"Uughh..." Alvaros terbangun di ranjang.
"Aku... Kenapa...?" Alvaros bingung.
"Kau sudah bangun?" Kata Rashuna yang duduk di ranjang sebelahnya.
Alvaros kemudian bangun dalam posisi duduk.
"Kenapa...?" Alvaros memegang kepalanya.
"Kau tertidur lama sekali." Kata Rashuna, tersenyum.
"Aku... Aku harus ke Arcto!" Alvaros bergegas bangun dari ranjang.
"Kau mau ke mana? Hei!" Alvaros keburu berlari keluar dari kamar.
Di luar ada Robert yang hendak masuk tenda.
"Mau ke mana?" Tanya Robert.
"Minggir." Kata Alvaros.
"Aku tidak akan menghentikanmu untuk pergi, tapi dengarkan aku dulu." Kata Robert.
Alvaros terhenti.
"Sekarang, jernihkan pikiranmu. Apa kau yakin Arcto belum diserang saat kau tiba di sana?" Tanya Robert.
"Maksudmu...?"
Robert menghela napas.
"Kau tertidur selama dua hari penuh. Perjalanan dari Castella kemari memakan waktu sekitar satu setengah hari jika menggunakan goa bawah tanah. Ditambah lagi kalau kau pergi dengan jalan kaki akan memakan waktu sekitar dua setengah hari dari sini. Total ada enam hari yang bisa digunakan Ceres untuk menyerang Arcto." Kata Robert.
"Dan menurut pernyataan dari orang Ceres yang bersamamu, seluruh pasukan akan mulai berangkat pada pagi hari setelah hari di mana kau datang." Tambahnya.
Mendengar perkataan Robert, ia terkejut.
"Dari mana... Kau tahu kalau Rashuna itu orang Ceres?" Tanya Alvaros.
"Oh ayolah, siapapun anggota regu pengintai tidak akan menggunakan logat Ceres ketika ia sudah sampai di tanah kelahirannya." Kata Robert.
Robert menepuk pundak Alvaros.
"Aku sangat paham perasaanmu. Aku juga sangat ingin melindungi Castella pada saat serangan terjadi, tapi aku gagal. Aku terpaksa menghancurkan kota supaya tidak ada satu bagianpun yang digunakan Ceres sebagai senjata untuk melawan kita." Kata Robert.
Mendengar itu, Alvaros menjadi lemas.
"Ja...Jadi... Aku harus berdiam diri saja!? Aku tidak terima..." Kata Alvaros kecewa.
"Terkadang kau harus merelakan apa yang memang sudah tidak bisa kau ubah. Tapi tetap persiapkan kejadian yang akan datang." Kata Robert.
Rashuna keluar dari kamarnya menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan.
"A... Aranel...?" Katanya pelan.
Robert melihat ke arah Rashuna.
"Kau juga... Ingatlah perkataanku yang kemarin." Katanya pada Rashuna dengan tatapan tajam.
Robert lalu berbalik dari hadapan mereka berdua dan berlalu.
Alvaros masih tidak terima, ia merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri. Sebuah tugas yang sebenarnya sudah hampir ia selesaikan, namun ia gagal. Ia gagal menyelamatkan penduduk negerinya.
Alvaros lalu menoleh ke arah Rashuna.
"Kau... Ini semua gara-gara kau..."
Alvaros bangun lalu menarik baju Rashuna.
"Gara-gara kau... Kalau saja kau kemarin tidak muncul..." Tangan Alvaros sudah bersiap hendak memukul Rashuna.
Rashuna menatap wajahnya dengan takut.
"M...Maaf..." Katanya pelan, air matanya keluar.
Alvaros melepaskan cengkeramannya, ia tidak jadi memukul Rashuna lalu berbalik darinya.
"Aranel..."
Alvaros keluar dari tenda.
"Sial..." Gumam Alvaros.
Ia berjalan-jalan di sekitar kamp untuk menenangkan diri.
Saat sedang berjalan, ia mendengar percakapan beberapa orang.
"Lihat ini! Benar-benar batu yang indah!" Kata salah seorang pria memegang sebuah batu berwarna ungu gelap.
