"La!"
Sadara terkekeh pelan ketika melihat raut wajah Lila yang langsung berubah menjadi cemberut sesaat setelah kemunculan suara bass yang sudah sangat familiar itu. Mengangkat pandangannya pada dua makhluk Tuhan yang sangat tampan di depannya itu.
"Ck!" Lila berdecak keras. Langsung memutar kepalanya ke arah belakang. "Eh! Abdul. Berisik, ah!" semprot Lila langsung sambil menatap Malik dan Abdul yang sedang berjalan menghampirinya dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana dengan tatapan malas. "Jangan berasa kaya lagi di hutan, deh."
Abdul hanya terkekeh pelan.
"Kamu gimana bisa ada di kantin jam segini, La?" tanya Malik sambil duduk di samping kanan Lila. Menatap Lila dengan tatapan curiga.
"Jangan bilang bolos ya, La. Abdul gak suka, lho." sambung Abdul sambil duduk di samping kiri Lila.
Lila menggembungkan kedua pipinya lucu. Sedikit memundurkan bokongnya ke belakang. Lila menatap Malik dan Abdul secara bergantian, lalu menghembuskan nafas kasar. "Lagi jam kosong, Malik Sava. Dan-- ya gak mungkinlah aku bolos, Abdul! Mana berani."
Abdul hanya cengengesan. Sementara Malik hanya manggut-manggut mendengar penuturan Lila yang masuk akal karena mereka berdua bisa melihat sebagian besar teman-teman satu kelasnya yang lain juga sedang berada di kantin, kecuali ...
Sadara berdehem pelan dan langsung melengos ketika tatapannya tidak sengaja bertemu dengan manik mata hazel Malik. Dia jadi salah tingkah sendiri.
"Lova dimana, La? Kok, gak ada sama kamu?"
Lila mendengus samar. "Lova ke taman belakang. Mau ketemu Axel katanya. Makanya punya pacar biar bisa mojok kaya Lova!" sembur Lila.
"Iya. Nanti aku punya pacar. Biar kamu kelihatan jomblo sendiri."
"Ish!" desis Lila keras.
Malik terkekeh pelan sambil mengacak rambut Lila yang sedang diikat ekor kuda pelan. Matanya melirik ke arah Sadara. Malik tersenyum tipis.
"Njir, lah Bos Axel! Modus mulu."
"Kamu makan dulu, deh. Nanti baru kita susulin Lova." kata Malik ketika melihat Kaula dan Sadie yang datang dengan membawa baki dengan kedua tangan kedua gadis itu.
"Kamu gak makan juga?"
Malik menggeleng. "Tadi udah di warung Mbak Yetri."
Lila ber-oh ria tanpa suara sambil manggut-manggut.
"Eh ... ada bebeb Ula."
Kaula mendengus pelan dan melirik Abdul sekilas. Tangan kanannya terulur meletakan pesanan Lila di atas meja di depan gadis itu. Dia tidak merasa tersanjung sama sekali dengan godaan Abdul yang terdengar murahan di telinganya. Kaula tahu jika laki-laki itu mengumbar godaan pada setiap perempuan.
Lila melingkarkan tangan kirinya membekap mulut Abdul kencang dari belakang. Tidak memberi celah untuk laki-laki itu untuk melepaskannya. Sementara tangan kanannya menyuapkan siomay ke dalam mulutnya membuat Malik geleng-geleng kepala melihatnya.
Malik mengambil alih tugas dari tangan kanan Lila. Pelan-pelan menyuapi gadis itu.
-firstlove-
Lila, Malik dan Abdul, ketiganya berjalan beriringan menuju taman belakang sekolah. Taman yang dibuat dengan mendatangkan ahli dalam pembuatan taman. Design type taman dengan konsep dua negara yang berbeda. Japan style garden dan French style garden.
Di area Japan style garden, design taman begitu detail. Mulai dari kolam ikan koi dengan jembatan kayu yang menggantung lengkap dengan rumah-rumah khas Jepang, bambu-bambu yang biasa digunakan sebagai pancuran air di sungai buatan, serta pohon-pohon pinus Jepang atau matsu, semua seolah nyata sedang berada di negeri Sakura tersebut.
Sementara di area French style garden, ada air mancur menari di tengah lokasi taman itu menjadi bagian yang paling menarik. Dikelilingi oleh banyak macam bunga yang dipisahkan dalam area-area tematis dan berbagai macam tanaman yang dibentuk khusus, lucu dan menarik.
