webnovel

VVIP

Tamu yang membawa Cherry memintanya masuk ke kamar, ia lalu menguncinya dari dalam. Maya melangkah panik ke kamar VVIP. Ia mengetuk-ngetuk pintunya namun sang tamu tidak kunjung membukanya. Tamu itu berduaan dengan gadis yang dibawanya tanpa tahu identitasnya. Tamu itu adalah Jeffry.

Di dalam kamar Jeffry setengah mabuk. Ia hendak memanfaatkan gadis polos itu.

"Lepaskan bajumu sayang."

Cherry pura-pura menunduk lemah. Dalam hatinya inilah yang memang seharusnya ia lakukan. Dia ini memang wanita murahan dan memang terlahir untuk memenuhi nafsu pria-pria. Toh dia juga akan mendapatkan uang. Jeffry mengangkat dagu perempuan itu dengan penuh hasrat.

"Apa kau takut padaku?"

"Tidak Tuan. Terima kasih karena memperlakukanku dengan baik."

"Kau seperti gadis malang. Pria VVIP seperti aku memang selalu memperlakukan gadis dengan terhormat. Bukankah kau tadi memohon pada karyawan untuk bekerja? Aku hanya mewujudkannya. Bukankah begitu?" ia terbahak. "Siapa namamu?"

"Namaku? Apa kau memerlukannya?"

"Tentu saja."

Cherry tidak punya nama lain selain memberikan nama pemberian Dean. Ia pun mengaku bernama Cherry.

"Namaku Cherry. Nama anda?"

"Aku Jeffry."

Cherry menatapnya, wajahnya sangat rupawan dan agak putih pucat. Nampak usianya sudah 20-an, dari setelannya dan aksesori yang dia pakai seperti jam tangan, cincin giok dan setelan, semuanya mahal dan bermerek. Cherry memutuskan untuk menguras uang darinya.

Ia tiba-tiba memeluk Jeffry dengan penuh hasrat.

"Tuan. Aku adalah gadis perawan yang sangat menyukai uang. Kau tahu maksudku kan?" bisiknya.

"Hahaha, astaga. Gadis jujur memang yang terbaik." Jeffry mengeluarkan dompetnya dan memilah kartu mana yang harus ia berikan pada Cherry.

"Ini lebih baik dari pada balikan sama si Maya gadis jalang itu," batinnya.

Cherry melihat Jeffry yang mabuk dan tidak bisa memegang dompetnya dengan benar. Ia tersenyum licik, ia melihat salah satu kartu black card unlimited di sana. Tanpa basa-basi ia mengambilnya lalu membantunya menutup kembali dompetnya. Ia membantu Jeffry duduk di ranjang.

"Kau mabuk berat. Aku akan membantumu."

"Ah gadis manis, aku senang disentuh gadis manis sepertimu."

Cherry membuka jas dan kemeja pria itu satu persatu lalu membuatnya telanjang dada. Dirinya kemudian ikut menanggalkan bajunya satu persatu hingga mengenakan pakaian dalam saja.

"Kemarilah, buat diriku bergairah malam ini, Baby." pria itu tidur terlentang. Cherry naik ke atasnya dan memegang pipinya lembut.

Jeffry mengubah posisinya. Ia merengkuh pinggang Cherry lalu ganti menindihnya. Mereka berdua bertatapan intens. Jeffry yang tengah mabuk mabuk itu mendekatkan wajahnya ke wajah Cherry. Namun tiba-tiba….

Brak!

Pintu yang tadinya terkunci, tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Cherry dan Jeffry menoleh ke arah pintu dan tertegun bersamaan begitu mendengar suara besar yang melengking.

"Berhenti!!"

***

Dean berlarian di koridor yang memisahkan bar utama dan penginapan. Di lantai atas ada lounge bar terbuka yang bisa dilihat dari lantai bawah. Matanya memicing ke atas dan hanya pemandangan mesum yang dilihatnya. Wanita-wanita berpakaian minim yang menuangkan alkohol untuk tamu, dan tangan menjijikkan pria-pria tua yang mulai nakal di atas kulit wanita. Bukan mereka yang salah tapi dirinya yang sengaja masuk ke tempat itu.

Sesaat dia melihat sosok yang tak asing agak jauh berjalan di depannya bersama seorang pria yang mabuk berat. Mereka berhenti di depan lift kemudian menaiki lift bersama. Dean tak kesampaian mengejarnya, hingga harus menunggu beberapa menit.

