Semoga kalian suka...
***
Unedited
Pertemuannya dengan Xavier entah kenapa membuat hati Cass menjadi tidak tenang. Keberadaan pria itu rupanya masih bisa mempengaruhi suasana hatinya. Kenangan-kenangan yang sudah lama dipendamnya tiba-tiba mulai berdatangan seiring dengan kemunculan pria itu. Tak ingin terlarut dalam kenangan yang tak mau diingatnya lagi, Cassidy pun memutuskan untuk menemui Davin. Ia kini sedang dalam perjalanan menuju apartemen pacarnya.
Kemarin merupakan hari yang sangat mengejutkan dalam hidupnya. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui bahwa Adrian, mantan pacarnya, adalah sepupunya Xavier, sahabatnya semasa sekolahnya dulu?! Padahal, ketika ia berpacaran dengan Adrian, pria itu sering sekali membicarakan sosok sepupunya yang sedang berada di Amerika. Cassidy tak menyangka saja, sepupu yang sering dibicarakan Adrian itu ternyata adalah Xavier. Ia hanya bisa menyalahkan sikap masa bodohnya dulu, yang tak ingin lebih banyak mengetahui tentang sepupu Adrian sampai bisa melewatkan fakta sebesar itu.
Cassidy langsung memasukan kode apartement Davin begitu tiba di depan pintunya. Kedatangnya ini sama sekali tanpa sepengetahuan Davin. Ia sengaja ingin mengejutkan pacarnya itu. Dengan senyum kecil, ia pun masuk sambil menenteng sebuah kotak makanan untuk Davin. Ia tahu pria itu jarang sekali sarapan. Karena itu, dalam perjalanannya tadi ke apartemen Davin, Cassidy menyempatkan dirinya membelikan bubur ayam untuk Davin.
Suara rintihan seseorang tiba-tiba membuat langkah kakinya berhenti melangkah. Sekujur tubuhnya serasa disiram air es begitu ia mendengar rintahan tersebut. Dengan sekuat tenaga, Cassidy menarik kakinya menuju kamar Davin. Pintu kamar Davin tidak tertutup rapat. Cassidy bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Davin dari cela pintu tersebut.
Pacarnya itu kini sedang menindih seorang perempuam di ranjangnya tanpa menggunakan sehalai pakaian di tubuh mereka berdua. Mereka berdua terlihat begitu keasikan dalam bergulat sampai tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dari balik pintu kamar.
Bukannya menghentikan kegiatan dua sejoli itu, Cassidy malah menatap pertunjukan tersebut dengan tatapan kosong. Beberapa detik kemudian, bersamaan dengan teriakan wanita yang sedang dalam dekapan Davin, emosi Cassidy pun meledak.
"Bangs***t!!!" Teriaknya sambil membuka pintu kamar tersebut lebar-lebar.
Merasa terganggu, dua sejoli tersebut dengan cepat langsung menatap pengganggu mereka itu.
"Oh, sh*tttt...." gumam Davin ketika mendapati Cassidy sedang berdiri menatap mereka dengan tatapan siap membunuh.
Cassidy lantas menghampiri mereka. Kemudian dengan penuh amarah, ia membuka kotak makanan yang berisi bubur ayam yang masih panas dan melemparkannya pada mereka.
"Ouchhh..." teriak Davin kesakitan.
"Dasar bangsatttttt, bajingannn....." makinya lalu melemparkan cincin yang dipakainya sebelum pergi meninggalkan apartemen Davin.
Ia tak banyak bicara karena tak ingin membuang waktunya berlama-lama berada di tempat yang sama dengan dua orang biadab itu.
Begitu di luar apartement Davin, air mata yang semula ditahannya pun keluar membasahi wajahnya. Bukannya ia yang mengejutkan Davin, malah pacarnya itu yang mengejutkannya. Cassidy merasa sangat bodoh. Dadanya sakit karena pengkhianatan Davin.
Cassidy menyandarkan punggungnya begitu duduk di kursi mobilnya. Ia lalu mulai memukul-mukul kemudi mobilnya dengan penuh emosi. Kondisinya saat ini tak memungkinkannya untuk mengendarai mobil. Tapi ia juga tak mau pulang naik taxi. Dia tak mau sopir taxi melihatnya dengan tatapan aneh. Tiba-tiba seseorang terbesit di pikirannya. Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengambil ponselnya di dalam tas dan mulai menghubungi orang tersebut.
Pada deringan ketiga, orang yang diteleponnya menjawab.
"Cass?" Sapa orang tersebut terdengar antusias.
"Ad, tolong jemput aku.." ucapnya terisak pada Adrian.
Adrian yang sedang bersantai ria sembari menyeruput kopinya tiba-tiba berdiri dari kursinya begitu mendengar suara isak Cassidy. "Kamu di mana? Aku jemput kamu sekarang." Balasnya cepat.
"Aku di apartementnya Davin. Nanti aku whatsapp kamu alamatnya."
"Kamu tunggu di situ. Aku bakalan dateng secepatnya ke kamu, Cass." Adrian tergesa-gesa mengambil kunci mobilnya.
"Hm." Gumam Cass singkat dan menutup teleponnya.
Hampir 15 menit kemudian, Adrian pun tiba di parkiran apartemen Davin. Cassidy yang sedang menunggunya di dalam mobil pun keluar dari dalam mobilnya begitu melihat mobil Adrian.
Adrian yang tak melihat Cassidy sedang menghampiri mobilnya lantas mencoba menghubungi wanita itu. Ia merasa khawatir karena baru kali ini perempuan itu menelponnya sambil menangis. Apalagi Cass menangis saat sedang berada di rumah lelaki keparat itu. Sudah ia duga, pria seperti Devon sialan itu tidak becus menjadai pacar Cassidy. Tapi wanita itu tak mau mendengarkan ucapannya.
"Kamu di mana? Aku sudah di tempat parkir?" ucapnya keluar dari mobil begitu panggilannya terhubung.
"Di kanan kamu..."
Adrian langsung memalingkan kepalanya begitu mendengar ucapan Cass. Dengan cepat ia pun menghampiri wanita itu dan memeluknya erat.
"It's okay. I'm here now."
Seketika itu juga, air mata Cassidy yang sudah berhenti mulai kembali membasahi pipinya. Cassidy menangis sejadi-jadinya di pelukan Adrian. Sementara pria itu menenangkannya dengan cara mengelus-elus punggungnya.