Semasa SMP, Dirman sampai lupa nama aslinya sendiri. Pasalnya, teman-temannya pun lupa nama Dirman dan terbiasa menyapanya si Anak Kodok. Kenapa Anak Kodok? Sepertinya karena Dirman ABG punya kebiasaan mangap tanpa sebab, jelas tanpa disadarinya, karena seingat Dirman, ia tidak membuka mulutnya lebar-lebar seperti dituduhkan anak-anak bandel itu.
Teristimewa, Dirman memakai celana bekas kepunyaan kakaknya yang kerempeng. Jelas Dirman setengah mati menyesuaikan diri, maksudnya mengakali kakinya yang gemuk agar muat dalam celana bekas yang ditambal atas bawah itu. Kadang merasa tercekik di paha dan pinggang, Dirman menyiasati dengan makan setengah kenyang selama jam sekolah. Maksudnya agar perutnya tidak menonjol dan celana butut bisa melekat sempurna di tubuhnya.
Setahun pertama di SMP, masih bisa ditoleransi. Maksudnya celana masih cukup muat meski lumayan memaksakan. Namun, tahun kedua, Dirman 13 tahun mulai kewalahan. Celana itu makin mencekik, sementara untuk minta celana baru, Dirman agak gentar karena sikon ortu termasuk pas-pasan.
Akhirnya Dirman cuma bisa bertahan dalam diam. Diam itu emas, setahu Dirman. Lagipula diam-diam ubi berisi, sementara diam besi berkarat. Sayangnya, orang pendiam dianggap lemah dan akhirnya diinjak-injak. Bahkan Dirman pun tak dianggap pantas jadi anak singkong, jadilah ia terus dinamai si Anak Kodok.
Insiden terhebat yang tak mungkin dilupa Dirman adalah koyaknya celana kebanggaan, yang penuh tambalan dan rapuh di bokongnya, kala ia baku hantam dengan Ferdi si preman katai. Sebenarnya Ferdi tidak cebol, hanya lumayan pendek saja, tetapi nyalinya kelas terbang dan Dirman tertantang untuk membungkam si jago kandang.
Di SMP tempat Dirman menuntut ilmu, kekuasaan Ferdi sudah harga mati, dan perlawanan Dirman sekadar menguji nyali saja, karena pengaruhnya toh paling seperti angin lalu yang tak ada arti sama sekali. Sejumlah anak singkong, yaitu julukan kaum pinggiran di SMP mereka, memasang taruhan akan seberapa dahsyatnya Dirman kalah dari si jawara sekolah.
"Pasti si Anak Kodok tumbang sekali jotosan." Anak Singkong A memprediksi.
"Mungkin tiga jotosan giginya sudah ompong semua, kayak kakaktua." Anak Singkong B sesumbar ngawur.
"Kok kakaktua, Gan?" Si Anak Singkong A bertanya heran.
"Kan ada lagunya. Burung kakaktua, hinggap di jendela. Nenek sudah tua, giginya tinggal dua."
"Itu yang ompong bukan burung kakaktua, tapi neneknya, oon."
"Neneknya burung, berarti ya, yang ompong?"
"Nenek elo, e'ok!"
Ada saja perkecualian di dunia, kala satu anak nekat mendukung Dirman, bahkan ramalannya lantang, Ferdi si jawara katai bakal tumbang alias TKO di tangan Dirman dua set langsung atau straight game tanpa balas.
"Nenek lu dua set langsung. Emang main badminton apa? Emang Anak Kodok punya aset apa selain celana bututnya?"
Akhirnya prediksi si anak nekat jadi kenyataan juga. Ferdi betul-betul tumbang, bukan karena hajaran Dirman, tapi sepatunya tersangkut celana Dirman yang dirobek tendangan mautnya. Celana itu sampai koyak jadi dua, dari kaki celana hingga ke pinggangnya, karena kainnya memang sudah sangat "busuk".
Sementara Ferdi menderita cedera tulang ekor dan terkilir mata kakinya, Dirman malu berat karena kolornya terekspos dengan motif polkadot bintik-bintik merah, karena kolor itu dijahit ibunya dari baju bekas miliknya semasa muda dulu. Tak ada pilihan karena orangtua Dirman tak mampu membeli kolor baru, sejak ayahnya kehilangan pekerjaan lagi untuk kesekian kalinya, dan kakak Dirman mulai sakit-sakitan dan butuh biaya yang tidak sedikit.
Dirman di masa kini, yang usianya 27 tahun berdecak-decak, membiarkan Ayla putrinya membaca kisah aneh yang diketahuinya nyata adanya. Aneh tapi nyata, ini memang kisahnya semasa SMP dulu. Untung saja nama aslinya tak disebut, maka Ayla yang cekikikan tak tahu Anak Kodok yang dimaksudkan adalah ayahnya sendiri, Dirman namanya.
"Yah, Ayah, Ayla boleh tulis sesuatu gak di halaman kosong ini?" Ayla menuding halaman kosong yang ada tulisan kecil-kecilnya, Tulis sendiri nasibmu. Tangannya sudah siap dengan bolpoin biru.
"Aargghh! Jangan, Nak, jangan! Tutup! Tutup bukunya! Sudah cukup di situ saja! Cukup!"
Kocak sangat, preman aja tumbang karena nendang celana sobek! Ahahaha!