kenapa sangat cemas?! Seperti bukan kamu saja," celetuk Mina, menarik tangannya dati genggaman Zhair.

Namun lelaki itu malah menatapnya dengan tatapan tajam dan membunuh sambil menahan pergelangan tangan Mina yang tidak terluka.

"Memang biasanya aku seperti apa?" tanya Zhair, dengan nada serius.

Saat itulah tingkat ketegangan di antara mereka dan orang-orang di sekeliling langsung memuncak. Belum lagi Mina dan Zhair saling bertukar pandangan dalam jarak yang cukup dekat.

"Kamu sedang apa?!" tanya Arci, yang baru saja datang dengan membawa sebuah baskom air untuk adiknya.

Zhair langsung melepaskan tangan Mina dan menatap wajah Arci yang sudah menatapnya menggunakan tatapan horor.

"Ma-maaf," ucap Zhair, dengan menundukkan kepalanya ke arah Arci dan Tama yang sudah menatapnya tajam dari kejauhan.

Sementara itu, Mina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berjalan keluar dari acara tersebut dengan membawa baskom air yang di ambilkan oleh kakaknya.

"Ada-ada saja," gumam Mina, mencari sebuah bangku yang ada di dekat pantai.

Ya, Mina berjalan cukup jauh untuk sampai tempat ini. Dengan gaun yang cukup menyita perhatian seperti itu, Mina duduk di sebuah bangku kayu yang ada di bawah sebuah pohon kelapa dan mencuci tangannya yang berdarah dengan air di dalam baskom setelah membuang sapu tangan milik Zhair.

"Memang tidak seharusnya tenang dan seharusnya tidak juga ada keributan di dalam acara penting! Tapi ini sudah takdir ribetmu itu," pekik seorang lelaki, membawa kotak P3K dan duduk di sampingnya.

"Kapan kalian datang, Rey. Anak kuliahkan sibuk, kenapa pula kamu datang?!"

"Tentu saja untuk makan makanan yang enak. Tuan rumahnya kan tukang makan, pasti makanannya lezat-lezat!" celetuk Rey, dengan sibuk membalut tangan Mina yang terluka.

"Hah ... apa yang aku harapkan darimu."

"Tidak ada dan memang tidak seharusnya ada. Benar bukan?!"