"Kalau dijual pasti mahal! Soalnya aku tidak pernah melihat batu seindah ini!" Kata seorang lagi.
Alvaros penasaran dengan apa yang dibicarakan, ia menoleh sedikit dan melihat mereka.
"Tunggu... Batu itu bukannya..." Pikir Alvaros.
Alvaros lalu berjalan mendekati orang-orang itu.
"Anu... Maaf, dari mana anda mendapatkan batu ini?" Tanya Alvaros.
"Di hutan, kulihat ada potongan tangan busuk yang memegangnya, agak menjijikkan tapi setidaknya setimpal dengan apa yang kudapatkan!" Kata pria itu.
"Boleh kulihat?" Pinta Alvaros.
"Tentu, tapi hati-hati." Kata pria itu sembari menyerahkan batu itu pada Alvaros.
"Hmm... Kalau tidak salah..." Alvaros mengamati batu tersebut dan mengingat-ingat sesuatu.
Ia lalu ingat tentang kristal kelahiran Rashuna yang hilang beberapa hari yang lalu.
"Anu... Tunggu di sini sebentar bisa, tuan? Saya mau memanggil orang yang nampaknya lebih tahu mengenai batu ini." Kata Alvaros.
"Hmm..." Pria itu memandang Alvaros dengan tatapan tajam.
Ia tidak mengatakan apapun, hanya memberikan gestur tangan mengusir.
"Tunggu sebentar saja." Kata Alvaros sambil berlari kembali ke tendanya.
"Rashuna! Kemari! Kurasa aku menemukan kristal kelahiranmu!" Seru Alvaros.
Wajah Rashuna yang tadinya muram seketika terkejut dan mulai memancarkan harapan.
"B... Benarkah?" Kata Rashuna.
"Ayo ikut aku, cepat!" Ajak Alvaros.
"I... Iya, pelan-pelan! Aku tidak bisa berjalan cepat!" Kata Rashuna sambil mengambil tongkat bantu berjalannya.
"Kelamaan, sini!"
"W... Waa! Hei apa yang kau lakukan!?" Kata Rashuna saat Alvaros mengangkatnya lalu menggendongnya di punggung seperti yang ia lakukan saat di goa bawah tanah.
Alvaros berlari menuju pria yang tadi memegang batu ungu.
Sampai di situ, tidak ada orang yang dimaksud.
"Lah... Di mana orang-orang tadi?" Kata Alvaros.
"Mana kutahu! Kau kan yang bertemu!" Balas Rashuna.
Alvaros melihat ke kanan dan kiri, namun tidak ia temukan orang yang tadi berkerumun di situ.
"Permisi pak, apakah anda tadi melihat orang-orang yang berkerumun di sini, yang salah satunya membawa sebongkah batu berkilau warna ungu?" Tanya Alvaros pada orang yang lewat.
Pria yang ditanyai Alvaros menggeleng.
Alvaros kembali bertanya pada beberapa orang yang lewat, namun jawabannya tetap sama.
"Duh... Ke mana mereka?" Gumam Alvaros.
"Aranel... Kau tidak perlu menghiburku sampai seperti ini. Aku juga sudah mulai ikhlas kok dengan kristal kelahiranku itu." Sahut Rashuna.
"Siapa yang menghiburmu? Gak ada untungnya. Tapi aku betul-betul melihatnya! Tadi dibawa oleh seorang pria yang berkerumun di sini."
Alvaros berpikir sejenak, mengingat-ingat kata-kata pria itu.
"Kalau tidak salah, dia tadi menanyakan harga dari batu itu kalau dijual." Kata Alvaros.
"Kalau begitu, mungkin dia pergi ke toko di sebelah sana." Kata Rashuna sambil menunjuk suatu arah.
"Kau lebih tahu daripada aku ya, padahal ini negaraku." Kata Alvaros.
Rashuna tertawa kecil mendengar perkataan Alvaros.
"Salahmu sendiri tidur sampai dua hari." Balas Rashuna.
Alvaros lalu bergegas menuju toko yang dimaksud Rashuna.
"Selamat siang pak." Sapa Alvaros pada pemilik toko.