Di lantai atas, Dean menyusuri koridor yang agak luas, banyak tamu VIP melewatinya. Ia menerka orang yang dikenalnya tadi pasti memasuki salah satu kamar di sana. Ia berhenti di lorong dan melihat seorang karyawati tengah menggedor pintu tersebut. Karyawati itu adalah Maya

"Tuan, tolong buka pintunya!" teriak Maya.

Dean berlarian menghampirinya.

"Buka pintunya," pintanya pada Maya. "Bukankah ada kunci cadangan?"

"Ah iya benar. Sebentar saya ambilkan." saking paniknya Maya lupa kalau ada kunci cadangan. Ia lalu berlari dan mengambilnya di belakang.

Dean sendiri juga panik dan menggedor pintu itu sembari menunggu kunci cadangan. Namun tentu saja Jeffry dan Maya berusaha mengacuhkan gedoran pintu itu. Mereka melanjutkan aktivitas mereka. Maya kemudian kembali dengan membawa kunci cadangan. Ia berhasil membuka pintunya paksa.

Dean terkejut melihat pemandangan di dalam sana. Lebih tepatnya di atas ranjang. Semuanya menjadi jelas dan orang yang dicarinya tengah berada di sana dengan keadaan setengah telanjang. Maya sendiri juga terkejut, pria setengah telanjang itu adalah Jeffry, mantannya. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya dan segera lalu menghubungi Mary.

Air muka Dean tertekuk dan marah besar. Ia mengepalkan telapak tangannya dan menghela napas berat, ia berteriak.

"Berhenti!"

Dua orang yang hampir memadu cinta di atas ranjang putih big size itu menoleh bersamaan, sekaligus terkejut bukan main. Terutama Cherry yang mengenali pria itu.

Dean mengeluarkan pistol dari balik ikat pinggangnya dan mengarahkan pada gadis yang tengah bersiap membuang keperawanannya di tempat asing.

Maya sendiri terkejut melihat pria asing tadi membawa pistol. Ia sekarang semakin panik dan bingung dengan situasinya yang kacau.

"Siapa yang menyuruhmu telanjang di tempat seperti ini, Huh?!" teriak Dean hingga suaranya melengking.

Cherry mematung, membisu dalam diam. Mereka saling menatap satu sama lain, tatapan serius dan sangat dalam, sulit diartikan. Mata Dean memerah menahan amarah.

"Tu…tunggu. Apa kau mengarahkan pistol pada wanitaku? Apa kau gila!" Jeffry berkacak pinggang berdiri di samping ranjang.

Namun Dean bak raja hutan yang matanya berapi di tengah lautan. Pistolnya beralih mengarah ke Jeffry. Ia arahkan tepat di dahi depannya. Sekarang dirinya sedang tidak bermain-main. Tidak ada yang bisa menghindar dari amukannya. Jeffry yang tadinya mabuk kini sadar sepenuhnya. Ia ketakutan sembari mengangkat kedua tangannya.

"Kau...jawab pertanyaanku sebelum kepalamu kulubangi dengan timah besi," kata Dean geram. Kata-katanya penuh penekanan.

Jeffry mengangguk gemetar dan kedua tangannya ia angkat ke atas ketakutan.

"Apa kau yang menelanjanginya?"

"T…tidak. Aku bersumpah, dia sendiri yang membuka bajunya! Dia bahkan yang membuka bajuku!"

"Apa kau sudah menyentuhnya? Berapa banyak yang kau berikan padanya?"

"Aku belum menyentuhnya, sungguh. Aku bahkan tidak tahu kapan aku membuka dompetku di sana." Jeffry menunjuk dompetnya yang tergeletak di sisi ranjang. "Kau bisa tanyakan sendiri pada gadis itu."

"Bawa bajumu dan keluar sebelum aku kehilangan kesabaran!"

Jeffry pontang-panting mengambil bajunya dan mengecek isi dompetnya dan mendapati black card nya hilang.

"Kartuku… dimana?" Ia mencari-carinya. Ia lalu melirik Cherry. "Kau…kau mencurinya?"

Cherry menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia membuang muka mendapat tuduhan itu.

"Bukan aku!" elaknya, namun wajahnya tak bisa berbohong.

"Dasar gadis jalang! Berikan padaku, pencuri!" Jeffry naik ke atas ranjang lagi dan memaksanya membuka selimut. Ia tahu dia pasti menyembunyikannya di baju dalamnya.

"Berikan padaku!" ia memaksa dengan kasar.