Menyisihkan diri sebentar saja di taman belakang sekolah akan sangat membantu menghilangkan penat dan mengembalikan kesegaran otak. Tidak heran Lova lebih menyukai tempat cantik itu hanya sekedar untuk melanjutkan bacaan novel dari pada di kantin. Tidak sulit untuk mencari keberadaan Lova, gadis itu hanya memiliki dua tempat tujuan di area gedung Senior High Global Cetta School itu. Taman belakang sekolah dan ruang musik.
Lila, Malik dan Abdul berdiri bersisian dengan Lila berada di tengah-tengah. Berjarak tidak jauh dari tempat Lova dan Axel berada.
"Gimana caranya bilang ke Lova soal aunty Jelita?" Lila menatap Lova dengan tatapan sendu. "Aku-- takut Lova down lagi, Lik." Lila perlahan menoleh menatap Malik yang berdiri di samping kanannya.
Abdul melirik Lila dan mendaratkan telapak tangan kanannya di atas kepala Lila. Abdul mengusak rambut gadis itu sekilas mencoba menenangkan.
Lila kembali menoleh menatap ke arah Lova. "Lihat gimana Lova senyum kaya sekarang ini bikin aku bener-bener gak tega." tambah Lila dengan suara lebih lirih dan kedua mata yang sudah memanas serta kedua bola matanya sudah berkaca-kaca.
Malik menghela nafas berat. Dia pun, juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Lila rasakan dan takutkan. Malik tak langsung menjawab pertanyaan gadis itu. Tatapan matanya terpaku pada Lova dan Axel.
Menghela nafasnya berat sekali lagi. Malik menggeser sedikit posisi berdirinya menghadap Lila. "Itu, jadi tugasnya uncle Alex sama bang Kevin, La. Tugas kita, cuma ada satu."
Lila dan Abdul, keduanya kompak menoleh menatap Malik dengan sorot seolah bertanya apa.
Malik "Selalu ada di samping Lova ketika terburuknya nanti Lova sampai down lagi. Walaupun aku berharap banget Lova udah jauh lebih kuat sekarang."
Lila mengangguk kecil. Sementara Abdul berpaling dari Malik dan Lila kembali menatap pada Lova.
Abdul mendesah samar. "Guys. Gue ada feeling gak enak, masa?"
Kini giliran Malik dan Lila yang menoleh menatap Abdul nyaris secara bersamaan.
Lila memukul lengan Abdul keras membuat laki-laki itu mengaduh. "Eh! Abdul. Jangan bikin aku takut, ya kamu. "
"Aduh! Apaan, sih La! Sakit, ah!" protes Abdul keras sambil menatap Lila tidak suka dan mengusap-usap lengannya yang tadi dipukul gadis itu. "Enteng banget mukulnya gak pake timbangan."
"Ya, kamu apaan, sih pake feeling-feeling gitu ... Feeling apaan, coba? Feeling kamu nanti bisa dipercaya, gak nih?"
"Ck!" Abdul berdecak keras sambil memutar kedua bola matanya malas. Lalu memutar tubuhnya sedikit menghadap Malik dan Lila. "Kalian lupa apa gak inget sama itu, buntutnya bang Kevin?"
Kedua mata Lila langsung membulat. "Anjim! Kok, aku bisa-bisanya lupa sama masalah yang sepenting itu, sih!"
Abdul menyentil mulut Lila pelan. "Kondisiin omongannya, Lila."
Raut wajah Lila berubah menjadi cemberut. Lila menutup mulut dengan kedua tangannya.
Malik geleng-geleng kepala menatap Lila tidak suka. "Mulut kamu itu ya, La." tegur Malik dengan suara pelan. "Sejak kapan kamu jadi pintar ngumpat kayak gitu, hm?" tanya Malik menatap Lila tajam.
Lila menelan salivanya susah payah. Perlahan menurunkan kedua tangannya. Lila nyengir lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Sorry for my bad. Kelepasan tadi, Lik. Aku kaget. Gak sengaja." Lila mengangkat telunjuk dan jari tengahnya membentuk tanda peace. "Suer, deh."
"Jangan diulangi."
Lila hanya mengangguk kaku. Menghela nafas lega dalam hatinya. Malik jinak mode on.
Tbc.
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
Creation is hard, cheer me up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.