"Ohh, selamat siang! Silakan, silakan. Saya punya beberapa barang bagus di sini." Kata pemilik toko.
"Anu... Saya hanya mau tanya sesuatu..." Kata Alvaros.
Wajah pemilik toko langsung masam.
"Heh, kalau kau tidak punya uang sana pergi! Aku di sini kesusahan tahu dengan semua kejadian ini." Kata pemilik toko mengusir mereka berdua.
"Ah, maaf. Kalau begitu... Bagaimana jika aku tukar informasi itu dengan sesuatu?" Tanya Alvaros.
"Memangnya apa yang kau punya?" Balas si pemilik toko.
Alvaros mengingat-ingat barang yang ia bawa sebelumnya. Ia lalu ingat punya sebilah pisau prajurit Ceres. Pisau itu ada di tendanya.
"Tunggu sebentar pak, saya mau mengambil barangnya."
Alvaros lalu berlari menuju tendanya.
"Err... Kau bisa menurunkanku dulu kalau kau mau." Kata Rashuna.
Alvaros tidak mendengarkannya, setelah ia mengambil pisaunya, ia segera pergi ke toko tadi.
"Hosh... Hosh... Hosh... Ini... Silakan..." Alvaros memberikan pisau miliknya pada pemilik toko dengan terengah-engah.
Pemilik toko memeriksa pisau Alvaros lalu berkata, "Apa yang mau kau tanyakan?"
"Anu... Apa tadi kau melihat pria yang membawa sebuah batu ungu?" Tanya Alvaros.
"Lihat." Jawabnya.
"Ke mana dia pergi?" Tanya Alvaros bersemangat.
"Memangnya apa urusanmu?" Balas pemilik toko itu.
"Tolong pak, teman saya ini membutuhkan batu itu." Kata Alvaros.
"Temanmu? Maksudmu orang Ceres yang kau gendong di belakangmu itu?" Balas pemilik toko.
"Ah, dia ini bukan orang Ceres. Kami ini cuma menyamar untuk keperluan misi. Kebetulan saja temanku ini belum kembali seperti semula." Jelas Alvaros.
Pemilik toko itu manggut-manggut.
"Kalau begitu, kau punya uang berapa?" Tanya pemilik toko itu.
Alvaros menyadari ia sama sekali tidak membawa uang sepeserpun.
"Maaf, tapi aku tidak punya uang... Setidaknya biarkan kami mengetahui pergi ke mana orang tersebut. Aku juga sudah memberikan pisau itu kan?" Kata Alvaros memohon.
"Enak saja, kau pikir pisau murah seperti ini sepadan dengan batu itu? Pergi sana, tokoku bukan untuk orang miskin seperti kalian!" Usir pemilik toko itu.
Alvaros kesal dengan sikap pemilik toko itu. Ia menarik baju pemilik toko itu lalu berkata, "Dengar ya dasar pedagang kikir, aku hanya bertanya satu hal. Kau sebaiknya menjawab pertanyaanku atau kau akan menerima hal yang akan membuatmu merasa lebih baik mati."
Si pemilik toko itu lalu memalingkan wajahnya dan berkata, "...Huh... Baiklah. Tapi, sebelum itu lebih baik kau bantu temanmu itu."
"Aduduh..."
Alvaros tidak sadar kalau ia menjatuhkan Rashuna.
"Ah, maaf! Aku tidak sadar menjatuhkanmu." Alvaros meminta maaf pada Rashuna sembari membantunya berdiri.
"Nah, aku minta jawabanmu sekarang." Kata Alvaros pada si pemilik toko.
"Huh... Ya, ia datang ke sini tadi. Ia menitipkan batu itu padaku." Jawab si pemilik toko.
"Benarkah? Bisa kulihat?" Sahut Alvaros.
Si pemilik toko mengeluarkan batu yang dititipkan kepadanya. Ia membuka pembungkusnya dan memperlihatkan batu itu.
"Aranel! Ini kristal kelahiranku!" Seru Rashuna senang.
"Benar kan yang kubilang?" Sahut Alvaros.
"Sudah kan? Nah, sekarang pergi kalian!" Kata si pemilik toko.
"Tunggu, kau mau menjualnya kan?" Kata Alvaros.
"Ya, tapi tidak kepada kalian, sekarang pergilah!" Usir si pemilik toko.
Alvaros menoleh ke arah Rashuna.
"Berapa harga yang ia minta?" Tanya Rashuna.
"Ia tidak mau menjualnya. Apa kau punya barang berharga yang bisa ditukar? Aku yakin dia akan melepasnya kalau kau menukarnya dengan benda lain yang tidak kalah berharga." Kata Alvaros.
Rashuna berpikir sejenak, ia mengingat-ingat kira-kira benda apa yang bisa ia gunakan untuk menukarnya dengan kristal kelahirannya.
"Ah, ada! Tapi aku harus menggunakan kristal kelahiranku dulu untuk mengambilnya." Kata Rashuna.
"Hmm... Baiklah, akan kucoba untuk bicara padanya."
"Kalian ini malah mengobrol di sini, pakai logat aneh lagi. Sudah, pergi sana!" Usir pemilik toko itu lagi.
"Hehehe... Anu... Kami punya benda yang tidak kalah berharga dari batu itu, tapi bisakah kami memeriksanya sekali lagi? Hanya ingin memastikan." Kata Alvaros.
"Hah? Kau bercanda? Kubilang aku tidak mau menukarnya dengan apapun, sudah pergi saja kalian!" Usir si pemilik toko.
Alvaros menarik baju pemilik toko itu lagi. Ia berbisik kepada pemilik toko itu.
"Hei, kau ini kan hanya dititipi barang itu oleh seseorang. Memangnya kau kira kau bakal untung berapa kalau kau menjualnya? Sedikit lho, paling cuma ongkos terima kasih. Mending begini, bilang pada orang yang menitipimu kalau batu itu dicuri, padahal kau tukarkan dengan barang milik kami yang pasti akan laku mahal juga. Semua uangnya milikmu!"
"Hmm..." Pemilik toko itu berpikir.
"Aku paham betul kok kalian semua pasti sedang kesusahan karena kehilangan kota kalian. Bukankah usulku ini bagus?" Kata Alvaros menghasut si pemilik toko.
"Kau licik juga ternyata. Baiklah, tapi aku mau lihat dulu barang yang kau tawarkan itu." Kata si pemilik toko, tersenyum.
"Hehehe, siap. Kami periksa dulu batu ini, kalau memang benar ini yang kami cari, kau bisa mendapatkan barang kami." Kata Alvaros.
Pemilik toko lalu menyerahkan kristal kelahiran Rashuna. Alvaros menerimanya lalu menengok ke arah Rashuna.
"Rashuna, ini kris..." Alvaros terkejut melihat Rashuna yang terjatuh lagi karena Alvaros melepas pegangannya.
"AAA! Maafkan aku!" Seru Alvaros panik.
Alvaros membantu Rashuna berdiri kembali lalu menyerahkan kristal kelahiran itu padanya.
Dengan kristal kelahirannya, Rashuna lalu memanggil tongkat sihirnya keluar, orang-orang di sekitar mereka terkejut dengan apa yang dilakukan Rashuna.
"Ini, berikan tongkatku ini padanya." Kata Rashuna sambil menyerahkan tongkat sihirnya pada Alvaros.
"Kau yakin ingin menukarnya dengan ini?" Tanya Alvaros pada Rashuna.
"Berikan saja, lagipula aku bisa mendapatkan yang baru kalau hanya tongkat." Kata Rashuna.
Alvaros mengangguk, ia lalu memberikan tongkat milik Rashuna kepada si pemilik toko.
Si pemilik toko menerimanya dengan sangat senang.
Rashuna terlihat sangat senang, ia tersenyum lebar selama perjalanan digendong oleh Alvaros.
Mereka akhirnya sampai di tenda.
Alvaros menurunkan Rashuna di ranjangnya.
"Aranel, terima kasih ya." Kata Rashuna, tersenyum.
Melihat Rashuna, wajah Alvaros memerah. Ia memalingkan mukanya.
"Ya... Sama-sama." Kata Alvaros tersipu.
Rashuna tertawa kecil melihat Alvaros yang tersipu.